Deretan bencana hidrometeorologi yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat dalam beberapa waktu terakhir menjadi sorotan serius Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Barat.
Ratusan korban jiwa dan kerusakan besar akibat cuaca ekstrem di Sumatera dinilai harus menjadi alarm peringatan bagi Jawa Barat untuk meningkatkan kewaspadaan dan mulai lebih serius menjaga lingkungan.
Kepala Pelaksana BPBD Jabar Teten Ali Mulku Engkun menegaskan, rangkaian bencana tersebut merupakan bagian dari fenomena siklon tropis dan perubahan cuaca ekstrem yang juga berpotensi terjadi di wilayah Jabar.
“Ini bagian dari fenomena siklon tropis dan cuaca ekstrem, perubahan cuaca dan hujan tinggi. Ini jadi early warning bagi Jawa Barat,” ujar Teten saat berbincang dengan infoJabar, Senin (1/12/2025).
Ia menjelaskan, berdasarkan data BMKG, Jawa Barat akan menghadapi dua puncak musim hujan, pertama pada Desember 2025 dan berikutnya pada Februari-Maret 2026. Kondisi ini, kata Teten, mengharuskan seluruh pihak mengambil langkah antisipasi lebih dini.
“Maka antisipasi yang dilakukan yaitu surat edaran gubernur soal siaga darurat bencana hidrometeorologi,” katanya.
Teten menilai bencana beruntun di Sumatera memang sudah sepatutnya menjadi peringatan dini bagi warga dan pemerintah daerah di Jawa Barat untuk meningkatkan kewaspadaan.
“Ini harus selalu waspada seluruh masyarakat dan pemerintah. Kita harus mitigasi dampak fenomena hidrometeorologi yang bisa berpotensi menimbulkan bencana,” ujarnya.
Ia mengungkapkan bahwa Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi juga telah memberikan instruksi khusus terkait kesiapsiagaan daerah. Bahkan Pemprov Jabar juga telah menetapkan status siaga darurat bencana sejak 15 September 2025 hingga 30 April 2026.
“Memang Pak Gubernur memberi arahan soal fenomena yang ada, pertama kemarin meminta kita harus siap siaga terhadap bencana di semua daerah. Kita tindaklanjuti dengan apel, kemudian rapat teknis bersama BPBD di 27 kabupaten kota apa yang harus dilakukan secara teknis jika terjadi bencana,” tuturnya.
BPBD Jabar juga mengeluarkan sejumlah imbauan untuk masyarakat agar potensi risiko dapat ditekan sejak awal. Teten meminta warga meningkatkan kewaspadaan terutama menghadapi hujan intensitas tinggi.
“Tetap waspada dan jangan buang sampah sembarangan agar tidak menimbulkan sumbatan dan terjadi banjir. Kemudian cek lingkungan sekitar, bisa dilihat di inaRisk Personal soal potensi bencana di lingkungan sekitar,” katanya.
Ia juga mengingatkan masyarakat yang tinggal di daerah perbukitan agar sensitif terhadap tanda-tanda awal pergerakan tanah. “Apabila ada di area perbukitan mendengar suara-suara, segera cari tempat evakuasi. Kemudian cek jalur evakuasi ke mana apabila terjadi bencana,” ucap Teten.
Lebih jauh, Teten menekankan bahwa mitigasi bencana tidak hanya soal kesiapsiagaan teknis, tetapi juga soal kesadaran kolektif untuk menjaga kelestarian lingkungan.
“Mulai dari sekarang harus menjaga alam, kembalikan alam ke fungsinya. Jangan sampai karena keuntungan pribadi kita melupakan tidak menjaga alam. Kalau kita menjaga alam maka alam akan menjaga kita,” katanya.
“Di Al-Qur’an ada, rusaknya daratan dan lautan karena tangan manusia. Hujan itu tidak membunuh, gempa tidak membunuh. Yang membunuh adalah dampak lainnya seperti longsor karena air jenuh yang disebabkan karena penebangan pohon,” pungkasnya.
Teten menilai bencana beruntun di Sumatera memang sudah sepatutnya menjadi peringatan dini bagi warga dan pemerintah daerah di Jawa Barat untuk meningkatkan kewaspadaan.
“Ini harus selalu waspada seluruh masyarakat dan pemerintah. Kita harus mitigasi dampak fenomena hidrometeorologi yang bisa berpotensi menimbulkan bencana,” ujarnya.
Ia mengungkapkan bahwa Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi juga telah memberikan instruksi khusus terkait kesiapsiagaan daerah. Bahkan Pemprov Jabar juga telah menetapkan status siaga darurat bencana sejak 15 September 2025 hingga 30 April 2026.
“Memang Pak Gubernur memberi arahan soal fenomena yang ada, pertama kemarin meminta kita harus siap siaga terhadap bencana di semua daerah. Kita tindaklanjuti dengan apel, kemudian rapat teknis bersama BPBD di 27 kabupaten kota apa yang harus dilakukan secara teknis jika terjadi bencana,” tuturnya.
BPBD Jabar juga mengeluarkan sejumlah imbauan untuk masyarakat agar potensi risiko dapat ditekan sejak awal. Teten meminta warga meningkatkan kewaspadaan terutama menghadapi hujan intensitas tinggi.
“Tetap waspada dan jangan buang sampah sembarangan agar tidak menimbulkan sumbatan dan terjadi banjir. Kemudian cek lingkungan sekitar, bisa dilihat di inaRisk Personal soal potensi bencana di lingkungan sekitar,” katanya.
Ia juga mengingatkan masyarakat yang tinggal di daerah perbukitan agar sensitif terhadap tanda-tanda awal pergerakan tanah. “Apabila ada di area perbukitan mendengar suara-suara, segera cari tempat evakuasi. Kemudian cek jalur evakuasi ke mana apabila terjadi bencana,” ucap Teten.
Lebih jauh, Teten menekankan bahwa mitigasi bencana tidak hanya soal kesiapsiagaan teknis, tetapi juga soal kesadaran kolektif untuk menjaga kelestarian lingkungan.
“Mulai dari sekarang harus menjaga alam, kembalikan alam ke fungsinya. Jangan sampai karena keuntungan pribadi kita melupakan tidak menjaga alam. Kalau kita menjaga alam maka alam akan menjaga kita,” katanya.
“Di Al-Qur’an ada, rusaknya daratan dan lautan karena tangan manusia. Hujan itu tidak membunuh, gempa tidak membunuh. Yang membunuh adalah dampak lainnya seperti longsor karena air jenuh yang disebabkan karena penebangan pohon,” pungkasnya.
