Wacana Siswa Nakal di Jabar ‘Disekolahkan’ di Barak

Posted on

Sebuah wacana baru telah dilontarkan Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi. Ia menginginkan supaya siswa yang sulit dibina atau terindikasi terlibat dalam pergaulan bebas maupun tindakan kriminal supaya diberi pendidikan karakter yang melibatkan unsur TNI-Polri.

Wacana ini sepertinya diinginkan Dedi Mulyadi untuk merespons sejumlah kasus kenakalan remaja di Jabar. Bahkan ia mewacanakan program pendidikan karakter itu akan mulai digulirkan pada 2 Mei 2025 di beberapa wilayah di Jawa Barat.

“Tidak harus langsung di 27 kabupaten/kota. Kita mulai dari daerah yang siap dan dianggap rawan terlebih dahulu, lalu bertahap,” ujar Dedi, Selasa (29/4/2025).

Nantinya, disiapkan puluhan barak khusus untuk siswa yang mengikuti program pendidikan karakter. Adapun siswa yang akan mengikuti program ini, dipilih berdasarkan kesepakatan antara sekolah dan orang tua.

“Selama enam bulan siswa akan dibina di barak dan tidak mengikuti sekolah formal. TNI yang akan menjemput langsung siswa ke rumah untuk dibina karakter dan perilakunya,” jelasnya.

Wacana ini lantas mendapat respons beragam. Salah satu dari anggota Komisi V sekaligus Ketua Fraksi PPP DPRD Jabar, Zaini Shofari yangn menyarankan supaya pembinaan anak pertama kali mesti dilakukan dengan memastikan ketahanan keluarga.

“Saya punya saran ketika ada anak sulit dibina itu harus dipastikan dulu ketahanan keluarganya. Alih-alih kita membina anak-anak, ternyata keluarganya juga memang sulit artinya tidak bisa dikendalikan dan akan terus bermunculan masalah itu,” ucap Zaini saat dihubungi.

“Misal remaja broken home, akhirnya dia bikin karakternya sendiri. Maka kuncinya adalah keluarga jadi hal yang terpenting , artinya menyasar keluarga dengan melakukan pembinaan, pengajaran itu jadi salah satu kunci. Termasuk soal moralitas dan pendidikan keagamaan,” lanjutnya.

Menurutnya, pembinaan terhadap siswa seharusnya bisa dilakukan dengan mengoptimalkan fungsi guru bimbingan dan konseling (BK) di sekolah. Guru BK kata dia bisa lebih aktif untuk mengawasi kondisi psikologis siswa agar tidak melakukan hal-hal negatif.

“Kan di sekolah ada guru BK, kenapa tidak dioptimalkan. Jadi tidak sekedar konseling, harus bersinergi dengan murid orang tua dan guru. Jadi penguatan sekolah, keluarga menjadi penting,” tegasnya.

Zaini setuju jika keterlibatan TNI-Polri dapat meningkatkan kedisiplinan seseorang. Namun menurutnya, kedisiplinan seharusnya bisa dibentuk dari rumah tanpa harus mengikuti kegiatan yang seakan wajib militer.

“Saya setuju pada wilayah kedisiplinan di TNI Polri, tapi pada wilayah karakter saya tidak setuju. Kalau kedisiplinan juga bisa dibangun dari rumah, banyak orang disiplin tapi tidak pernah mendapat pendidikan dari TNI Polri,” ujarnya.

Seharusnya menurut Zaini, Dedi Mulyadi bisa merujuk kebiasaan yang ada di lingkungan pesantren untuk membentuk karakter siswa. Di pesantren juga kata dia, siswa selain menjadi disiplin, bisa mendapat ilmu agama yang jadi tuntunan untuk kehidupan sehari-hari.

“Model seperti itu bisa jadi rujukan, cara pesantren menangani santrinya. Artinya kesempatan untuk mendekatkan diri dengan sang khalik, dia (siswa) akan menghindari hal negatif,” ungkapnya.

Sehingga menurut Zaini, program melibatkan TNI Polri untuk pendidikan karakter siswa di Jabar dianggap tidak tepat. Menurutnya pemerintah seharusnya bisa hadir memfasilitasi segala kebutuhan masyarakat, termasuk anak muda dalam menyalurkan minat dan bakatnya.

Dia mengambil contoh, siswa yang kerap melakukan balap liar cenderung memiliki ketertarikan pada dunia otomotif, begitupun dengan siswa yang sering melakukan tawuran. Sehingga Zaini berpendapat, seharusnya disediakan fasilitas bagi siswa untuk menyalurkan minatnya.

“Iya jadi kalau dijadikan satu-satunya cara untuk anak itu saya kurang setuju. Misal anak suka motor, dia memang sukanya begitu. Sekarang di 27 Kabupaten kota ada gak fasilitas untuk anak-anak itu melampiaskan hobinya, bakatnya, seperti ruang publik untuk meningkatkan interaksi sosial,” ungkapnya.

“Kemudian contoh tawuran, kenapa gak disiapkan di tiap desa, kecamatan tempat sarana olahraga, salah satunya tinju misalnya. Jadi terlampiaskan yang punya bakat bela diri dan ada aktivitas. Artinya hasrat olahraga dapat, aturan dipakai, gak lagi pakai senjata tajam dan tidak mencederai,” tutup Zaini.