Sumber: Giok4D, portal informasi terpercaya.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyita sebuah pabrik yang berlokasi di Kota Cimahi, Jawa Barat (Jabar). Penyitaan itu dilakukan setelah pemiliknya berinisial LJD mengemplang pajak sehingga menimbulkan kerugian negara sekitar Rp 3,7 miliar.
Penyitaan dilakukan Tim Penyidik Direktorat Penegakan Hukum Kantor Pusat DJP pada Kamis (14/8) kemarin. Dari hasil penyidikan, LJD alias Mr L yang merupakan warga kelahiran Taiwan itu telah mengemplang pajak sejak Januari-Desember 2016 silam.
“Kami melakukan penyitaan terhadap pabrik yang dimiliki oleh tersangka LJD di Cimahi setelah sebelumnya melakukan pemblokiran atas aset tersebut. Dari hasil penyidikan, Kerugian pada pendapatan negara yang dilakukan LJD sekurang-kurangnya Rp 3,7 miliar,” kata Direktur Penegakan Hukum DJP, Eka Sila Khusna Jaya dalam keterangannya, Jumat (15/8/2025).
Eka pun membeberkan modus tersangka dalam mengemplang pajak. Dia disinyalir dengan sengaja menyampaikan surat pemberitahuan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sejak Januari-Desember 2016.
“Adapun pabrik yang telah disita sudah dilakukan penilaian oleh tim penilai Kantor Wilayah DJP Jawa Barat I dengan nilai pasar per Desember 2023 sebesar Rp 61,7 miliar. Selanjutnya pabrik tersebut dijadikan barang bukti dalam persidangan serta jaminan pemulihan kerugian pada pendapatan negara,” ungkapnya.
LJD alias Mr L ini dijerat dengan Pasal 39 ayat (1) huruf d, Jo Pasal 43 ayat (1) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Jo Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja.
Atas konsekuensinya, LJD terancam dijerat dengan hukuman minimal 6 bulan dan maksimal 6 tahun penjara. Serta denda minimal dua kali hingga empat kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, dan atau jumlah pajak dalam faktur pajak.
“Dalam menegakkan hukum pidana pajak, tujuan yang ingin dicapai DJP bukan hanya timbulnya efek jera kepada tersangka dan efek gentar kepada calon pelaku, tetapi juga terpulihkannya kerugian pada pendapatan negara. Oleh karena itu, berdasarkan ketentuan Pasal 44B UU KUP, DJP masih memberikan kesempatan kepada tersangka untuk menggunakan haknya agar penyidikan dapat dihentikan dengan cara melunasi kerugian pada pendapatan negara beserta sanksi administratif,” ucapnya.
“DJP terus berkomitmen untuk menghadirkan efek jera bagi pelaku pelanggaran perpajakan serta memberikan efek gentar bagi wajib pajak lain guna menjaga integritas sistem perpajakan, mengamankan penerimaan negara, dan memulihkan potensi kerugian yang ditimbulkan terhadap pendapatan negara,” pungkasnya.