Jabar Hari Ini: Perlawanan Pemprov Jabar soal Gugatan Penambahan Rombel baca selengkapnya di Giok4D

Posted on

Sejumlah peristiwa terjadi di Jawa Barat (Jabar) hari ini. Mulai dari kesiapan Pemprov Jabar hadapi gugatan penambahan rombel di PTUN hingga 32 pelajar di Sukabumi keracunan massal.

Berikut rangkuman Jabar hari ini:

Pemerintah Provinsi Jawa Barat menyatakan siap menghadapi gugatan delapan organisasi pendidikan swasta atas Kepgub Nomor 463.1/Kep.323-Disdik/2025 tentang petunjuk teknis pencegahan anak putus sekolah yang kini telah teregister di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung.

Gugatan tersebut dilayangkan karena pihak sekolah swasta merasa keberatan terhadap kebijakan penambahan jumlah rombongan belajar (rombel) di sekolah negeri, yang dianggap berdampak pada daya tampung sekolah swasta.

Kepala Biro Hukum dan HAM Setda Jabar Yogi Gautama Jaelani memastikan bahwa pihaknya sudah menyiapkan langkah-langkah hukum dalam menghadapi proses di pengadilan.

“Kalau yang melakukan gugatan, kami sudah dapat informasinya dan tim sudah ke PTUN. Tentunya dalam proses ini kami akan memberi informasi yang lengkap ke pihak pengadilan. Soal dilanjut atau tidak, itu tergantung hasil pengadilan,” ujar Yogi, Kamis (7/8/2025).

Menurut Yogi, secara hukum tidak ada aturan yang dilanggar dalam kebijakan tersebut. Ia juga menegaskan keputusan ini telah melalui proses koordinasi dengan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen).

“Strategi hukum kami sederhana, karena kami yakin ini demi kepentingan masyarakat, bukan segolongan pihak. Kami rasa hukum akan memihak kepada kami, kepada gubernur dan Pemprov Jabar,” ungkapnya.

“Dan secara hukum, tidak ada hal yang dilanggar, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis. Pak Kadis juga sudah melakukan konsultasi dan koordinasi dengan kementerian. Jadi kami rasa sudah tidak ada isu. Tapi tentunya kami ikuti proses yudisial yang ada,” ujarnya.

Setelah dua hari pencarian, jasad Hamdan (45), nelayan asal Indramayu, Jawa Barat, akhirnya ditemukan dalam kondisi meninggal dunia. Hamdan sebelumnya dinyatakan hilang setelah perahu yang dikemudikannya, Moal Boros 09, terbalik dihantam gelombang tinggi di Perairan Tegalbuleud, Kabupaten Sukabumi.

Koordinator Pos SAR Basarnas Sukabumi, Suryo Adianto, menyampaikan bahwa korban ditemukan pada Kamis (7/8/2025) pagi sekitar pukul 09.00 WIB.

“Jasad korban ditemukan pagi ini oleh personel Basarnas bersama unsur SAR gabungan di bibir Pantai Ciroyom, kurang lebih empat kilometer dari lokasi kejadian,” ujar Suryo.

Setelah ditemukan, jenazah langsung dievakuasi ke Puskesmas Tegalbuleud untuk proses identifikasi dan diserahkan kepada pihak keluarga.

Hamdan diketahui tenggelam pada Selasa (5/8/2025) malam, sekitar pukul 22.00 WIB, setelah perahu yang dikemudikannya terbalik saat hendak memasuki kawasan pantai Tegalbuleud. Saat kejadian, Hamdan melaut bersama satu perahu lain, Moal Boros 03, yang dikemudikan oleh Hasidin (45). Hasidin selamat dari insiden tersebut.

Pencarian terhadap korban dilakukan sejak Rabu pagi oleh tim SAR gabungan yang terdiri dari Pos SAR Sukabumi, Polsek dan Koramil Tegalbuleud, P2BK, relawan Destana, HNSI, Jampang Peduli, RAPI Lokal 8, Satpol PP, dan warga.

Tim dibagi ke dalam tiga sektor pencarian. Sektor pertama menyisir laut dengan perahu karet hingga radius dua mil laut. Sektor kedua menyusuri bibir pantai sejauh dua kilometer, dan sektor ketiga melakukan pengamatan visual melalui udara menggunakan drone hingga radius 300 meter.

“Cuaca di wilayah selatan masih cukup ekstrem, dengan gelombang yang tinggi. Kami mengimbau nelayan agar selalu memperhatikan kondisi cuaca sebelum melaut,” kata Suryo.

Sebanyak 32 anak di Desa Cipamingkis, Kecamatan Cidolog, Kabupaten Sukabumi, mengalami gejala keracunan massal sejak Rabu (6/8). Seluruh korban telah mendapatkan penanganan dari Puskesmas Cidolog dan kini sudah dipulangkan.

