Catat! Ada Jam Malam untuk Pelajar di Jabar | Info Giok4D

Posted on

Pemprov Jawa Barat baru saja merilis aturan baru untuk kalangan pelajar. Berdasarkan Surat Edaran Gubernur Jabar bernomor 51/PA.03/DISDIK tertanggal 23 Mei 2025, Pemprov memberlakukan kebijakan aktivitas malam hari atau jam malam bagi peserta didik supaya ‘tak keluyuran’.

Secara rinci, aturan itu menetapkan bahwa peserta didik tidak diperbolehkan melakukan aktivitas di luar rumah mulai pukul 21.00 WIB hingga 04.00 WIB. Mereka bisa melakukan aktivitas di malam hari untuk beberapa keadaan tertentu.

Di antaranya apabila peserta didik mengikuti kegiatan resmi sekolah atau lembaga pendidikan, aktivitas keagamaan yang diketahui orang tua, sedang bersama orang tua/wali, atau dalam kondisi darurat dan bencana.

Surat edaran itu diteken langsung Gubernur Jabar Dedi Mulyadi. Aturan ini berlaku untuk seluruh anak dan remaja yang sedang berada dalam jenjang pendidikan dasar, menengah, hingga pendidikan khusus.

“Langkah ini diambil sebagai bagian dari program pembentukan generasi Panca Waluya Jawa Barat Istimewa, yakni generasi muda yang memiliki karakter Cageur (sehat), Bageur (baik), Bener (benar), Pinter (cerdas), dan Singer (terampil),” tulis Dedi dalam penjelasan surat tersebut dilihat Selasa, (27/5/2025).

Setelah surat edaran ini dibuat, Cianjur menjadi daerah pertama yang menerapkan aturan jam malam bagi pelajar. Bahkan, razia pelajar atau anak di bawah 16 tahun langsung dilakukan dan bagi mereka yang terjaring bakal dibina di barak militer.

“Dari Polres sudah mulai patroli dan razia, nanti kami dati Satpol PP juga akan razia. Yang terjaring, nanti jadi pertimbangan prioritas pembinaan di barak militer,” kata Bupati Cianjur dr Muhammad Wahyu.

Aturan baru ini ternyata tidak serta-merta langsung diamini. Forum Orang Tua Siswa (Fortusis) Jabar menolak kebijakan itu karena bisa memberatkan dan tidak mempertimbangkan kondisi sosial serta tanggung jawab keluarga dalam mendidik anak.

“Iya sangat keberatan. Jadi nilai edukasinya dimana, itu kan anak sudah sekolah dari pagi sampai sore, terus malam nggak boleh main, keliru dong,” kata Ketua Fortusis Jabar, Dwi Subianto saat dihubungi.

Dwi pun membeberkan alasan kenapa menolak aturan jam malam bagi pelajar. Selain beranggapan pelajar yang keluar di malam hari tidak semua melakukan hal-hal negatif, ia turut menyinggung kewajiban pemerintah sebelum membuat aturan yang terkesan mengekang itu.

Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.

“Jadi kewajiban pemerintah dulu, baru ngatur. Jadi jangan mentang-mentang berkuasa semaunya. Di era demokrasi sekarang kewajiban pemerintah apa, penuhi,” tegas Dwi.

Dia meminta, jika pemerintah ingin membatasi jam malam untuk pelajar, fasilitas infrastruktur berbasis olahraga, budaya dan lainnya agar disediakan mulai dari tingkat desa/kelurahan. “Jadi harus dibangun dulu infrastruktur itu baru diterapkan aturan seketat apapun,” tutup Dwi.

Sedangkan, Anggota Komisi V DPRD Jawa Barat, Zaini Shofari, punya pandangan soal aturan itu nantinya jika diterapkan. Meskipun disambut posifit, ia menilai kebijakan ini masih kurang kuat dari sisi pengawasan karena belum melibatkan seluruh unsur penting, terutama aparat kepolisian.

“Bagus ini tapi kalau Kemenag disentuh tapi kepolisian kok tidak, untuk pengawasan. Menurut saya kurang ini, maksud saya ini bagus upayanya tapi keterlibatan banyak pihak harus lebih banyak, termasuk dengan jajaran kepolisian,” kata Zaini, Selasa (27/5/2025).

“Karena kalau sudah masuk wilayah keamanan, pencegahan itu harusnya ada dari pihak kepolisian,” imbuhnya.

