Orang Tua Resah, Fortusis Kritik Jam Masuk Sekolah Pukul 06.30 WIB

Posted on

Forum Orang Tua Siswa (Fortusis) Jawa Barat menyampaikan keberatannya terhadap kebijakan jam masuk sekolah pukul 06.30 WIB yang akan diberlakukan mulai 14 Juli 2025. Mereka menilai kebijakan ini tidak hanya mengganggu ritme kehidupan keluarga, tetapi juga dibuat tanpa kajian akademik yang jelas.

Ketua Fortusis Jabar Dwi Subianto menuturkan bahwa banyak orang tua merasa kaget dan resah atas kebijakan baru tersebut. Menurutnya, perubahan jadwal ini berpotensi memicu konflik dalam rumah tangga karena mengganggu pola aktivitas pagi yang telah terbentuk selama bertahun-tahun.

“Zona nyaman orang tua terganggu kembali. Misalnya orang tua sudah berkomitmen bersama berangkat bareng, nganter ibu, nganter anak, si bapak berangkat kerja. Dengan berubahnya ini mau nggak mau ayahnya berantem sama istrinya karena harus masak lebih pagi. Kan terganggu jadi zona nyaman yang sudah bertahun-tahun. Keluhannya soal itu,” ujar Dwi, Rabu (9/7/2025).

Keluhan yang paling banyak disampaikan para orang tua, menurut Dwi, datang dari para ibu yang merasa waktu pagi mereka semakin sempit. “Dari pagi tadi ibu-ibu banyak yang ngeluh, gimana nggak bisa disiangin lagi masuknya. Harusnya ada evaluasi,” ungkapnya.

Selain menyoroti dampak sosial dalam keluarga, Fortusis juga mempertanyakan dasar pengambilan keputusan kebijakan tersebut. Dwi menyebut Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi telah bertindak melampaui kewenangannya karena mengatur hal-hal yang bukan menjadi domain pemerintah provinsi.

“Yang jadi kewenangan provinsi kan SMA. Tapi Pak Gubernur offside, kewenangan bupati diambil, SD dan SMP itu kan kewenangan bupati dan wali kota,” tegasnya.

Ia menilai keputusan gubernur ini lebih berdasarkan intuisi dan preferensi pribadi ketimbang hasil kajian ilmiah. Fortusis pun mendesak agar kebijakan ini dievaluasi ulang dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk orang tua, guru, dan pakar pendidikan.

“Pak Gubernur hanya intuisi ya, politisi boleh begitu tapi harus ada tim yang profesional, hasil kajian, temuan. Ini yang selalu argumentasinya tidak akademik, hanya suka dan tidak suka,” tutup Dwi.