Kejaksaan Negeri (Kejari) menetapkan Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Adil Prayitno sebagai tersangka utama dalam kasus dugaan korupsi proyek peningkatan jalan lingkungan dan drainase yang bersumber dari Bantuan Keuangan Khusus (BKK) tahun anggaran 2024. Tak tanggung-tanggung, negara diperkirakan mengalami kerugian hingga Rp2,6 miliar akibat kasus ini.
Kepala Kejari Kabupaten Cirebon, Yudhi Kurniawan menyebutkan, selain Adil, pihaknya juga telah menetapkan enam orang lainnya sebagai tersangka. Mereka adalah DT (pengendali kegiatan), SW (pengendali pengawasan), serta OK, C, LM, dan T yang turut terlibat dalam proyek bermasalah tersebut.
“Para tersangka kami tahan untuk 20 hari ke depan di Rutan Kelas 1 Cirebon, mulai tanggal 28 Mei 2025. Bukti-bukti yang kami miliki sudah cukup kuat untuk menjerat mereka dengan dugaan tindak pidana korupsi,” ungkap Yudhi.
Dalam kasus ini, Adil tidak hanya berperan sebagai kepala dinas, tetapi juga merangkap sebagai Pengguna Anggaran (PA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Berdasarkan hasil penyidikan, proyek digelar di Kecamatan Lemahabang hanya dikerjakan sekitar 20,6 persen dari total kontrak. Sementara proyek di Kecamatan Losari hanya terlaksana sekitar 9,5 persen. Bahkan, pelaksanaan proyek tersebut menggunakan perusahaan kontraktor ‘pinjaman’, alias meminjam bendera.
“Modusnya cukup klasik, pekerjaan diterima tetapi tidak dilaksanakan secara penuh, bahkan sebagian besar fiktif. Di Lemahabang, pekerjaan tidak dilaksanakan sebesar 79,4 persen, dan di Losari mencapai 90,5 persen,” ucap Yudhi.
Adapun nilai kontrak proyek di Kecamatan Lemahabang mencapai Rp1,8 miliar. Sementara proyek di Losari mencatat kerugian negara sebesar Rp1,3 miliar. Total kerugian negara dari dua proyek ini mencapai Rp2,6 miliar.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 dan/atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001. Mereka terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara hingga hukuman seumur hidup.
“Kami menegaskan bahwa penyidikan akan terus dikembangkan untuk menelusuri kemungkinan adanya pihak lain yang turut terlibat serta aliran dana korupsi dari proyek tersebut,” pungkasnya.