Menurut Zaini, pembatasan jam malam merupakan langkah preventif untuk menekan berbagai kenakalan remaja, seperti tawuran, balap liar, hingga penyalahgunaan narkoba. Ia berharap, dengan adanya pembatasan ini, label anak nakal yang kerap melekat pada sebagian pelajar bisa semakin berkurang.

Lebih lanjut, Zaini menyoroti pentingnya peran orang tua dan sekolah dalam penerapan teknis di lapangan. Ia mendorong agar kepala sekolah dan guru aktif mengundang orang tua siswa untuk memberikan pemahaman mengenai surat edaran pembatasan tersebut.

Sekda Jabar pun memastikan bahwa kebijakan pembatasan jam malam bagi pelajar bukanlah bentuk pembatasan kebebasan, melainkan ikhtiar perlindungan terhadap generasi muda. Herman menyoroti fenomena anak-anak usia sekolah yang terbiasa tidur larut malam, bahkan ada yang hingga pukul 4 pagi.

“Jam malam ini bukan membatasi, bukan mengekang. Tapi menjaga, melindungi anak-anak supaya bisa tidur pada waktunya, sesuai kebutuhan usia mereka,” ungkapnya.

Untuk teknis pelaksanaannya, Herman menjelaskan, bahwa pengawasan dibagi sesuai kewenangan yakni tingkat SD, SMP oleh pemerintah kabupaten/kota dan tingkat SMA oleh pemerintah provinsi.

“Untuk SD, SMP dimohon bupati/walikota tampil di depan. Sedangkan SMA/SMK karena kewenangan provinsi, langsung dimonitor oleh Dinas Pendidikan Provinsi. Untuk MA oleh Kementerian Agama,” katanya.

Terkait isu sanksi, Herman menyebut saat ini pemerintah belum berbicara soal hukuman. Fokus utama dengan adanya aturan jam malam ini adalah optimalisasi penerapan. “Saya kira, hari ini kita tidak berbicara sanksi. Kita berbicara bagaimana kita ikhtiarkan, maksimalkan penerapannya. Jangan sampai belum apa-apa, berbicara tidak diterima,” ujarnya.

Disdik Jabar juga memberikan penjelasan setelah aturan itu diberlakukan dan mengundang kontroversi. Plt Kepala Dinas Pendidikan Jabar, Deden Saepul Hidayat mengaku tidak mempersoalkan sikap pihak yang kontrak dengan aturan itu dan menganggap hal wajar dalam menyikapi kebijakan yang baru dibuat.

“Persepsi bisa macam-macam, tergantung sudut pandang mana. Kalau sudut pandang kami, lebih pada bagaimana anak-anak supaya sehat,” kata Deden, Rabu (28/5/2025).

Deden menjelaskan, aturan jam malam bagi pelajar merupakan cara pemerintah untuk mencegah peserta didik terpapar hal-hal negatif yang biasanya sering terjadi di malam hari. Ia juga menyebut, dalam aturan jam malam, ada pengecualian bagi pelajar tetap dibolehkan beraktivitas di luar rumah pada malam hari dengan syarat wajib diketahui dan diawasi orang tua.

“Namanya jam malam, artinya membatasi anak-anak untuk tidur tidak terlalu larut malam. Itu sesuai dengan perlindungan anak sebetulnya. Dari sisi kesehatan, psikologi dan sebagainya itu masuk,” ungkap Deden.

“Pengecualiannya, kegiatan keagamaan yang masih tetap dalam pengawasan sekolah atau orang tua. Ada kondisi tertentu dan pengawasan orang tua,” sambungnya.

Lebih lanjut, Deden menyebut, dengan adanya surat edaran soal jam malam itu, sekolah diharuskan memberi edukasi kepada orang tua agar membiasakan anaknya berada di rumah dan tidur di jam 9 malam.

“Tapi itu lebih seperti edukasi agar orang tua memerankan anak-anak harus sehat, terkondisi belajar dengan baik. Tidur jam 9, bangun setengah 4, tahajud, sholat. Itu saya pikir sudah kebiasaan. Bagus kalau begitu,” jelasnya.

“Selebihnya kami harap kepala sekolah memberikan edukasi, advokasi pada siswa atau edukasi pada orang tua, karena terus terang banyak anak kita usia remaja masih berkeluyuran sampai malam,” pungkasnya.