Dalam waktu dekat, masyarakat akan dapat mengakses berbagai file artefak sejarah Nusantara dalam bentuk digital. Ribuan file tersebut disimpan di portal web Gapura.org, yang dibuat oleh Pusat Studi Sunda bekerja sama dengan berbagai pihak.
Di dalamnya terdapat sejumlah kategorisasi file yang bisa diakses. Mulai dari kumpulan scan halaman koran dari berbagai periode waktu, aneka buku, lukisan, foto-foto bersejarah, peta, hingga berbagai informasi mengenai sosok-sosok dan organisasi yang berpengaruh di Indonesia.
Isi dari portal web Gapura, yang merupakan singkatan dari Gala Pustaka Nusantara, masih akan terus ditambah. Ketua Dewan Pembina Pusat Studi Sunda Ganjar Kurnia mengatakan selama ini banyak kendala yang dihadapi sejarawan dalam mengakses artefak sejarah dari masa waktu lampau.
“Seperti buku-buku dari tahun 1970-an saja sudah banyak yang rusak, kaset-kaset dan piringan hitam juga sulit diakses,” ungkap Ganjar dalam peluncuran Gapura.org di Perpustakaan Ajip Rosidi, Kota Bandung, Senin (28/4/2025).
Oleh karenanya, ia mengatakan, Pusat Studi Sunda bekerja sama dengan sejumlah pihak beruapa merestorasi bukti-bukti sejarah tersebut untuk kemudian dihadirkan dalam versi yang lebih mudah dijamah masyarakat.
“Gapura ini berisi berbagai literasi dalam Bahasa Indonesia, (artefak sejarah) akan dikumpulkan, di-digitalisasi, lalu kami kembalikan ke masyarakat,” jelasnya.
Meski berfokus pada studi dan pengembangan budaya Sunda, Ganjar mengatakan Pusat Studi Sunda meluncurkan Gapura dalam Bahasa Indonesia. Tujuannya agar lebih dapat dijangkau khalayak luas.
“Istilahnya, inilah kontribusi Sunda untuk Indonesia. Kang Ajip Rosidi (budayawan dan pendiri Pusat Studi Sunda) kiprahnya tidak hanya di Sunda, tetapi juga Indonesia dan internasional,” terang Ganjar.
Mengingat kondisi banyak artefak sejarah yang berada dalam keadaan rusak dan sulit diakses, Ganjar mengatakan upaya digitalisasi menjadi hal krusial.
“Ini adalah upaya menyelamatkan ciri-ciri peradaban dan artefak kebudayaan kita yang sangat banyak. Kita sedang berburu dengan waktu,” jelasnya.
Ganjar mengatakan, selain portal web, pihaknya juga saat ini tengah mengembangkan penulisan buku Ensiklopedia Sastra Indonesia dan Ensiklopedia Sastra Sunda.
Dua orang yang berfokus pada kebudayaan Sunda, yakni Rahmat Taufik Hidayat dan Teddi Muhtadin dari Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Padjadjaran akan diberangkatkan ke Belanda. Tujuannya adalah untuk mencari lebih banyak dokumen-dokumen sejarah, khususnya tentang Sunda, yang tidak dapat ditemukan di Indonesia.
“Ada beberapa bagian dari sastra Sunda yang tidak kita miliki di sini, sebagian kita cari di sana. Banyak juga tulisan-tulisan mengenai Sunda dalam bahasa Belanda. Ada penelitian-penelitian orang-orang Belanda, ada wawangsalan yang tidak ada di sini, kita cari di sana,” pungkasnya.
Ditemui dalam kesempatan yang sama, Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon mengapresiasi upaya digitalisasi artefak sejarah yang dilakukan. Ia mengatakan pihaknya akan mendukung inisiasi-inisiasi yang mendukung kemajuan budaya.
“Ini adalah bukti komitmen dalam memajukan kebudayaan, termasuk kelestarian pengembangan kebudayaan. Budaya Indonesia adalah mega diversity harus jadi aset nasional,” ungkapnya.
“Kami di Kementerian Kebudayaan banyak mendukung inisiatif seperti ini, membangun kantong-kantong budaya untuk percepatan kemajuan kebudayaan,” lanjutnya.