Serangan ular berbisa masih menjadi ‘monster’ menakutkan bagi warga Kabupaten Karawang. Dari Januari hingga Juli saja telah ada 66 kasus gigitan ular di Kabupaten Karawang.
“Sepanjang tahun 2025 ini, terjadi sebanyak 66 kasus gigitan ular, itu menimpa warga terutama di wilayah selatan Karawang seperti Kecamatan Tegalwaru dan Pangkalan, karena kondisi geografis di sana masih hutan dan pegunungan,” ujar Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang Yayuk Sri Rahayu, saat dihubungi infoJabar, Kamis (17/7/2025).
Dari puluhan kasus tersebut, kata Yayu, dua orang dinyatakan meninggal. Sementara sisanya berhasil diselamatkan.
“Dua orang tak tertolong, karena memang usianya sudah lanjut sehingga kondisi tubuhnya juga lemah. Yang lainnya tertolong karena penyelamatan juga cepat sesuai prosedur,” kata dia.
Gigitan ular berbisa memang bisa mematikan. Karena bisa ular berefek hematotoksik atau pembekuan darah dan neurotoksik yang dapat menyerang sistem saraf manusia.
“Efek utama dari bisa ular itu, hematotoksik dan neurotoksik, nah kalau ini tidak ditangani dengan cepat, bisa menyebabkan kritis bahkan meninggal. Oleh sebab itu kecepatan dan prosedur yang tepat dan pengobatan gigitan ular itu yang paling berpengaruh pada pertolongan,” ucapnya.
Menurutnya, saat ini warga masih banyak yang salah saat melakukan pertolongan pertama terhadap korban gigitan ular berbisa. Salahnya penanganan justru bisa berakibat fatal terhadap korban.
“Masih banyak tindakan salah yang dilakukan secara tradisional seperti mengikat erat bagian tubuh yang tergigit ular. Sebetulnya ini tindakan kurang tepat. Justru yang disarankan adalah melakukan fiksasi atau imobilisasi dengan penyangga bagian tubuh yang terkena gigitan ular, kemudian segera membawa korban ke puskesmas atau rumah sakit terdekat,” ungkap Yayuk.
Di antara korban yang tergigit ular berbisa, dapat mengalami kehilangan kesadaran selama beberapa jam. Namun, kata Yayuk, dengan penanganan yang tepat, kondisi korban akan pulih.
“Kami juga mengimbau supaya masyarakat yang berkegiatan di hutan atau kebun yang menjadi habitat ular berbisa agar menggunakan alat pelindung diri yang setidaknya bisa meminimalisir gigitan, seperti sepatu booth,” ucapnya.
Sementara itu, Pembina Yayasan Sanggabuana Conservation Foundation Bernard Triwinarta Wahyu Wiryanta juga membenarkan bahwa wilayah Karawang selatan masih terdapat banyak ular, karena kondisi hutan.
“Hutan memang menyediakan banyak tempat persembunyian bagi ular seperti batang pohon tumbang, lubang di tanah, dan tumbuhan yang lebat, itu sebabnya masih banyak ular di Karawang selatan khususnya Pegunungan Sanggabuana ini,” kata Bernard.
Dijelaskan Bernard, ular juga dapat masuk ke lingkungan manusia, terutama jika ada sumber makanan seperti tikus atau bahkan jika habitat alaminya terganggu.
“Penting untuk diingat bahwa meskipun ular mungkin tampak menakutkan, mereka memainkan peran penting dalam ekosistem, membantu mengendalikan populasi hewan pengerat dan menjaga keseimbangan alam,” pungkasnya.