Wali Kota Bandung Tanggapi Kritikan Soal Penanganan Banjir: “Bukan Tipe Gebrakan”

Posted on

Wali Kota Bandung Muhammad Farhan merespons kritikan dari sejumlah pihak menganggapnya belum menunjukkan gebrakan nyata mengatasi masalah banjir di Kota Bandung. Farhan mengaku, dirinya memiliki gaya kepemimpinan sendiri dan lebih mengutamakan perbaikan secara sistem ketimbang mengutamakan sebuah gebrakan.

“Tipe kepemimpinan kami bukan tipe yang gebrak-gebrakan ya, tipe kami memperbaiki secara sistemik. Jadi secara sistemik memperbaiki dulu semuanya, pertama adalah membangun drainase,” kata Farhan saat diwawancarai, Minggu (13/4/2025) sore.

Karena itu, jika ada pihak yang menyebut ia minim gebrakan, Farhan dengan tegas menjawab bisa saja tidak akan ada gebrakan di Kota Bandung selama dipimpin dirinya. Namun Farhan memastikan, segala persoalan akan diselesaikan perlahan.

“Membangun drainase tidak bisa dengan gebrak-gebrak, jadi kalau untuk mereka mengharapkan gebrakan mungkin tidak ada gebrakan, tapi insyaallah dibeberes,” tegasnya.

Terkait masalah banjir di Kota Bandung, Farhan menyebut penyelesaian banjir membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Sebab menurutnya, penanganan banjir harus dilakukan secara bersama-sama dengan pemerintah daerah lain di Bandung Raya.

“Masih lama sekali saya sudah ngobrol dengan BBWS dan PU, saya tanya bisa gak urusan sungai diselesaikan oleh Kota Bandung, tidak bisa harus melibatkan kota dan pemerintah lain. Jadi harus selesaikan dulu di Bandung,” terangnya.

Beberapa kendala yang dihadapi untuk menyelesaikan masalah banjir yakni kondisi hutan yang gundul di Kawasan Bandung Utara serta buruknya jaringan drainase di Kota Bandung yang hanya mampu meng-cover 25 persen panjang jalan.

“Di Kawasan Bandung Utara hutan sudah gundul, jadi air deras masuk ke Kota Bandung dan drainase di Kota Bandung masih sangat buruk, hanya meng-cover 25 persen panjang jalan. Sungai di Bandung Cikapundung, Citepus, Cisaranten sudah mulai menyempit karena bangunan rumah di kiri kanan,” terangnya.

Selain itu, keberadaan kolam retensi kata Farhan juga dianggap belum maksimal menampung air hujan. Karena itu, dia menyebut Pemkot Bandung akan berupaya mencari mitra kerja untuk pembangunan drainase dan kolam retensi dengan ukuran yang lebih besar.

“Makanya saya akan cari mitra untuk pemerintah yang bisa membangun drainase dan sekalian jadi tempat saluran air limbah atau black water. Itu disatukan nanti semuanya bermuara sebelum ke sungai ke kolam instalasi pengelolaan limbah,” ujar Farhan.

“Dari situlah diharapkan jadi kolam retensi yang multiguna sehingga nanti bisa dibuang ke sungai,” imbuhnya.

Di sisi lain, Farhan juga ingin adanya lahan sawah seluas 67 hektare di kawasan Gedebage untuk dimanfaatkan dapat menampung air melalui saluran irigasi, termasuk keterlibatan pihak swasta dalam membangun danau retensi.

“Di beberapa titik yang bisa dijadikan kolam retensi untuk wisata seperti Gedebage, lahan basah sawah di Gedebage 67 hektare akan kita manfaatkan sawahnya, yang penting air lari ke sana,” ungkapnya.

“Kita akan membuat konservasi kampung blekok di Gedebage. Itu akan kerjasama dengan Summarecon dan developer lain untuk sama-sama membangun danau retensi,” terangnya.

Namun semua langkah itu menurut Farhan bukan solusi permanen untuk mengatasi masalah banjir. Pengelolaan kawasan di hulu menurut Farhan jauh lebih utama untuk mengkontrol debit air yang masuk ke Kota Bandung.

“Hal ini semuanya bukanlah solusi permanen, solusi permanennya membutuhkan pengelolaan kawasan Bandung Utara dari hulu Burangrang sampai Manglayang, pada saat bersamaan alhamdulillah kita masih bisa jaga Malabar,” ucapnya.

“Jadi kita sangat berharap Malabar bisa dijaga sebagai hutan yang tidak erosi, namun beban Sungai Citarum di selatan harus dikelola sama-sama. Kota bandung bisa menyelesaikan, tidak bisa. Siapa yang bisa, ya Bandung Raya,” tandasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *