Pemerintah Kabupaten Kuningan melalui Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian terus berupaya untuk mengatasi masalah hama yang dialami oleh para petani. Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (Diskatan) Kabupaten Kuningan Wahyu Hidayah memaparkan, salah satu hama yang sering menyerang petani adalah Hama Penggerek Batang Padi (Scirpophaga incertulas) yang menyerang tanaman padi di beberapa kecamatan di Kuningan.
“Untuk penggerek batang padi berdasarkan data itu sampai serangan terakhir itu ada di Luragung, Darma, kemudian Salajambe, Cibireum, Cidahu, Maleber dan Jalaksana dengan total itu luasan serangan itu 52 hektare,” tutur Wahyu, Kamis (13/11/2025).
Menurutnya, Hama Penggerek Batang Padi memiliki siklus hidup yang cepat serta dapat menimbulkan kerusakan yang berat pada tanaman padi. Hama penggerek batang padi beroperasi dengan cara meletakkan telur di permukaan daun, lalu larva yang ada pada telur masuk ke batang dan memakan jaringan dalam. Hal ini membuat batang padi menjadi mengering dan tidak keluar.
Serangan hama penggerek batang padi tersebut menyebabkan petani kehilangan hasil panen mencapai 30-40 persen. Bahkan, lanjut Wahyu, bisa mencapai 70 persen bila tidak dikendalikan sejak dini. Menurut Wahyu, untuk mengatasi serangan hama tersebut, petani bisa menggunakan penyemprotan insektisida.
“Tapi ini fatal karena penggerek batang padi menurunkan produktifitas sampai 70 persen. Berdasarkan hasil pengamatan tim teknis, intensitas serangan penggerek batang padi mencapai rata-rata 12,40%, sehingga perlu segera dilakukan tindakan pengendalian. Penyemprotan dilakukan menggunakan insektisida berbahan aktif Dimehipo 500 g/l untuk menekan populasi larva hama di lapangan,” tutur Wahyu.
Dalam proses penyemprotannya sendiri harus dilakukan secara serentak ke area lahan yang terkena wabah ataupun tidak. Hal ini bertujuan agar hama tidak menyebar dan mati total.
“Dalam satu hamparan area kita lakukan pengendalian serentak baik yang terkena hama atau tidak agar tidak menyebar. Karena penyebab penggerek batang kan dari kupu-kupu yang bisa menyebar dan bertelur. Dari mulai telur jadi larva, terus jadi ulat dan jadi kupu-kupu lagi. Jadi kita bantu insektisida untuk pengendalian hama. Kebetulan kita dapat bantuan juga dari provinsi dan kementerian dengan total 3000 hektare untuk insektisida,” tutur Wahyu.
Selain memberikan bantuan insektisida, untuk mencegah hama, Wahyu juga mengingatkan tentang pentingnya penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT), yang merupakan kombinasi antara pengendalian mekanis, biologis, dan kimiawi secara bijak dan ramah lingkungan.
“Kita tidak bisa hanya bergantung pada pestisida kimia. Gunakan secara selektif, tepat dosis, tepat waktu, agar tidak menimbulkan resistensi dan pencemaran lingkungan. Jaga pula keberadaan musuh alami seperti laba-laba, capung, dan parasitoid telur Trichogramma,” tutur Wahyu.
Wahyu memaparkan, salah satu hama lain yang harus diwaspadai oleh para petani adalah tikus. Untuk mencegah hal tersebut, pihaknya mendorong petani untuk membuat rumah burung hantu di tengah-tengah sawah.
Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.
“Kalau untuk tikus kita tidak menggunakan racun atau pengeposan. Tapi dilakukan dengan Rubuha atau rumah burung hantu di tengah sawah dengan memakai galah atau tiang untuk area yang datar. Rumah tersebut membantu burung hantu untuk pengamatan tikus, jadi misalkan dia terbang, tikus sudah lari duluan. Jadi untuk membantu pengamatan burung hantu untuk tikus sekaligus jadi tempat berkembang biaknya burung hantu, karena burung hantu adalah burung yang tidak bisa membuat rumah” tutur Wahyu.
Lewat beberapa cara untuk mengatasi hama di atas, Wahyu berharap dapat meningkatkan produksi padi dan luas tanam sawah di Kabupaten Kuningan.
“Harapannya peningkatan produksi dan produktivitas dan meningkatkan Indeks pertanaman. Alhamdulillah tahun ini musim kemarau basah, masih ada hujan. Luas penanaman juga meningkat berapa hektare. Nanti bisa diketahuinya di akhir tahun,” pungkas Wahyu.
Selain memberikan bantuan insektisida, untuk mencegah hama, Wahyu juga mengingatkan tentang pentingnya penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT), yang merupakan kombinasi antara pengendalian mekanis, biologis, dan kimiawi secara bijak dan ramah lingkungan.
“Kita tidak bisa hanya bergantung pada pestisida kimia. Gunakan secara selektif, tepat dosis, tepat waktu, agar tidak menimbulkan resistensi dan pencemaran lingkungan. Jaga pula keberadaan musuh alami seperti laba-laba, capung, dan parasitoid telur Trichogramma,” tutur Wahyu.
Wahyu memaparkan, salah satu hama lain yang harus diwaspadai oleh para petani adalah tikus. Untuk mencegah hal tersebut, pihaknya mendorong petani untuk membuat rumah burung hantu di tengah-tengah sawah.
“Kalau untuk tikus kita tidak menggunakan racun atau pengeposan. Tapi dilakukan dengan Rubuha atau rumah burung hantu di tengah sawah dengan memakai galah atau tiang untuk area yang datar. Rumah tersebut membantu burung hantu untuk pengamatan tikus, jadi misalkan dia terbang, tikus sudah lari duluan. Jadi untuk membantu pengamatan burung hantu untuk tikus sekaligus jadi tempat berkembang biaknya burung hantu, karena burung hantu adalah burung yang tidak bisa membuat rumah” tutur Wahyu.
Lewat beberapa cara untuk mengatasi hama di atas, Wahyu berharap dapat meningkatkan produksi padi dan luas tanam sawah di Kabupaten Kuningan.
“Harapannya peningkatan produksi dan produktivitas dan meningkatkan Indeks pertanaman. Alhamdulillah tahun ini musim kemarau basah, masih ada hujan. Luas penanaman juga meningkat berapa hektare. Nanti bisa diketahuinya di akhir tahun,” pungkas Wahyu.