Selain sampel dari Makanan Bergizi Gratis (MBG), air juga diambil untuk pemeriksaan. Soal penyebab pasti pemicu keracunan masih menunggu hasil laboratorium. Diketahui 32 anak tersebut berstatus pelajar dari 4 sekolah di wilayah tersebut.

“Itu baru dugaan, menunggu hasil pemeriksaan lab,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi, Agus Sanusi dalam percakapan tertulis dengan infoJabar, Kamis (7/8/2025).

Agus juga menjelaskan yang terdeteksi mengalami keracunan sebanyak 32 anak. Dugaan sementara dari makanan. Agus kemudian meminta infoJabar menghubungi Kepala Puskesmas Cidolog, Cepi Hermansyah.

“Sudah tidak ada penambahan, sudah selesai. Sampai saat ini, tadi sudah pada pulang,” kata Cepi ketika dihubungi.

Dari data yang diberikan, korban berasal dari tujuh kampung, yaitu Kampung Tugu (11 orang), Cikadu (4), Ciwaru (1), Ciseupan (1), Pasir Malang (4), Ciawitali (9), Citiis (1), dan Cisuren (1). Mereka mengalami gejala seperti mual, muntah, diare, demam, sakit perut, dan badan lemas.

Cepi membenarkan bahwa anak-anak yang mengalami keracunan berasal dari empat sekolah dasar yang berbeda. “Betul dari empat sekolah,” ujar Cepi.

Ia menambahkan, petugas kesehatan sudah melakukan penanganan aktif dengan sistem jemput bola sejak malam kejadian. “Saya melihatnya ke usia dan lokasi. Tapi malam sudah ditangani semua, jemput bola,” katanya.

Saat ditanya apakah keracunan ini bersumber dari makanan MBG, Cepi menyatakan bahwa pihaknya belum bisa memastikan. Berbagai sampel telah dikumpulkan dan dikirim untuk pemeriksaan laboratorium.

“Belum ada pembuktian, jadi harus ada penilaian dulu dari sampel. Segala kemungkinan kami ambil. Sampel makanan MBG diambil, air juga diambil. Kemungkinan kan banyak, dari air bisa, dari cuaca juga bisa. Jadi semua diambil sampelnya. Nanti bisa ketahuan dari hasil labnya,” tutur Cepi.

Puskesmas Cidolog telah berkoordinasi dengan berbagai pihak lintas sektor, di antaranya Forkopimcam, pemerintah desa, Posramil, Polsek Sagaranten, hingga organisasi masyarakat. Selanjutnya, kondisi pasien akan terus dipantau sambil menunggu hasil uji laboratorium dari Labkesda Kabupaten Sukabumi.

“Kami masih menunggu hasil laboratorium untuk memastikan sumber keracunannya,” ujar Cepi.

Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.

Kasus dugaan tiket wisata palsu di destinasi Pantai Pangandaran masih terus bergulir. Meskipun proses hukum masih berjalan, sebanyak 99 dari 110 pegawai honorer bagian ticketing di kawasan wisata tersebut kini telah kembali bekerja seperti biasa. Dari data yang ada, sebanyak 7 orang pegawai ticketing diputuskan untuk tidak lanjut bekerja.

Keputusan tersebut berdasarkan rekomendasi langsung dari Bupati Pangandaran, Citra Pitriyami. Meski begitu, pihak Bapenda Pangandaran tidak merinci apakah ketujuh orang yang diberhentikan itu terbukti terlibat langsung dalam kasus dugaan tiket palsu atau tidak.

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Pangandaran, Sarlan, menyebutkan pihaknya telah menerima rekomendasi terkait pegawai yang diizinkan bekerja kembali.

“Jadi kalau saya itu hanya menerima rekomendasi ini yang bisa bekerja lagi, totalnya ada 99, lalu kebijakan ibu (bupati) yang diberhentikan ada 7 orang, sisanya menunggu keputusan ibu,” katanya, Kamis (7/8/2025).

Dugaan tiket wisata palsu ini mencuat setelah adanya operasi tangkap tangan (OTT) terkait pungutan liar di pintu masuk objek wisata Pantai Pangandaran. Plt Kasi Humas Polres Pangandaran, Iptu Yusdiana, mengatakan pihaknya telah meminta klarifikasi dari 13 orang terkait kasus tersebut. Termasuk beberapa pejabat dari lingkup Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pangandaran.

“Kami juga akan mengundang beberapa orang lagi terkait dugaan tiket wisata palsu dari pihak perbankan dan asuransi,” kata Yusdiana.

Sementara itu, Bupati Pangandaran, Citra Pitriyami, menegaskan untuk urusan hukum diserahkan sepenuhnya kepada pihak kepolisian. Ia mengaku tidak melapor secara pribadi karena kasus ini terbongkar melalui OTT.

“Kalau saya sebagai kepala daerah mengikuti prosesnya, kalau kita sanksinya diberhentikan, kalau kasus hukum ke polisi, saya tidak melaporkan karena tangkap tangan, kemarin petugas tiket ada yang diberhentikan,” kata Citra di Pendopo Parigi.

