Dapur Sawargi Bakery, tak hanya menjadi sekedar usaha keluarga untuk Nia Kurniawati. Lebih dari itu, setiap adonan roti yang diolah, ada mimpi yang dijaga meski zaman telah banyak berubah.
Sawargi Bakery merupakan perusahaan roti rumahan yang telah bertahan hingga tiga generasi. Lokasinya berada di kawasan Sentra Roti Gang Babakan Rahayu, Jalan Raya Kopo, Kelurahan Babakan Asih, Kecamatan Bojong Loa Kaler, Kota Bandung.
Dalam perbincangannya dengan infoJabar belum lama ini, Nia Kurniawati yang merupakan generasi ketiga Sawargi Bakery, bercerita bagaimana usaha itu telah banyak membantu kondisi perekonomian keluarganya. Ia bahkan sudah akrab dengan hiruk-pikuk dapur pengolahan roti sejak usianya masih di bangku SD.
“Tapi pas kecil mah enggak ngerti ini tuh usaha apa, jadi sambil main-main aja. Baru pas SMP, akhirnya ikut bantuin bungkusin sama mamah,” kata Nia mengawali perbincangannya.
Perempuan berkerudung ungu yang merupakan anak ketiga dari lima bersaudara itu pun perlahan baru menyadari bagaimana pengaruh besar dari usaha rumahan Sawargi Bakery. Hingga saat usianya sudah menginjak bangku kuliah, ia terdorong untuk terus mempertahankan usaha dari keluarganya.
Padahal, saat masih kecil, Nia Kurniawati tak ubahnya anak-anak di usianya saat itu. Ia sempat merasa cemburu dengan kawan sebayanya karena orang tuanya tidak pernah punya waktu bermain dan cenderung sibuk mengurus Sawargi Bakery.
“Jadi pas udah dewasa, oh iya, roti tuhberharga banget buat kehidupan kita. Mamah sama papah sampai bisa nguliahin anak-anaknya, keinginan anak-anaknya, sangat berpengaruh banget. Makanya aku turut berkecimpung bantuin mamah, karena hidup kita tuh di sini. Jadi enggak apalah kalau libur cuman sedikit, da memang ini mata pencaharian orang tua kita,” cerita Nia Kurniawati.
Dari luar, Sawargi Bakery mungkin hanya terlihat seperti usaha roti rumahan biasa. Tapi begitu melangkah masuk ke dapur pengolahannya, setiap adonan yang dibuat terasa seperti bagian dari mimpi yang enggan dibiarkan berlalu begitu saja.
Selama ini, Sawargi Bakery menjual olahan roti kopyor dan roti kasur. Pelanggannya pun konsisten dipertahankan yakni kepada pedagang di pasar tradisional, atau pengecer yang datang untuk memesan.
Pelanggannya bahkan ada yang puluhan tahun bertahan. Sehingga, Nia dan keluarganya memutuskan untuk tetap bertahan di lokasi pabrik saat ini, meskipun keberadaannya sulit dijangkau karena berada di kawasan gang.
“Awalnya kan pabriknya cuma di satu rumah, terus beli rumah lagi satu, beli rumah lagi sampe segede ini. Dan mamah enggak kepikiran pindah pabrik, karena kalau kata orang tua dulu mah bawa hoki,” ucapnya.
Di kondisi sekarang, Nia menyadari omzet Sawargi Bakery sudah mengalami penurunan. Meski demikian, ia dan keluarganya tetap percaya usaha itu harus dipertahankan karena ikut membantu perekonomian banyak orang, terutama yang berkecimpung di kalangan pasar tradisional.
“Dari dari awal, almarhum bapak itu pernah bilang kita bikin roti itu untuk kalangan kelas menengah ke bawah. Jadi kalau misalkan bikin roti yang bentuknya semakin rumit, penjualan tuhsemakin susah. Makanya bapak mah bikin yang sesimpel mungkin, yang penting laku dan banyak, gitu kata bapak,” tuturnya.
“Waktu dulu kita pernah inovasi, pak, bikin gini-gini bentuknya. Kata bapakriweuh ah, enggak bakal payu. Mending simpel, tapi laku banyak. Karena kita ngejar pasar tradisional,” kenang obrolan Nia dengan mendiang ayahnya.
Namun, Nia dan keluarganya tetap punya mimpi yang masih mereka jaga. Mereka punya ambisi membuka cabang Sawargi Bakery di wilayah lain, terutama di luar Jawa Barat, agar usaha tersebut bisa terus berkembang.
“Karena pesan bapak tuh, kalian boleh bisnis apapun, tapi jangan pernah tinggalin pabrik ini.Pabrik ini kelola sama kalian semua, jangan sampai berhenti, jangan ditinggalin kalau bisa kembangin lagi,” katanya.
“Dan aku tuh punya cita-cita pengen bikin pabrik di kota-kota lain. Mudah-mudahan, itu lagi dicoba. Karena pesan bapak tadi, jangan pernah tinggalin pabrik ini,” tutup Nia mengakhiri perbincangannya dengan infoJabar.