Wali Kota Sukabumi Ayep Zaki buka suara usai disorot DPRD terkait pernyataannya tentang Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Sukabumi yang tidak normal sebelum ia menjabat. Ia menegaskan, persoalan ini bukan sekadar kebocoran anggaran, melainkan kondisi yang tidak normal dan harus dibenahi secara menyeluruh.
“Jadi gini, ini sebetulnya bukan konsumsi publik. Tapi karena ini menyangkut kepentingan daerah, saya sampaikan PAD kita memang tidak normal,” kata Ayep saat dikonfirmasi wartawan, Senin (14/4/2025).
Menurut Ayep, tidak adanya sektor unggulan seperti tambang atau industri besar membuat PAD Sukabumi sangat bergantung pada sektor jasa seperti hotel dan rumah makan. Namun, ia menemukan ketidaksesuaian antara transaksi masyarakat dan setoran pajak yang masuk ke kas daerah.
“Saya sendiri coba makan di salah satu rumah makan, bayar Rp250 ribu. Tapi waktu saya cek ke BPKAD, uang itu nggak tercatat masuk. Saya kroscek lagi ke beberapa tempat tanpa pakai baju dinas, ternyata memang tingkat kejujurannya rendah,” ungkapnya.
Ayep mengaku tidak akan menyebut nama wajib pajak yang tidak menyetor karena ingin tetap melindungi para pelaku usaha. Namun, ia menegaskan pentingnya kesadaran membayar pajak.
“PB1 itu uang titipan masyarakat untuk masyarakat, bukan uang pengusaha. Harus 100 persen disetor ke Pemkot,” tegasnya.
Ia juga menyoroti minimnya capaian PAD saat ini. “Produk Domestik Regional kita itu Rp420 miliar. Tapi realisasi PAD di 2024 cuma Rp81 miliar. Itu jauh banget. Artinya ada yang nggak normal. Saya akan normalkan,” lanjutnya.
Ayep menambahkan, Pemkot akan melakukan pembenahan total, termasuk menata BLUD, BUMD, hingga menarik kembali seluruh aset milik Pemkot yang saat ini dikelola pihak ketiga.
“Ke depan kita semua harus jujur dan amanah. Saya nggak cari siapa yang salah. Tapi sistemnya harus kita normalkan supaya pembangunan berjalan dengan benar,” tutupnya.
Sebelumnya, Ayep Zaki membuat postingan di akun pribadinya yang menyebutkan tentang ketidaknormalan PAD Kota Sukabumi. Dalam postingan itu, Ayep menyebutkan pendapatan yang mencapai miliaran rupiah, tetapi hanya dicatat sebagian.
“Penyebabnya ini adalah tidak normal, BLUD dan BUMD, di mana BLUD dan BUMD tidak memberi kontribusi PAD. Kedua, pajak daerah, retribusi, maupun perizinan, ini tidak normal,” ujarnya dalam postingan tersebut.
“Saya sudah cek, yang omzetnya Rp 12 miliar, tetapi dicatatnya hanya Rp 1 miliar. Yang omzetnya Rp 7 miliar, dicatatnya hanya Rp 500 juta, dan ini tidak normal sehingga saya akan normalkan, berapa omzet yang sebenarnya dan segitulah yang harus menjadi Pendapatan Asli Daerah,” sambung Ayep.
Pernyataan itu pun akhirnya menimbulkan polemik dan ditanggapi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Bahkan Komisi II dan Komisi III mengundang secara khusus para SKPD penghasil PAD untuk mengkonfirmasi isu yang dibicarakan Wali Kota.
“Jangan terkesan eksekutif jalan sendiri, legislatif jalan sendiri. Kita harus sinergi untuk kemajuan Kota Sukabumi,” kata Ketua Komisi II Muchendra.
Terkait potensi pelanggaran hukum, pihaknya tak menampik bisa saja hal ini masuk ranah pidana jika ada laporan atau pihak yang dirugikan. “Kalau nanti ada yang merasa dirugikan dan melapor, bisa saja masuk ranah hukum. Tapi kami harap ini hanya soal semangat yang menggebu-gebu menaikkan PAD dari Pak Wali,” tuturnya.
Anggota Komisi III DPRD Kota Sukabumi dari Fraksi PKS, Danny Ramdhani juga menambahkan, pernyataan Walkot di media sosial menimbulkan kegaduhan publik hingga mempertanyakan peran DPRD dalam mengawasi PAD.
“Ini kan berawal dari postingan Pak Wali setelah Lebaran, saya sendiri kaget. Suasana Lebaran jadi gaduh karena muncul isu penggelapan pajak restoran senilai Rp19 miliar tapi yang tercatat hanya Rp1,5 miliar,” kata Danny.
“Saya minta, kalau memang ada restoran yang diduga menggelapkan pajak, sebutkan saja dua nama. Supaya kita bisa awasi sama-sama,” tegasnya.