Terbongkarnya kasus korupsi pembangunan gedung Sekretariat Daerah (Setda) Kota Cirebon menggemparkan masyarakat. Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Cirebon menetapkan 6 tersangka kasus korupsi megaproyek di Kota Wali itu. Selain kasus gedung Setda Kota Cirebon, dua kasus korupsi lainnya yang terungkap di 2025 juga gegerkan Kota Cirebon.
Berikut rangkuman infoJabar mengenai tiga kasus korupsi di Kota Cirebon yang terungkap di 2025.
Kejari Kota Cirebon menetapkan enam tersangka dalam kasus korupsi pembangunan gedung Setda Kota Cirebon pada Rabu (7/8/2025). Mereka tampil dengan mengenakan rompi berwarna merah bertuliskan ‘Tahanan Kejari Kota Cirebon’.
Kasi Pidsus Kejari Kota Cirebon, Feri Novianto, menyebutkan bahwa keenam tersangka berasal dari unsur pejabat daerah hingga pihak swasta. “Tersangka adalah PH selaku PPTK (pejabat pelaksana teknis kegiatan), BR selaku kepala dinas PU tahun 2017, IW selaku pejabat pembuat komitmen atau kepala bidang Dinas PUTR tahun 2018 dan saat ini menjabat sebagai Kadispora,” kata Feri.
“Kemudian tersangka lainnya adalah HM selaku team leader PT Bina Karya, AS selaku kepala cabang Bandung PT Bina Karya, dan FR selaku direktur PT Rivomas Pentasurya tahun 2017-2018 sebagai penyedia,” sambung dia.
Ia menerangkan, proyek pembangunan Gedung Setda Kota Cirebon itu dimulai pada 2016 dengan anggaran sekitar Rp86 miliar yang bersumber dari APBD. “Sebagaimana nilai kontrak, (anggarannya) Rp86.751.533.000,” kata Feri.
Sementara itu, Kasi Intel Kejari Kota Cirebon Slamet Haryadi menjelaskan penetapan enam tersangka tersebut dilakukan berdasarkan hasil penyidikan yang telah dilakukan tim penyidik.
“Berdasarkan hasil penyelidikan, tim memperoleh fakta bahwa pembangunan gedung tersebut tidak sesuai dengan spesifikasi dan gambar yang ada di dalam kontrak. Akibatnya, negara mengalami kerugian keuangan sekitar Rp26 miliar,” kata Slamet.
Penyidik Kejari Kota Cirebon, Gema, membeberkan modus dari para tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan gedung Setda Kota Cirebon.
“Modus yang dilakukan para tersangka ini yaitu dengan cara mengurangi kualitas serta kuantitas dari bangunan tersebut sehingga mendapatkan keuntungan yang lebih. Kemudian modus lainnya berupa pencairan yang tidak sesuai aturan yang berlaku. Dan juga menaikan progres pekerjaan, di mana pekerjaan tersebut seharusnya masih dalam kondisi belum selesai, tetapi dianggap sudah selesai,” kata Gema.
“Jadi dari kontrak Rp86 miliar itu, kita mendapatkan kerugian, yang mana kerugian tersebut sudah dihitung dan dinyatakan oleh BPK RI, sebesar Rp26 miliar,” ucap Gema menambahkan.
Pelaku dijerat pasal tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara. Ancaman pidana maksimal 20 tahun. Pasal yang dikenakan, Pasal 2, Pasal 3, juncto Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, juncto Undang-undang Nomor 20 tahun 2021 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, juncto Pasal 55 KUHP. Penyidik juga turut menyita uang tunai senilai Rp788.000.000.
Polres Cirebon Kota menetapkan staf keuangan PDAM Tirta Giri Nata Kota Cirebon berinisial AN (32) sebagai tersangka dalam kasus korupsi di badan usaha milik daerah tersebut. “Pelaku berinisial AN ini staf keuangan di PDAM Kota Cirebon,” kata Kapolres Cirebon Kota AKBP Eko Iskandar, Senin (4/8/2025).
AN harus mempertanggungjawabkan aksinya setelah aparat membongkar praktik penggelapan uang yang dilakukannya. Kasus ini terungkap setelah polisi menerima laporan dugaan penggelapan di PDAM Kota Cirebon.
Setelah melakukan penyelidikan dan mengumpulkan sejumlah bukti, petugas akhirnya menetapkan AN sebagai tersangka. “Berdasarkan pemeriksaan saksi-saksi dan barang bukti, ini bisa dibuktikan dengan bukti cukup. Sehingga pelaku bisa dijerat dengan pasal terkait,” kata Eko.
Eko lalu mengungkap modus yang dilakukan AN dalam menjalankan aksinya tersebut. Menurutnya, pelaku melakukan penggelapan uang tersebut melalui berbagai cara.
“Modusnya, pertama adalah mengurangi jumlah penerima tunai hasil pembayaran pelanggan melalui loket di kantor PDAM Tirta Giri Nata Kota Cirebon yang harusnya disetor ke rekening milik PDAM. Kemudian pelaku memark-up jumlah nilai pembayaran transfer atau nota kredit di dalam LHK (Laporan Harian Kas) sesuai dengan jumlah uang tunai yang diambil,” kata dia.
