Bandung Zoo mendadak tutup pada Kamis (3/7/2025), membuat para pengunjung, termasuk rombongan TK dan wisatawan dari luar kota, terpaksa memutar balik di depan gerbang. Penutupan ini terjadi tanpa pemberitahuan jauh-jauh hari, bahkan humas internal pun mengaku baru tahu dari unggahan media sosial pagi harinya.
“Tanggal 3 Juli 2025, dalam rangka perawatan dan pemeliharaan fasilitas, Bandung Zoo akan tutup sementara,” demikian isi pengumuman di akun Instagram resmi kebun binatang tersebut yang diunggah pukul 07.00 pagi.
Namun, di balik alasan ‘perawatan fasilitas’, konflik kepengurusan yang memanas menjadi penyebab utamanya. Ketegangan antara dua kubu, Yayasan Margasatwa Tamansari dan Taman Safari Indonesia berujung pada penutupan total yang bahkan membuat vendor makanan harus mengevakuasi bahan-bahan segar demi mencegah kerugian.
“Penutupannya sendiri baru kami ketahui tadi pagi via media sosialnya Bandung Zoo. Alasan (penutupan) kami tidak tahu. Tapi yang jelas, tadi ada pengunjung akhirnya balik kanan. Ada yang dari Garut, ada ibu-ibu dengan tiga anak, ada juga rombongan TK dari Nanjung,” ujar Ully Rangkuti, Humas Bandung Zoo.
Menurut Sulhan Syafii, mantan Humas Yayasan Margasatwa Tamansari, konflik berkepanjangan antara dua badan pengelola itu memuncak sejak pengambilalihan oleh Taman Safari Indonesia pada 20 Maret 2025. Bahkan, sempat terjadi bentrok antara pegawai lama dan petugas keamanan baru yang direkrut oleh manajemen anyar.
“Jadi sampai hari ini ada banyak sekali petugas keamanan yang dikerahkan untuk berjaga. Bagi pengunjung, itu nyaman enggak kira-kira? Jumlahnya yang jelas ada lebih dari 40 orang. Kalau ada pengunjung dikhawatirkan berdampak buruk, jadi kita tutup saja,” kata Sulhan.
Penutupan ini, lanjut Sulhan, rencananya hanya sementara karena pihaknya akan melakukan audiensi ke DPRD Kota Bandung untuk mencari jalan tengah.
“Kita tutup mungkin hari ini saja, semoga hari ini saja. Karena akan kita bereskan hari ini,” ujarnya.
Tak hanya pengunjung yang dirugikan. Dalam tiga bulan terakhir sejak pengambilalihan manajemen, sebanyak tujuh satwa dilaporkan mati, mulai dari binturong, pelikan, hingga sejumlah burung lain. Ada pula hewan yang mengalami stres berat karena pemindahan kandang mendadak dan miskordinasi penanganan.
Burung pelikan misalnya yang dipindah ke kandang yang tidak memiliki tempat istirahat, membuat mereka terus berenang tanpa henti hingga kelelahan. Sementara seekor siamang mengalami trauma setelah dipindah ke kandang terbuka dan tersengat listrik karena kepanikan.
“Setelah dipindahkan, burung pelikan tidak punya tempat untuk istirahat di kandangnya. Itu menyebabkan mereka bingung dan tidak bisa berhenti berenang hingga kelelahan,” papar Sulhan
“Setelah itu kita selamatkan, sempat diam saja dan tidak mau makan dua hari. Alhamdulillah masih selamat,” tambahnya.
Menanggapi laporan ini, Ully Rangkuti tidak membantah kematian tujuh satwa tersebut, namun menyebut penyebabnya beragam.
“Memang ada, kami sudah sampaikan sebelumnya. Ada satwa-satwa yang mati, penyebabnya sebagian besar karena usia dan cuaca,” ujarnya. Ia juga mengatakan pihaknya telah melaporkan kasus tersebut ke BKSDA dan menyerahkan penanganan lanjut ke pihak berwenang.
“Ada juga memang karena sebab lain, tapi itu sudah kami sampaikan ke BKSDA. Sudah diperiksa juga oleh BKSDA. Sudah ada BAP-nya,” jelas Ully.
Sementara Wali Kota Bandung M. Farhan menegaskan, jika konflik ini terus berlangsung dan satwa-satwa semakin tidak terurus, Pemkot Bandung tidak segan untuk meminta pencabutan izin konservasi dari Kementerian Kehutanan.
“Kalau memang begini, saya bukan tidak mungkin akan segera meminta Kementerian Kehutanan meninjau ulang pemberian izin konservasi eks situ kepada pengelola Kebun Binatang Bandung. Tegas saya,” katanya.
Ia menegaskan bahwa izin konservasiex situ bukan berada di tangan pemerintah, melainkan yayasan pengelola. Maka dari itu, lanjut Farhan, sudah seharusnya pihak pengelola menunjukkan tanggung jawab dan kedewasaan dalam menyikapi konflik.
“Ini adalah momen yang paling pas untuk para pengelola menunjukkan tanggung jawab. Karena izin konservasi ex situ dari Kementerian Kehutanan jatuhnya kepada yayasan, bukan pemerintah,” tegasnya.
“Buktikan bahwa Anda cukup bertanggung jawab untuk menerima izin tersebut,” tandasnya.