Sebuah video yang memperlihatkan kemarahan warga terhadap aktivitas pembangunan di kawasan pesisir Pantai Citepus, Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, viral.
Warga memprotes keberadaan bangunan penginapan jenis glamping yang diduga milik investor asing karena dianggap mencaplok area publik dan sempadan pantai.
Dalam rekaman video yang beredar, terlihat sejumlah pria tengah membongkar paksa pagar bambu yang menutup akses ke area pantai.
Perekam video dengan nada emosional menyebut bahwa warga lokal merasa tersisih karena basecamp komunitas mereka digusur, sementara investor asing yang disebut-sebut berasal dari Korea justru bebas membangun fasilitas bisnis hingga melewati batas maritim.
“Assalamualaikum, kami sebagai anak-anak KPJ (Komunitas Pengamen Jalanan) merasa tersisihkan. Karena apa? Karena basecamp sekarang sudah dihancurkan sama orang asing, orang Korea,” ucap perekam dalam video tersebut seperti dilihat infoJabar, Senin (8/12/2025).
Warga menyoroti posisi bangunan glamping berbentuk tenda balon (inflatable tent) berwarna putih yang berdiri di atas dek kayu. Bangunan non-permanen itu dinilai berdiri terlalu dekat dengan bibir pantai dan membatasi akses jalan umum yang biasa dilalui masyarakat.
“Lihat pembangunannya sampai melewati batas maritim. Mohon kepada pemerintahan setempat tolong dibantu. Kami sebagai masyarakat merasa dikucilkan,” lanjut perekam video.
“Masa orang luar negeri sekarang bisa nyampe pembangunan ke lahan-lahan pantai? Tapi kenapa orang Indonesia sendiri sampai bisa diusir, sampai dibongkar tempat basecamp-nya?” keluh warga dalam video tersebut.
Dikonfirmasi, Kepala Desa Citepus, Koswara, membenarkan adanya gejolak di wilayahnya akibat pembangunan tersebut. Koswara secara tegas mengaku pihak pemerintah desa tidak pernah menerima permohonan izin atau koordinasi apapun dari pihak pengelola glamping.
“Sebetulnya kami kecolongan dari pemerintah desa. Awalnya ada laporan dari masyarakat bahwa pantai ini dipagar dan dijadikan bisnis,” kata Koswara kepada wartawan di lokasi.
Koswara menegaskan bahwa pembangunan tersebut tidak melalui prosedur yang benar. Pihaknya berencana segera melaporkan temuan ini ke instansi penegak peraturan daerah dan aparat keamanan laut untuk tindakan lebih lanjut.
“Informasinya betul, proses pembangunan ini atas intruksi pemilik lahan, WNA asal Korea,” tegas Koswara.
“Tidak ada koordinasi kaitan rencana pembangunan. Rencananya kami akan membuat laporan ke instansi terkait untuk penanganan lebih lanjut, agar ada penertiban. Nanti dilibatkan Satpol PP, Satpol Airud, dan TNI AL,” pungkasnya menambahkan.







