Pemerintah Provinsi Jawa Barat dijadwalkan menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) hari ini. Penetapan dilakukan setelah finalisasi proses di Dewan Pengupahan Provinsi.
Sebelum ditetapkan, Dewan Pengupahan telah menggelar rapat pleno untuk membahas besaran kenaikan UMP serta Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP). Dalam forum tersebut, berbagai usulan mengemuka dengan sudut pandang yang beragam.
Dari sisi buruh, persoalan utama yang disoroti adalah kesenjangan upah antar daerah di Jawa Barat. Rata-rata Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) tercatat berada di angka Rp3.589.619.
Regulasi terbaru melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2025 tentang Pengupahan dinilai belum sepenuhnya mampu menjawab ketimpangan tersebut.
Formula penghitungan upah yang berdasarkan inflasi *year on year* (YoY) sebesar 2,19 persen dan laju pertumbuhan ekonomi (LPE) 5,11 persen, yang dikalikan indeks alpha 0,5 hingga 0,9, dianggap belum cukup untuk mengurangi jurang ketimpangan upah.
Oleh karena itu, serikat buruh mengusulkan besaran UMP sebesar Rp3.833.318, sementara untuk UMSP buruh mengajukan angka Rp3.870.004.
Sebaliknya, kalangan pengusaha mengajukan usulan yang lebih rendah. Mereka mengusulkan kenaikan UMP sebesar 4,745 persen menjadi Rp2.295.206, dari UMP sebelumnya sebesar Rp2.191.232.
Kepala Bidang Hubungan Industrial Disnakertrans Jawa Barat, Firman Desa, menyatakan pemerintah berada di posisi penengah di antara kepentingan buruh dan pengusaha dalam menentukan kebijakan upah.
“Pemerintah dalam hal ini mencoba menengahi antara kepentingan pekerja dan kepentingan perusahaan. Kami membutuhkan pertimbangan keseimbangan, tetapi juga harus sesuai dengan regulasi yang ada,” ujar Firman.
Firman juga menyoroti adanya selisih yang cukup jauh antara Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang berada di angka Rp4.122.871 dengan UMP sebelumnya sebesar Rp2.191.232. Selain itu, kondisi tingkat pengangguran terbuka (TPT) Jawa Barat yang mencapai 6,77 persen, tertinggi ketiga secara nasional, turut menjadi pertimbangan dalam perumusan kebijakan.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, unsur pemerintah di Dewan Pengupahan mengambil nilai alpha 0,7. Dari hasil perhitungan itu, UMP diusulkan sebesar Rp2.317.601, atau naik 5,77 persen setara Rp126.368 dibanding UMP sebelumnya.
Usulan tersebut akan ditetapkan jika disetujui oleh Gubernur, kata Firman.
Sementara untuk UMSP, pemerintah mengusulkan sektor jasa konstruksi ditetapkan UMSP dengan pertimbangan risiko kerja tinggi, seperti konstruksi bangunan gedung, konstruksi bangunan sipil, dan konstruksi khusus.
Dengan pendekatan tersebut, diusulkan penggunaan alpha maksimal 0,9, dengan catatan besaran UMSP harus lebih tinggi dari UMP. Hasilnya, UMSP diusulkan sebesar Rp2.339.995, atau naik 6,79 persen setara Rp148.762 dari UMSP sebelumnya.
“Berdasarkan PP, provinsi, UMK, dan UMSK ditetapkan paling lambat tanggal 24 Desember. Kami mungkin akan menetapkannya sebelum atau paling lambat tanggal 24 Desember. Tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) kami di Dewan Pengupahan Provinsi sifatnya hanya rekomendasi. Tentu nanti diputuskan oleh Pak Gubernur,” ucap Firman.
Kepala Bidang Hubungan Industrial Disnakertrans Jawa Barat, Firman Desa, menyatakan pemerintah berada di posisi penengah di antara kepentingan buruh dan pengusaha dalam menentukan kebijakan upah.
“Pemerintah dalam hal ini mencoba menengahi antara kepentingan pekerja dan kepentingan perusahaan. Kami membutuhkan pertimbangan keseimbangan, tetapi juga harus sesuai dengan regulasi yang ada,” ujar Firman.
Firman juga menyoroti adanya selisih yang cukup jauh antara Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang berada di angka Rp4.122.871 dengan UMP sebelumnya sebesar Rp2.191.232. Selain itu, kondisi tingkat pengangguran terbuka (TPT) Jawa Barat yang mencapai 6,77 persen, tertinggi ketiga secara nasional, turut menjadi pertimbangan dalam perumusan kebijakan.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, unsur pemerintah di Dewan Pengupahan mengambil nilai alpha 0,7. Dari hasil perhitungan itu, UMP diusulkan sebesar Rp2.317.601, atau naik 5,77 persen setara Rp126.368 dibanding UMP sebelumnya.
Usulan tersebut akan ditetapkan jika disetujui oleh Gubernur, kata Firman.
Sementara untuk UMSP, pemerintah mengusulkan sektor jasa konstruksi ditetapkan UMSP dengan pertimbangan risiko kerja tinggi, seperti konstruksi bangunan gedung, konstruksi bangunan sipil, dan konstruksi khusus.
Dengan pendekatan tersebut, diusulkan penggunaan alpha maksimal 0,9, dengan catatan besaran UMSP harus lebih tinggi dari UMP. Hasilnya, UMSP diusulkan sebesar Rp2.339.995, atau naik 6,79 persen setara Rp148.762 dari UMSP sebelumnya.
“Berdasarkan PP, provinsi, UMK, dan UMSK ditetapkan paling lambat tanggal 24 Desember. Kami mungkin akan menetapkannya sebelum atau paling lambat tanggal 24 Desember. Tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) kami di Dewan Pengupahan Provinsi sifatnya hanya rekomendasi. Tentu nanti diputuskan oleh Pak Gubernur,” ucap Firman.
