Massa buruh akan demo di Gedung Sate hari ini, Senin (29/12/2025). Aksi turun ke jalan massa buruh ini menolak penetapan Keputusan Gubernur Jawa Barat tentang Penetapan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) 2026.
Buruh menyatakan aksi akan digelar selama dua hari berturut-turut. Sejumlah tuntutan terkait evaluasi keputusan soal penetapan upah sektoral menjadi agenda utama dalam demonstrasi hari ini.
Ketua DPD Serikat Pekerja Nasional (SPN) Jawa Barat Dadan Sudiana mengatakan, demo akan berlangsung hari ini di Bandung dan besok pada Selasa (30/12) yang akan dipusatkan di Jakarta.
“Hari ini di Bandung, besok ke Jakarta,” ucap Dadan saat dikonfirmasi.
Menurut dia, ada ribuan massa buruh yang turun ke jalan mengikuti aksi demonstrasi hari ini. “Ada ribuan yang akan ikut aksi,” ujarnya.
Serikat buruh telah menyatakan penolakan penetapan UMSK 2026 yang tertuang dalam Kepgub Jabar Nomor 561.7/Kep.863-Kesra/2026. Penolakan dipicu tidak ditetapkannya sejumlah rekomendasi UMSK yang sebelumnya telah diajukan oleh pemerintah daerah.
Diketahui, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi telah menetapkan besaran UMSK 2026, namun hanya berlaku untuk 12 daerah, yakni Kota dan Kabupaten Bekasi, Karawang, Depok, Kabupaten Bogor, Kota Bandung, Cimahi, Bandung Barat, Subang, Indramayu, Kabupaten Cirebon, dan Kota Tasikmalaya.
Padahal sebelumnya tercatat 19 kabupaten/kota di Jawa Barat telah merekomendasikan UMSK. Namun, tujuh daerah yakni Kabupaten Sukabumi, Kota Bogor, Cianjur, Purwakarta, Garut, Majalengka, dan Sumedang justru tidak ditetapkan besaran UMSK-nya dalam Kepgub tersebut.
Ketua KSPSI Jawa Barat, Roy Jinto, menyampaikan, dalam proses penetapan UMSK terjadi penghilangan dan pengurangan rekomendasi yang telah disepakati di tingkat daerah.
“Kami menegaskan bahwa langkah baik Gubernur tersebut tidak berlaku untuk penetapan UMSK 2026. Secara faktual, banyak rekomendasi UMSK hasil perundingan tripartit di kabupaten/kota justru dihilangkan dan dikurangi sejak pembahasan di Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Barat, sebelum disahkan dalam SK Gubernur,” tegas Roy.
Ia menilai, rekomendasi UMSK yang diajukan daerah telah melalui proses pembahasan yang sah dan komprehensif, dengan mempertimbangkan karakteristik sektor usaha dan tingkat risiko kerja sesuai regulasi yang berlaku.
“Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota telah melakukan pembahasan secara saksama dengan mempertimbangkan PP Nomor 49 Tahun 2025 tentang Pengupahan dan PP Nomor 82 Tahun 2019 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Risiko Kerja,” ujarnya.
Roy menegaskan bahwa penghilangan rekomendasi UMSK berdampak serius, mulai dari melemahkan fungsi UMSK sebagai instrumen perlindungan upah sektoral, mengabaikan pengakuan risiko kerja, hingga merusak mekanisme dialog sosial tripartit.
“Penolakan ini bukan semata soal besaran upah, melainkan soal kepatuhan terhadap hukum dan penghormatan terhadap kewenangan daerah. Jika UMK dapat ditetapkan sesuai rekomendasi kabupaten/kota, maka UMSK juga harus diperlakukan dengan prinsip hukum dan keadilan yang sama,” ujarnya.
Atas dasar tersebut, serikat buruh Jawa Barat mendesak Gubernur Jawa Barat untuk segera merevisi Kepgub UMSK 2026 agar sesuai dengan nilai dan jumlah sektor yang direkomendasikan daerah, serta menjamin proses penetapan upah yang transparan dan akuntabel.