“Kedua, melakukan penarikan dana menggunakan cek yang specimen tanda tangannya dipalsukan. Ketiga, memindahbukukan ke rekening pribadi atas dana hasil pencairan cek untuk pembayaran barang atau jasa yang ditukar oleh penyedia di loket PDAM. (Keempat) Pelaku mengalihkan ke rekening pribadi sebagian uang hasil pencairan cek yang diterbitkan untuk pemindahbukuan antar rekening bank milik PDAM Kota Cirebon. Kelima, pelaku mengedit rekening koran bank milik PDAM Tirta Giri Nata Kota Cirebon,” sambung dia.
Menurut Eko, total uang yang digelapkan AN dalam kasus korupsi di PDAM Kota Cirebon mencapai lebih dari Rp3 miliar. “Total kerugian yang disebabkan oleh tindakan pelaku ini Rp3.719.733.781,” kata Eko.
Lebih lanjut, Eko menerangkan, kasus korupsi yang dilakukan AN terjadi pada tahun 2024. Pelaku menggunakan uang hasil kejahatannya untuk trading dan bermain judi online.
“Ini dilakukan secara bertahap oleh pelaku. Jadi tidak dilakukan sekaligus. Ini periode 2024. (uang hasil kejahatan) digunakan untuk kepentingan pribadi, digunakan untuk bermain trading dan judol,” kata Eko.
“Pelaku dikenakan Pasal 2, Pasal 3, Pasal 8 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang RI nomor 20 Tahun 2001. Ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara,” kata Eko menambahkan.
Kejari Kota Cirebon menetapkan empat tersangka kasus korupsi atau pemotongan dana Program Indonesia Pintar (PIP) di SMAN 7 Cirebon pada Selasa (22/7/2025). Empat tersangka itu berinisial RN, kemudian tiga tersangka lainnya yang berasal dari internal sekolah berinisial T, R dan I.
“Tersangka T ini merupakan wakasek SMAN 7 Cirebon, kemudian R sebagai staf kesiswaan, kemudian I merupakan kepala sekolah. Sedangkan tersangka RN merupakan pihak dari luar sekolah,” kata Kasi Pidsus Kejari Kota Cirebon Feri.
Menurut Feri, ada sekitar 500 siswa SMAN 7 Cirebon tercatat sebagai penerima bantuan Program Indonesia Pintar (PIP). Total dana bantuan untuk para siswa itu mencapai kurang lebih Rp900 juta.
Namun, bantuan tersebut tidak diterima secara utuh oleh para siswa karena diduga dipotong oleh para tersangka, masing-masing sebesar Rp200 ribu per siswa.
“Uang yang mengalir sekitar Rp900 juta, dan sudah dilakukan pemotongan. Besaran potongan per siswa Rp200 ribu,” ujar Feri.
Sementara itu, penyidik Kejari Kota Cirebon Gema menambahkan dalam program PIP ini setiap siswa seharusnya menerima bantuan sebesar Rp1,8 juta. Namun kenyataannya, jumlah tersebut tidak diterima penuh karena dipotong Rp200 ribu per siswa.
“Siswa ini seharusnya mendapat Rp1,8 juta, tapi dipotong sebesar Rp200 ribu. Kemudian ada beberapa siswa yang melakukan kegiatan, misalnya study tour juga diambil dari situ, kemudian ada kebutuhan-kebutuhan sekolah lainnya juga diambil dari dana tersebut, tanpa persetujuan dari siswa sebagai penerima PIP,” kata Gema.
Menurut Gema, dana PIP yang diduga dipotong merupakan bantuan yang disalurkan pada tahun 2024. Ia juga memaparkan peran masing-masing tersangka dalam kasus ini.
Tersangka RN, kata Gema, merupakan pihak dari luar sekolah yang mengaku membantu proses pengajuan program PIP untuk SMAN 7 Cirebon. Klaim tersebut kemudian diperkuat oleh pihak sekolah. Setelah dana bantuan cair, mereka diduga melakukan pemotongan terhadap dana yang seharusnya diterima langsung oleh para siswa.
“RN ini sebagai orang yang mengaku membawa bantuan tersebut untuk didapatkan oleh sekolah. Tetapi faktanya bantuan tersebut tidak melalui bantuan dari manapun. Tetapi memang dari awal, RN dan pihak sekolah ini menyatakan bahwa bantuan ini dibawa oleh mereka,” kata dia.
Selain pemotongan, Gema mengungkapkan bahwa ada juga siswa penerima manfaat yang tidak mendapat dana bantuan PIP. Namun, ia tidak merinci berapa jumlah siswa yang mengalami hal tersebut.
“Rp1,8 juta seharusnya diterima oleh siswa. Tetapi beberapa orang ada yang tidak masuk (menerima). Ada juga yang masuk tetapi tidak utuh,” kata dia.
“Penyidikan masih berlangsung. Segala sesuatunya mungkin masih bisa berkembang. Cara-cara atau modus operandi yang dilakukan juga masih kita dalami. Tapi memang uang tersebut bisa kita pastikan tidak semuanya sampai ke siswa,” kata dia menambahkan.
Keempat tersangka dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kejari Kota Cirebon mengungkapkan bahwa nilai kerugian negara mencapai sekitar Rp460 juta. Dari jumlah tersebut, tim penyidik berhasil menyita sekitar Rp360 juta.