Sosok di Balik Warung Mamayu Langganan Biker-Pejabat di Sukabumi

Posted on

Warung Nasi Mamayu di jalur Cikidang sudah berdiri 22 tahun. Di balik dapurnya ada sosok Ipah, perempuan yang ramah menyambut tamu dari pemotor touring hingga pejabat.

Matahari baru meninggi di jalur alternatif Cibadak – Cikidang menuju Palabuhanratu. Di antara lalu lintas kendaraan yang bergegas, sebuah warung sederhana tampak tak pernah sepi.

Warung itu bernama Nasi Mamayu, berdiri di samping Sungai Citarik, tak jauh sebelum jembatan. Pemiliknya, Ipah, dengan ramah menyapa setiap pengunjung yang datang, seolah menyambut tamu di rumah sendiri.

“Warung Nasi Mamayu berdiri tahun 2003, jadi sekitar 22 tahun berdirinya,” ujar Ipah. Suaranya tenang, namun ada kebanggaan yang terselip dari tuturannya saat ditemui infoJabar, Minggu (14/9/2025).

Nama “Mamayu” tidak lahir sembarangan. Ipah memilihnya dengan harapan sederhana namun penuh makna.

“Namanya Mamayu itu artinya lahap makan. Jadi siapa pun yang makan di sini diharapkan bisa lahap, bisa puas,” kata Ipah, tersenyum kecil.

Arti itu seperti menjelma di ruang makan yang sederhana. Meja-meja panjang dari kayu yang catnya mulai terkelupas penuh dengan rombongan yang singgah. Di etalase kaca, aneka lauk tersusun: rendang, ayam goreng, pesmol ikan, hingga bakwan jagung. Di sampingnya, sebuah toples besar berisi kerupuk siap menemani.

Ipah mengenal betul siapa yang datang ke warungnya. Meski Sungai Citarik dikenal sebagai destinasi arung jeram, pelanggan utamanya justru bukan para wisatawan itu.

“Yang makan bukan semua dari arung jeram, atau arus liar karena di lokasi itu ada catering tersendiri,” tutur Ipah.

Kebanyakan tamunya adalah para pelintas jalan. “Kebanyakan yang melintas, yang sedang konvoy, momotoran mampir. Weekend motor touring yang mau ke Ciletuh, ke Sawarna. Sabtu – Minggu penuh dengan motor,” imbuhnya.

Bukti jejak ribuan pelintas itu menempel nyata di etalase kaca. Stiker berbagai komunitas motor, dari Jakarta, Depok, Bogor, hingga luar Jawa, menghiasi hampir seluruh permukaannya. Seolah-olah, setiap stiker adalah tanda tangan bahwa mereka pernah singgah di Warung Nasi Mamayu.

Warung yang sederhana ini ternyata juga akrab dengan tamu istimewa. Ipah masih mengingat dengan jelas saat pejabat daerah mampir ke warungnya.

“Saat ada kegiatan gubernur, ada Wali Kota Depok, Supian Suri. Itu sudah ketiga kalinya beliau ke tempat ini, jadi langganan,” ujar Ipah.

Tak hanya sekali, pengunjung dari Depok, Jakarta, hingga Bogor kerap menjadikan Mamayu sebagai tempat beristirahat. “Semua pejabat biasanya mampir,” katanya menambahkan.

Tampilan warung nasi Mamayu cukup sederhana serta memperlihatkan suasana yang membumi dengan dapur terbuka dengan panci-panci besar, gorengan hangat di nampan, serta meja kayu panjang tempat pengunjung duduk berdekatan.

Di luar, motor-motor touring berjejer di tepi jalan. Suara riuh obrolan bercampur dengan aroma masakan, menjadikan Mamayu persinggahan yang akrab.

Dua dekade lebih Ipah menjaga warungnya, bukan sekadar sebagai tempat makan. Warung ini ia anggap sebagai ruang pertemuan antara pemotor yang lelah, rombongan keluarga, hingga pejabat yang tengah melintas. Dan di balik semua itu, ada sosok Ipah yang percaya bahwa makan dengan lahap adalah dalah satu jalan menuju kebahagiaan.

Persinggahan Pejabat