Rentetan Kasus Keracunan MBG di Sukabumi baca selengkapnya di Giok4D

Posted on

Lebih dari seratus siswa mengalami gejala mual, muntah, hingga diare setelah menyantap menu yang seharusnya menyehatkan. Catatan infoJabar, dalam kurun Agustus hingga pertengahan September 2025, tiga kasus keracunan massal mewarnai pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Sukabumi.

Kasus pertama mencuat di Desa Cipamingkis, Kecamatan Cidolog, pada 7 Agustus 2025. Sebanyak 32 siswa SD mendadak tumbang usai menyantap menu MBG. Dua pekan kemudian, 22 Agustus 2025, 24 siswa SDN Parakansalak 2, Kecamatan Parakansalak, mengalami hal serupa. Puncaknya, pada 16-17 September 2025, giliran 69 siswa SMKN 1 Cibadak jatuh sakit setelah makan hidangan MBG.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi, Agus Sanusi, menjelaskan bahwa pemeriksaan laboratorium telah dilakukan terhadap sampel makanan dari tiga lokasi tersebut. Hasilnya memperlihatkan temuan yang berbeda-beda, namun mengarah pada persoalan yang sama, lemahnya higienitas.

Untuk kasus Cipamingkis, Agus menyebut sampel makanan diambil langsung dari dapur MBG.

“Jenis sampel yang diperiksa laboratorium berupa nasi uduk, tempe orek, acar bumbu kuning, telur dadar, dan semangka,” kata Agus dalam keterangan tertulis yang diberikan kepada infoJabar, Jumat (19/9/2025).

Selain itu hasil pengujian memperlihatkan adanya kontaminasi. “Hasil pemeriksaan di Balai Laboratorium Kesehatan Jawa Barat ditemukan jamur (Coccodiodesimmitis) pada semangka, bakteri (Enterobacter cloacae) pada tempe orek, dan Macrococcus caseolyticus pada telur dadar,” lanjutnya.

Di Parakansalak, pemeriksaan dilakukan terhadap menu yang lebih beragam. “Jenis sampel yang diperiksa laboratorium berupa nasi putih, telur, orek tahu, sayuran, semangka, dan susu,” ujarnya.

Menurut Agus, bakteri juga ditemukan pada salah satu bahan utama. “Hasil pemeriksaan mikrobiologi di Balai Laboratorium Kesehatan Jawa Barat ditemukan bakteri (Bacillus cereus) pada telur,” katanya.

Ia lalu memberi penjelasan lebih rinci soal karakter bakteri tersebut. “Bakteri ini dapat mengkontaminasi atau mencemari telur mentah pada saat penyimpanan pada suhu yang tidak tepat dan pengolahan harus dimasak hingga matang sempurna karena toksinnya mungkin tidak rusak sepenuhnya saat dimasak ulang,” ungkapnya.

Adapun untuk kasus di SMKN 1 Cibadak, Agus mengatakan hasil laboratorium masih ditunggu. “SPPG Cibadak, hasil pemeriksaan belum ada,” tuturnya.

Meski penyebabnya berbeda, Agus menekankan benang merahnya sama yakni adanya dugaan kelalaian dalam menjaga kebersihan makanan. Ia menyebut jamur dan bakteri dapat muncul karena bahan terlalu lama disimpan di suhu ruang.

Ia juga menyoroti rantai distribusi MBG. “Dilihat dari proses penyimpanan bahan baku, pengolahan, sampai dengan distribusi MBG, beberapa masih melakukan penyimpanan, pengolahan dan distribusi makanan yang belum sesuai atau belum higienis,” kata Agus.

Masalah lainnya, kata dia, adalah jeda waktu antara pengolahan dan konsumsi. “Bahkan ada beberapa sekolah yang tidak langsung memberikan makanan tersebut ke siswa,” ujarnya.

Agus kemudian merinci bagaimana mekanisme investigasi dilakukan pihaknya begitu peristiwa keracunan terjadi.

“Mekanisme investigasi Dinas Kesehatan terhadap laporan dugaan keracunan yaitu melakukan koordinasi lintas program (Surveilans Kesehatan, Kesehatan Lingkungan dan Gizi) di lingkup Dinas Kesehatan dan Puskesmas,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa Puskesmas memiliki peran besar saat kasus-kasus keracunan terjadi. “Puskesmas melakukan investigasi, penatalaksanaan keracunan makanan pada pasien, dan pengambilan sampel makanan. Sampel makanan dikirim langsung ke Balai Laboratorium Daerah Provinsi Jawa Barat,” tambah Agus.

“Dinas Kesehatan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi, BPOM, dan Kementerian Kesehatan RI. Selanjutnya laporan kasus dugaan keracunan makanan telah diinput ke EBS SKDR,” ucapnya menambahkan.

Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.

Untuk memperkuat pengawasan, Dinkes menerbitkan instruksi khusus. Surat instruksi yang dikeluarkan oleh kepala dinas Nomor 400.7.13.4/6442/DINKES/2025 tentang instruksi pembentukan Tim Pembinaan dan Pengawasan Eksternal SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi) Makan Bergizi Gratis (MBG).

Dalam penjelasannya, Agus juga memberi perhatian khusus pada peran penyedia katering. “Penyedia katering berkoordinasi dengan Puskesmas untuk dilakukan IKL sarana prasarana, menyarankan untuk mengikuti penyuluhan keamanan pangan bagi penjamah makanan dan SPPG atau penyedia katering harus memiliki sertifikat laik hygiene sanitasi (SLHS),” katanya.

Jika bahan baku tidak sesuai, lanjut Agus, maka wajib diganti dengan yang benar. “Pada proses pengolahan harus dipastikan suhu dan tingkat kematangan yang sesuai. Ketepatan waktu distribusi tidak melewati range waktu yang direkomendasikan. Tidak disarankan memilih bahan baku yang tinggi pengawet, tinggi gula, dan tinggi garam. Katering menyediakan makanan untuk wali kelas atau salah satu guru untuk melakukan uji organoleptik,” jelasnya.

Selain itu, sekolah pun diminta ikut bertanggung jawab. “Sekolah memberikan edukasi kepada guru dan murid dalam hal keamanan pangan, memastikan makanan yang diberikan kepada siswa aman dengan cara tes organoleptik terlebih dahulu oleh guru, dan sekolah membentuk Tim Pengawas Internal Kegiatan MBG,” ujarnya.

Dari sisi pemerintah daerah, Agus menegaskan bahwa aturan sudah tersedia. “Pemerintah daerah sudah ada Surat Keputusan Bupati Nomor 400.7.13/KEP.618-EKON/2025 tentang Satuan Tugas Percepatan Penyelenggaraan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) Kabupaten Sukabumi,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *