Wawi dan Semangatnya yang Menyala di Perempatan Kiaracondong

Posted on

Matahari pagi mulai menyinari Kota Bandung. Sinarnya menghangatkan suasana dan warga pun kembali sibuk dengan aktivitasnya masing-masing.

Seperti di persimpangan Jalan Kiaracondong, kendaraan seperti motor, mobil, dan lainnya nampak antre menunggu peralihan lampu merah ke lampu hijau. Begitu juga para pedagang asongan yang berjualan di persimpangan jalan itu, mereka nampak berjalan di celah-celah antrean kendaraan dan menawarkan barang jualannya kepada pengendara.

infoJabar berkesempatan mengamati aktivitas masyarakat di Persimpangan Kiaracondong, pada Rabu 3 September 2025 pagi. Selain ada pengendara dan pedagang asongan, ada pengamen yang bernyanyi dan melantunkan sejumlah lagu.

Untuk pedagang asongan, khususnya yang berjualan di jalur dari arah Buahbatu ke Cibiru ada sekitar lima orang. Ada penjual kopi, penjual kain kanebo, penjual alat pangkas kumis, penjual buah, dan penjual cemilan. Dari banyaknya penjual asongan, infoJabar berkesempatan berbincang dengan salah satu penjual asongan, yakni Wawi, yang menjual kopi dan susu sachet.

“Mau kopi, mas? Kopi susu atau hitam? Susu juga ada, teh tarik juga ada?” tanya Wawi kepada infoJabar.

Pria berusia 43 tahun itu, langsung membuatkan kopi susu yang dipesan. Usai menggunting kopi sachet, memasukkan kopi ke gelas plastik dan memasukkan air panas di termos yang dibawanya. infoJabar pun diberi segelas kopi susu yang dibuatnya.

“Rp5 ribu mas,” ucap Wawi yang merupakan perantau asal Tegal itu.

Selain dibuatkan segelas kopi susu, infoJabar juga berkesempatan berbincang dengan Wawi. Dia mengaku berjualan kopi di Bandung sejak tahun 2000-an.

“Sudah 20 tahun jualan, sudah lama sekali,” tutur Wawi.

Wawi mengaku saat ini dirinya tinggal di kawasan Batununggal, bersama istri dan dua anaknya. Wawi berjualan dari pagi, tepatnya sekitar pukul 05.00 WIB hingga pukul 13.00 WIB. Kadang juga bisa sampai sore, tergantung ramainya pembeli.

“Kalau dagang, kalau lagi ramai ya ramai, kalau sepi ya sepi. Sehari pendapatan tergantung yang beli, bisa dapat Rp100 ribu, kadang Rp70 ribu,” ujarnya.

Besarnya pendapatan yang didapatkan tetap disyukuri Wawi, meski kebutuhan hidup mendesak hingga harga sandang dan pangan terus naik.

“Ya disyukuri meski kondisi seperti ini (perekonomian di Indonesia),” tuturnya.

Wawi mengaku bangga dengan profesinya. Sebab, dari usahanya itu, dia bisa menafkahi keluarga, termasuk menyekolahkan dua anaknya hingga lulus.

“Anak dua, sekolah sudah pada lulus, yang satu kerja di minimarket, satu lagi belum, ada di rumah,” ujar Wawi.

Disinggung seperti apa perasaannya jika bertemu dengan orang yang dia kenal saat berjualan, Wawi mengatakan itu sudah biasa. Bahkan, panas ataupun hujan tak menyurutkan langkahnya mencari nafkah.

“Semangat pokoknya,” pungkas Wawi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *