Respons Pakar hingga KemenHAM soal Siswa ‘Nakal’ Dikirim ke Barak TNI

Posted on

Kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi mengirim siswa yang dianggap ‘nakal’ untuk mengikuti pendidikan karakter di barak TNI, mendapat berbagai respons dari sejumlah pihak karena menimbulkan polemik di masyarakat.

Guru Besar Ilmu Politik Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Cecep Darmawan menuturkan pendidikan karakter merupakan hal yang biasa dilakukan. Hanya saja, kata Cecep, kebijakan yang dibuat Dedi Mulyadi dilakukan di barak militer.

“Memang awalnya saya mempertanyakan seperti apa, awalnya tidak jelas. Tapi ternyata ini program yang biasa, hanya tempatnya di barak dan mungkin narasinya bukan wajib militer, tapi ini bagian dari penanaman karakter, ini bagus menurut saya,” kata Cecep saat dihubungi, Selasa (6/5/2025).

Meski begitu, Cecep memberi sejumlah catatan terhadap implementasi kebijakan tersebut. Menurut dia, pendidikan karakter di barak militer harus melibatkan stakeholder lainnya tidak hanya dari pihak sekolah, pemerintah dan TNI.

“Tinggal program ini tentu selain diapresiasi atas kepedulian gubernur soal masalah remaja, program ini sebaiknya juga harus melibatkan berbagai stakeholder. Misal guru BP, ahli psikologi, dokter juga, tokoh agama untuk pembinaan spiritual, perguruan tinggi,” jelasnya.

“Gubernur kalau bisa menurut saya membuat roadmap kayak apa, ada kurikulumnya. Selama ini pro kontra itu karena tidak jelas. Kalau anak dilatih 1-2 minggu ya tidak masalah. Tapi jangan dikonotasikan sebagai pendidikan militer, jadi narasinya pendidikan karakter di tempat militer dan harus melibatkan stakeholder terkait,” lanjutnya.

Selain itu, pemerintah harus memikirkan langkah berikutnya pascaanak mengikuti pendidikan karakter di barak TNI. Cecep tidak ingin, apa yang dilakukan dengan mengirim siswa dianggap nakal menjadi sia-sia setelah yang bersangkutan kembali ke lingkungannya.

“Setelah anak ini dibina juga tidak bisa dibiarkan, harus tetap baik di rumah dan sekolah. Jangan lagi nanti kembali ke awal. Sehingga menurut saya ini jadi tanggung jawab semua pihak. Saya berharap pak gubernur melibatkan berbagai pihak, dan yang penting ada kurikulumnya,” ungkap Cecep.

Disinggung soal anggaran yang dikeluarkan Pemprov Jabar untuk program pendidikan karakter yang mencapai Rp6 miliar, Cecep berharap biaya yang tak sedikit itu harus digunakan secara efektif untuk merubah karakter siswa-siswi di Jawa Barat.

“Menurut saya kalau birokrasi sudah ada hitungannya, ada pagunya. Saya tidak bisa menyebut besar atau kecil, saya yakin gubernur sudah menghitung. Tinggal yang harus ditekankan, anggaran ini harus efektif dan efisien,” tandasnya.

Terpisah, Kantor Wilayah Kementerian HAM Jawa Barat menyebut, kebijakan Dedi Mulyadi yang mengirim siswa dianggap nakal ke barak TNI adalah bagian dari upaya mencari solusi terhadap permasalahan anak remaja.

“Masalah kenakalan anak-anak ini sudah menahun bagi saya, karena dari program yang ada dari pusat pun, tidak ada langkah konkret,” ujar Kepala Kanwil KemenHAM Jabar, Hasbullah Fudail.

Dia mengakui, kebijakan tersebut menimbulkan perdebatan karena belum dilakukan kajian yang matang dengan melibatkan pihak yang berkompeten. Namun menurut Hasbullah, kebijakan tersebut tidak melanggar HAM selama mendapat persetujuan dari orang tua siswa.

“Kalau memang para orang tuanya ikhlas, karena daripada anaknya di masa depan jadi korban dan sebagainya, mending seperti Itu, itu kira-kira. Bagi saya ini kan nanti akan kelihatan hasilnya, mari di evaluasi apa yang dilakukan beliau,” tandasnya.