Keberadaan ribuan bibit pohon kelapa sawit yang tertanam di kawasan perbukitan Desa Cigobang, Kecamatan Pasaleman, Kabupaten Cirebon, sontak mengagetkan warga setempat. Penanaman tersebut baru diketahui masyarakat pada pekan lalu, setelah sejumlah warga yang berkebun di kawasan itu menemukan tanaman mencurigakan yang belakangan diketahui merupakan pohon sawit.
Keberadaan kebun sawit di wilayah perbukitan Cirebon ini bak petir di siang bolong. Pasalnya, selama ini kawasan tersebut dikenal sebagai daerah resapan air dan hutan rakyat yang ditumbuhi pohon jati serta vegetasi khas perbukitan.
Berdasarkan pantauan infoJabar di lokasi, ditemukan sejumlah kejanggalan dalam pola penanaman yang diduga sengaja dilakukan secara terselubung. Mulai dari jarak tanam yang tidak lazim, tidak adanya proses land clearing, hingga praktik penyimpanan pupuk kompos yang diduga disembunyikan di balik semak ilalang.
Pola tanam sawit di lokasi berjarak sekitar sembilan meter antarpohon. Jarak ini membuat warga tidak langsung menyadari bahwa tanaman tersebut adalah sawit. Apalagi, penanaman dilakukan tanpa membersihkan vegetasi di sekitarnya, sehingga tanaman sawit menyatu dengan pepohonan lain seperti jati dan tanaman hutan.
“Karena jaraknya renggang dan lahannya enggak dibersihkan, kami kira itu tanaman biasa semacem kelapa, bukan sawit,” ujar Sara (47), salah seorang warga, Senin (29/12/2025).
Tak hanya itu, hasil penelusuran melalui citra satelit di lahan seluas kurang lebih 6,5 hektare juga tidak menunjukkan adanya hamparan kebun sawit. Dominasi pohon jati dan vegetasi hutan perbukitan membuat tanaman sawit tersamarkan dari pemantauan udara.
Diketahui, penanaman ribuan pohon sawit tersebut dilakukan salah satu perusahaan melalui pola kerja sama dengan pribadi pemilik lahan. Praktik penyamaran juga terlihat dari cara penyimpanan pupuk kompos. Pupuk tersebut disimpan di sela-sela ilalang dan semak belukar, sehingga sulit terlihat secara kasatmata.
Sara menilai penanaman sawit dilakukan secara diam-diam tanpa sosialisasi yang jelas kepada masyarakat. “Memang benar mereka menanam sawit ini diam-diam. Tidak ada sosialisasi yang jelas ke masyarakat,” katanya.
Ia menegaskan, penyimpanan pupuk kompos di balik ilalang diduga kuat untuk mengelabui warga agar aktivitas penanaman tidak mudah terdeteksi. “Pupuk kompos juga disimpan di semak ilalang supaya nggak kelihatan,” ungkapnya.
Sara bersama warga lainnya menyatakan penolakan keras terhadap keberadaan kebun sawit tersebut. Selain tidak adanya sosialisasi, mereka khawatir sawit akan merusak ekosistem perbukitan dan memicu bencana lingkungan.
“Kalau saya mikirnya masa depan anak cucu. Sawit itu bukan tanaman yang cocok di perbukitan. Dia menyerap air besar, nanti warga bisa kesulitan air,” paparnya.
Sementara itu, Kepala Desa Cigobang, M Abdul Zei, membenarkan adanya penanaman sawit di wilayahnya. Ia mengungkapkan, aktivitas tersebut telah berlangsung sejak Februari 2025 tanpa pemberitahuan maupun izin dari pemerintah desa.
“Kami tidak pernah diberi tahu. Tahu-tahu sudah ditanami sawit,” ucapnya.
Ia menjelaskan, penanaman sawit tersebar di beberapa blok. Di Blok Makam Panjang dan Curug, sawit telah ditanam di lahan sekitar 4 hektare yang sebelumnya ditumbuhi pohon jati dan kini gundul. Sementara di Blok Golodok Panto seluas sekitar 2 hektare baru dilakukan pelubangan tanah, serta di Blok Kulubruk sekitar setengah hektare.
Menurutnya, penanaman dilakukan secara sembunyi-sembunyi oleh pihak perusahaan yang menaungi kelompok tani. Aktivitas dilakukan tanpa alat berat dan tanpa pembukaan lahan secara masif, seolah tidak ada kegiatan besar di lokasi tersebut.
“Tanpa alat berat, tanpa land clearing. Ini jelas dilakukan untuk mengelabui,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan para pekerja yang melakukan penanaman berasal dari luar desa, sehingga warga setempat tidak mengetahui aktivitas tersebut. Lahan yang digunakan merupakan milik pribadi warga dengan sistem sewa atau bagi hasil.
Namun, keberadaan kebun sawit yang diduga ilegal ini dinilai berpotensi menimbulkan dampak serius bagi lingkungan. Kawasan perbukitan Cigobang selama ini menjadi daerah resapan air dan sumber mata air bagi warga.
“Kalau sawit ini dibiarkan, dampaknya langsung terasa. Warga bisa kesulitan air,” ujarnya.
Pemerintah Desa Cigobang pertama kali mengetahui adanya penanaman sawit tersebut dari laporan kelompok pencinta alam dan masyarakat. Sebagai tindak lanjut, Pemdes meminta seluruh aktivitas penanaman dihentikan sementara selama satu minggu sambil menunggu kejelasan perizinan.
“Kami tegas tidak akan mengeluarkan izin apapun karena dampak lingkungannya sangat masif. Kalau pun ada izin dari pihak lain, kami akan menggelar musyawarah desa,” pungkasnya.







