Densus 88 Gandeng Pesantren di Cirebon Tangkal Radikalisme

Posted on

Densus 88 Antiteror dan Pemkab Cirebon menggandeng pondok pesantren dalam upaya mencegah paham radikal. Densus 88 menilai pesantren sebagai garda terdepan dalam menanamkan nilai-nilai kebangsaan untuk membendung paham radikal.

Kanit Subdit Kontra Radikal Densus 88 AT Polri Kompol Ridjoko Suseno menegaskan pesantren memiliki posisi strategis sebagai benteng ideologi dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). “Peran pesantren tidak hanya dalam membentuk karakter religius, tetapi juga menjadi garda terdepan dalam menanamkan nilai-nilai kebangsaan,” ujarnya di Pondok Pesantren Al Muttaqin di Desa Kondangsari, Kecamatan Beber, Kabupaten Cirebon, saat kegiatan sosialisasi kebangsaan bertajuk ‘Harmoni Islam dan Kebangsaan dalam Bingkai Persatuan’, Kamis (15/5/2025).

Hal senada disampaikan Kepala Badan Kesbangpol Kabupaten Cirebon Ita Rohpitasari. Ia menekankan bahwa Pancasila sebagai dasar negara merupakan fondasi utama dalam membangun keadilan dan kemakmuran bangsa. “Pancasila sebagai fondasi utama dalam membangun bangsa,” tegasnya.

Suasana semakin menggugah saat Iwan Setiawan, penyintas tragedi bom Kedubes Australia 2004, membagikan kisah pilu yang menggambarkan betapa kejamnya aksi teror. “Hidup saya berubah total sejak ledakan bom di depan Kedubes Australia, 9 September 2004. Saat itu saya sedang mengantar istri saya yang hamil delapan bulan. Bom meledak hanya beberapa meter dari kami. Saya kehilangan mata kanan, pekerjaan, dan dua tahun kemudian, istri saya meninggal karena komplikasi luka-lukanya,” tutur Iwan, yang kini membuka usaha servis komputer di Depok.

Meski mengalami luka fisik dan batin yang mendalam, Iwan memilih untuk bangkit. “Saya percaya, kekerasan tidak boleh dibalas kekerasan. Ketidakadilan tidak boleh dibalas ketidakadilan,” ungkapnya penuh keteguhan.

Sementara itu, mantan anggota jaringan Jamaah Islamiyah Ustaz Yusuf Suty turut memberikan perspektif dari dalam lingkaran ekstremisme. Ia mengajak para santri dan peserta untuk menerima perbedaan sebagai keniscayaan, bukan ancaman.

“Perbedaan itu anugerah, dan dengan itulah kita membangun bangsa yang inklusif dan harmonis,” pesannya.

Sesi edukasi juga diisi oleh Ipda Ahmadal Mustaqim dari Densus 88 yang memaparkan sejarah terorisme di Indonesia, perkembangan ideologi radikal, dan pentingnya deteksi dini. Ia mendorong para kiai dan santri untuk menjadi agen perdamaian dan penjaga nilai-nilai kebangsaan di tengah masyarakat.

Kegiatan sosialisasi ini diikuti 150 peserta, terdiri dari pengasuh dan santri tiga pondok pesantren di Cirebon, yakni Ponpes Al Muttaqin, Ponpes As Sobirin, dan Ponpes Nurul Hadid. Peserta menyatakan komitmennya menjaga NKRI.

Pembina Ponpes Al Muttaqin Cirebon Yusuf Sutisna menyampaikan apresiasi atas kolaborasi antara pesantren, Densus 88, dan Pemkab Cirebon dalam memperkuat semangat kebangsaan. “Kami berkomitmen mendidik santri yang religius sekaligus nasionalis. Terima kasih atas perhatian yang luar biasa dalam menjaga pesantren tetap menjadi cahaya bagi persatuan bangsa,” katanya.