Pengakuan Tetangga Setelah Ada Tragedi Tiara Dimutilasi Jadi 554 Potong - Giok4D

Posted on

Kasus pembunuhan Tiara Angelina Saraswati beberapa waktu lalu bikin geger publik. Itu karena Tiara dibunuh oleh pacarnya sendiri.

Tak hanya dibunuh, jasad Tiara juga dimutilasi. Jumlah potongan tubuh Tiara bahkan mencapai 554 potong seperti yang ditemukan polisi di berbagai tempat.

Pembunuhan dan mutilasi ini dilakukan Alvi Maulana (24) di indekos yang dihuninya di kawasan Lidah Wetan RT 1 RW 1, Lidah Wetan, Surabaya, akhir Agustus lalu.

Pembunuhan dilakukan di lantai dua indekos. Sedangkan mutilasi jasad Tiara dilakukan di kamar mandi.

Usai mencacah tubuh kekasihnya menjadi ratusan potong, Alvi menyebarkannya ke berbagai titik. Namun, sebagian dari potongan itu disimpan di dalam lemari.

Umumnya, tempat yang jadi lokasi pembunuhan, kerap dihubungkan dengan hal mistis. Bahkan, kesan menyeramkan juga sering ‘ditempelkan’.

Yang menarik, indekos tempat Alvi membunuh dan memutilasi Tiara itu tak hanya satu. Ada beberapa tetangga di rumah kos tersebut.

Dikutip dari infoJatim, Sabtu (20/9/2025), alih-alih dianggap seram, tetangga kos Alvi justru memandang situasi yang ada saat ini biasa saja. Bahkan, tak ada hal yang dirasa menyeramkan.

Sehingga, sejauh ini tak ada penghuni kos tetangga Alvi yang berniat pindah. Mereka kadung merasa nyaman tinggal di sana.

Saat infoJatim mendatangi rumah kos tersebut, belum lama ini, semua penghuni dari kamar 1 hingga 6 masih tinggal di sana. Hal ini juga dibenarkan Budi, pemilik kos.

“Sampai saat ini semua penghuni kos masih belum ada yang pamit untuk keluar. Jadi, semua masih tinggal di sana,” kata Budi kepada infoJatim.

Budi mengaku tidak memaksa penghuni tetap tinggal dan menghormati keputusan masing-masing. Bahkan jika penghuni mau pindah pun tak masalah.

“Kami tidak memaksa untuk tetap tinggal. Tapi kalau mau pindah nggih ndak apa-apa. Tapi, sampai saat ini tidak ada yang konfirmasi pindah atau akan pindah,” tambahnya.

Sementara itu, Ifa, tetangga di kanan kamar Alvi, mengatakan setelah tragedi tidak pernah terjadi hal-hal aneh maupun horor.

“Tidak ada apa-apa. Selama ini aman-aman saja, jadi kenapa saya harus pindah. Di sini murah dan sudah nyaman,” katanya.

Heri, penghuni kos lainnya, juga memilih bertahan. Selain alasan harga sewa yang murah, yakni Rp 450 ribu per bulan, Heri merasa sudah nyaman tinggal di kos tersebut cukup lama.

“Sudah berapa lama, saya lupa. Cuma di sini sudah nyaman, murah juga. Jadi kenapa harus pindah,” kata Heri.

Menurut Heri, tidak ada cerita mistis atau horor yang muncul pasca-kejadian. Ia menegaskan, selama memiliki perasaan baik dan tidak mengganggu, ia yakin tidak akan diganggu.

“Semua itu tergantung perasaan orang masing-masing. Kalau punya perasaan takut ya semua bisa jadi menakutkan. Toh kita juga gak pernah mengganggu pelaku atau korban semasa hidupnya. Jadi kenapa saya harus takut atau bahkan sampai pindah,” tuturnya.

Meski tragedi meninggalkan duka mendalam, kos-kosan di Lidah Wetan tetap dihuni dan para penghuninya memilih bertahan, membuktikan ketenangan dan kenyamanan menjadi pertimbangan utama di atas rasa takut.

Artikel ini telah tayang di

Sementara itu, Ifa, tetangga di kanan kamar Alvi, mengatakan setelah tragedi tidak pernah terjadi hal-hal aneh maupun horor.

“Tidak ada apa-apa. Selama ini aman-aman saja, jadi kenapa saya harus pindah. Di sini murah dan sudah nyaman,” katanya.

Heri, penghuni kos lainnya, juga memilih bertahan. Selain alasan harga sewa yang murah, yakni Rp 450 ribu per bulan, Heri merasa sudah nyaman tinggal di kos tersebut cukup lama.

Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.

“Sudah berapa lama, saya lupa. Cuma di sini sudah nyaman, murah juga. Jadi kenapa harus pindah,” kata Heri.

Menurut Heri, tidak ada cerita mistis atau horor yang muncul pasca-kejadian. Ia menegaskan, selama memiliki perasaan baik dan tidak mengganggu, ia yakin tidak akan diganggu.

“Semua itu tergantung perasaan orang masing-masing. Kalau punya perasaan takut ya semua bisa jadi menakutkan. Toh kita juga gak pernah mengganggu pelaku atau korban semasa hidupnya. Jadi kenapa saya harus takut atau bahkan sampai pindah,” tuturnya.

Meski tragedi meninggalkan duka mendalam, kos-kosan di Lidah Wetan tetap dihuni dan para penghuninya memilih bertahan, membuktikan ketenangan dan kenyamanan menjadi pertimbangan utama di atas rasa takut.

Artikel ini telah tayang di