Temuan Harta Karun Senilai Rp 720 Miliar di Perairan Cirebon

Posted on

Pada suatu pagi di tahun 2003, perairan Cirebon yang biasanya tenang mendadak menjadi saksi bisu dari awal sebuah penemuan besar. Tak ada yang menyangka, para nelayan tradisional menemukan lebih dari sekadar ikan. Mereka menemukan sejarah berupa harta karun yang nilainya fantastis.

Nelayan yang menemukan harta karun itu pertama kali merasakan hal aneh ketika jaring yang mereka tebar untuk menangkap ikan di laut dengan kedalaman sekitar 50 meter, tiba-tiba tersangkut. Dengan sekuat tenaga, nelayan ini menarik jaring.

Saat jaring berhasil diangkat, bukan hanya ikan yang mereka dapat. Mereka juga menemukan keramik kuno. Temuan itu segera menyebar dari mulut ke mulut. Dari situlah, sejarah penemuan harta karun di laut Cirebon dimulai.

Kabar temuan harta karun turut tercatat oleh UNESCO. Penemuan harta karun itu kemudian dikenal sebagai The Cirebon Shipwreck, yang diyakini sebagai lokasi karamnya kapal dagang kuno yang membawa ribuan artefak lintas budaya.

“Pada tahun 2003, nelayan setempat menangkap keramik Cina di jaring ikan mereka di Laut Jawa Utara, Indonesia. Benda-benda ini merupakan bagian dari bangkai kapal yang dikenal sebagai bangkai kapal Cirebon yang tenggelam di Laut Jawa pada pergantian milenium pertama,” tulis Unesco di laman mereka dikutip infoJabar, Minggu (5/7/2025).

“Kapal dagang tersebut mengekspor sejumlah besar Yue yao (barang pecah belah Yue), porselen Cina yang diproduksi di wilayah kuno Yue, khususnya kendi Yue dengan perut buncit, mangkuk, piring, dan pembakar dupa, serta patung burung, rusa, dan unicorn. Beberapa keramik yang ditemukan kemungkinan digunakan sebagai persembahan keagamaan,” lanjut keterangan UNESCO.

Untuk mengevakuasi temuan itu, pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Cosmix Underwater Research Ltd, sebuah perusahaan eksplorasi bawah laut. Operasi penyelaman dilakukan selama hampir dua tahun, dari 2004 hingga 2006.

Sekitar 271 ribu artefak dari Tiongkok yang berasal dari masa Dinasti Liao di abad ke-11 seperti keramik-keramik, kristal, permata dan emas berhasil diangkat. Menurut laporan resmi, nilai keseluruhan temuan diperkirakan mencapai Rp 720 miliar dan disebut sebagai penemuan harta karun terbesar Asia Tenggara.

Setelah lebih dari dua dekade berlalu, Chaidir S. Susilaningrat yang merupakan pemerhati kebudayaan Cirebon masih ingat betul momen itu.

“Yang saya ingat ya, karena itu kejadian tahun 2003, saat itu saya masih tugas di Pemkab Cirebon dan waktu itu memang ramai ada penemuan harta karun dari kapal yang tenggelam di perairan Cirebon,” kenang Chaidir saat dihubungi.

“Itu dari abad ke-11, itu katanya pada masa Dinasti Liao di Tiongkok. Yang ditemukan itu macam-macam, ada keramik, rubi, sampai permata. Nilainya ratusan miliar,” sambungnya.

Yang menarik kata Chaidir, penemuan itu berawal dari sesuatu yang tak disengaja. Namun sayangnya kata dia, tidak ada yang tahu siapa sosok nelayan yang pertama kali menemukan harta karun tersebut.

“Saya juga bertanya-tanya, nelayan yang menemukan dapat apa? Tapi tidak tahu identitasnya, saya pikir nelayan itu berjasa memberikan petunjuk awal,” katanya.

Bagi Chaidir, temuan 2003 itu hanya permukaan dari sejarah panjang jalur laut di wilayah Cirebon. Sebagai pegiat sejarah dan budaya, ia telah lama tertarik mempelajari jejak-jejak kapal tenggelam di wilayahnya.

“Memang kemudian saya mempelajari, karena saya hobi mempelajari sejarah Cirebon, ternyata di perairan Cirebon itu ratusan kapal yang tenggelam, tidak hanya puluhan tapi ratusan,” ungkapnya.

Mengapa begitu banyak kapal karam di laut Cirebon? Chaidir tak bisa menjawab pasti. Namun kemungkinan besar, kapal-kapal itu karam karena terlibat peperangan.

“Saya juga nggak ngerti kenapa ratusan kapal tenggelam di situ. Apakah karena pertempuran? Kalah karena gelombang laut? Rasanya tidak mungkin, karena Pantai Utara gelombangnya relatif lebih kecil dari pantai selatan,” terangnya.

Pertanyaan-pertanyaan itu, menurutnya, hingga kini masih dikaji oleh banyak pihak, termasuk dari luar negeri. Bahkan, kata Chaidir, sempat ada rencana besar.

“Sampai hari ini kapal-kapal yang tenggelam di Cirebon masih jadi kajian dari berbagai pihak. Terakhir ada kunjungan dari Tiongkok yang merencanakan akan mengangkat salah satu kapal, dijadikan tempat wisata. Ini masih wacana ya, dan pernah dilakukan pemerintah Tiongkok kalau nggak salah di Vietnam,” tutur Chaidir.

Bagi masyarakat Cirebon, kata Chaidir, temuan-temuan seperti ini menjadi penting. Bukan sekadar untuk kepentingan sejarah, tapi juga sebagai potensi wisata budaya dan edukasi.

“Kita di Cirebon berharap banyak, karena andalannya memang wisata budaya dan sejarah-ada keraton, ada pelabuhan tua, dan tentu saja potensi maritim seperti ini,” kata Chaidir.

Penemuan tahun 2003 itu, lanjutnya, menjadi temuan harta karun kapal karam terbesar. Namun, ia berharap itu bukan yang terakhir.

“Pertama dan terakhir ya sementara ini, sebelumnya belum ada penemuan. Mudah-mudahan tidak terakhir, mudah-mudahan ke depan bisa ditemukan lagi kapal yang jumlahnya sekitar 200-an lebih bangkai kapal,” tandasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *