Warga di dua dusun Desa Karanganyar, Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung Barat (KBB), ngotot minta dibuatkan jembatan apung di atas Waduk Saguling aliran Sungai Citarum.
Permintaan itu sudah mereka layangkan sejak lama, namun sama sekali tak ada tanggapan dari pemerintah. Alhasil, warga yang tinggal di dusun 2 dan 4 Desa Karanganyar masih mengandalkan penyeberangan menggunakan rakit bambu selain via jalur darat yang rutenya memutar.
Kebutuhan jembatan apung itu demi memudahkan akses mereka ke Puskesmas Pembantu (Pustu) serta ke Kantor Desa Karanganyar. Jika menggunakan kendaraan, mesti memutar sejauh 15 sampai 20 kilometer.
Kepala Desa Karanganyar, Asep Hermawan mengatakan kebutuhan jembatan itu juga agar tak ada lagi korban jiwa akibat tenggelam saat menyeberang waduk tersebut.
“Ya sejak dulu sudah banyak yang jadi korban, meninggal waktu menyeberang. Ada yang karena tidak bisa berenang, atau ada yang bisa berenang tadi menolong yang lainnya,” kata Asep saat dikonfirmasi, Rabu (28/5/2025).
Ia mengatakan korban berasal dari segala usia, baik usia anak sekolah sampai dewasa. Belum lama ini bahkan tetangganya sendiri yang menjadi korban penyeberangan rakit.
“Tetangga saya itu anak sama bapaknya jadi korban, jadi saling menolong waktu tenggelam. Makanya kita sangat menginginkan adanya jembatan apung,” kata Asep.
Jika melihat rakit bambu yang selama ini diandalkan masyarakat, memang sangat jauh dari kata laik dan aman. Berbahan dasar bambu yang direkatkan dengan tali lalu dipaku satu sama lain. Sementara penumpangnya, tak dilengkapi rompi keselamatan.
Untuk penarik rakit, mereka cuma mengandalkan tongkat panjang sebagai pendorongnya. Kemudian berpegangan pada tali tambang yang dibentangkan supaya bisa berjalan sesuai garis tanpa terbawa arus.
“Itu juga tidak setiap waktu ada, karena kan punya pribadi. Yang menggunakan jasa rakit itu anak sekolah, kemudian masyarakat, karena memang kalau berputar jalannya jauh,” kata Asep.
Keinginan untuk dibuatkan jembatan buka sebatas harap dari lisan semata. Kepala Desa Karanganyar, Asep Hermawan, mengaku ia sudah berulangkali mengajukan, namun sama sekali tak ada jawaban.
“Saya sudah beberapa kali mengajukan permohonan pembuatan jembatan. Kebetulan ini kan ada di lahan Indonesia Power (IP), kata IP silakan bersurat dulu ke kecamatan, Dinas PUTR KBB, bahkan ke swasta, tapi sama sekali tidak direspons,” kata Asep.
Pihak swasta sebetulnya memberikan jawaban siap memfasilitasi pembangunan, namun terbentur pada perizinan yang sampai saat ini masih mandek di sang empunya lahan.
“Ya mau bagaimana lagi, kami tidak bisa memaksa. Cuma bisa berharap mudah-mudahan didengar sama pemerintah supaya memfasilitasi pembangunan jembatan,” kata Asep