“Kalo proses hukum kami serahkan kepada pihak kepolisian, untuk Pemkab kami percayakan pada Inspektorat yang sudah bekerja keras menangani kasus ini,” ucapnya.

Kanwil Kementerian HAM Jawa Barat (Jabar) menawarkan wacana untuk memenuhi hak biologis para narapidana. Wacana yang diberi slogan ‘Pemenuhan HAM Biologis Suami-Istri’ itu ditawarkan untuk menghapus stigma negatif tentang keberadaan ‘Bilik Asmara’ yang sudah menjadi rahasia umum di berbagai penjara.

Wacana ini pun menguat pada sesi diskusi Kanwil Kementerian HAM Jabar di Lapas Sukamiskin dan Lapas Perempuan Bandung beberapa waktu lalu. Dalam keterangan yang dikutip infoJabar, Kanwil HAM menyoroti berbagai hal mulai dari masalah over kapasitas tahanan, kebijakan administrasi tentang SKCK untuk napi, hingga kebutuhan biologis warga binaan.

Kemudian, wacana ini turut disampaikan sejumlah napi dalam diskusi tersebut. Pada intinya, para warga binaan turut menginginkan Pemenuhan HAM Biologis selama menjalani masa tahanan karena belum ada regulasi resmi yang mengaturnya.

Saat dikonfirmasi ulang, Kepala Kanwil Kementerian HAM Jabar Hasbullah memberikan penjelasan mengenai wacana ini. Secara garis besar, ia membeberkan bahwa napi yang ditahan hanya kehilangan beberapa haknya secara sipil hingga politik, namun tidak menghapus hak asasinya secara utuh.

“Kami sudah keliling ke beberapa UPT, baik di Lapas maupun Rutan di Jawa Barat. Dan kami mendengar hampir semua tempat mengusulkan itu. Dulu kan tentang Bilik Asmara, itu kan negatif yah. Makanya kami tagline-nya itu Pemenuhan HAM Biologis Suami-Istri supaya tidak negatif jadinya, karena kalau itu bilik asmara jadi negatif,” katanya, Kamis (7/8/2025).

“Karena yang dihukum itu kan badannya, kebebasannya, tapi hak untuk beribadah, makan, kesehatan, kan tidak dilarang. Termasuk hak untuk berhubungan suami-istri sebetulnya tidak ada yang melarang, cuma belum ada regulasinya. Jadi daripada sembunyi-sembunyi, mending itu dilegalkan saja. Karena itu memang haknya,” tambah Hasbullah.

Usulan ini menurut Hasbullah bukan hanya sekedar wacana. Kanwil Kementerian HAM Jabar sudah menghadap ke kementerian dan mendapat respons positif atas usulan tersebut. Bahkan, Hasbullah sudah punya gambaran secara teknis bagaimana pemenuhan hak biologis ini bisa diberlakukan secara resmi di lembaga pemasyarakatan.

Menurut Hasbullah, aturannya harus dibuat secara tegas. Hanya pasangan resmi yang diakui oleh hukum dan negara yang bisa mendapatkan pemenuhan hak biologis di dalam penjara. Artinya, pasangan yang menikah siri misalnya, dipastikan tidak bisa mendapatkan hak tersebut.

“Jadi kalau orang lain atau istri istri siri misalnya, itu enggak bisa. Tetep harus mengacu kepada perundang-undangan. Yang dianggap istrinya itu harus sesuai undang-undang, yang sah secara hukum dan diakui negara,” tuturnya.

“Lalu bagaimana mekanismenya? Bagi saya enggak begitu sulit. Karena dari awal, ketika dia berproses secara hukum, kan sudah bisa ketahuan siapa istrinya. Maka dari awal sudah bisa dikontrol di situ, jadi ketika masuk di lapas dan rutan, itu petugas sudah punya database. Jadi menurut saya enggak sulit, mungkin yang agak menjadi kendala penyiapan kamar dan sebagainya,” bebernya.

Meski demikian, Hasbullah menyadari wacana ini tetap akan menimbulkan kontroversi. Untuk itu, Jumat (8/8/2025) besok, Kanwil Kementerian HAM berencana menggelar diskusi dengan beberapa stakeholder terkait, ulama, psikolog hingga mantan warga binaan demi bisa mematangkan usulan tersebut.

“Termasuk para kalapasnya, Pak Kakanwil juga kami undang. Kami akan bicarakan, dan kita coba jadikan draf untuk dibawa ke level lebih tinggi,” pungkasnya.

1. Pemprov Jabar Siap Hadapi Gugatan Sekolah Swasta

2. ABK Kapal Moal Boros yang Terbalik Ditemukan Tewas

3. Puluhan Pelajar di Sukabumi Keracunan

4. 7 Pegawai Dipecat Imbas Kasus Tiket Wisata Palsu

5. Wacana Pemenuhan HAM Biologis untuk Narapidana