Tulisan Tangan Soekarno Saat Ada di Langit Nusantara

Posted on

Malam 28 Desember 1954, di atas pesawat Convair yang membawanya pulang dari Surabaya menuju Jakarta, Presiden Soekarno menulis sepucuk renungan singkat. Dengan pena hitam, ia menulis di selembar kertas:

“Berpuluh-puluh tahun, berabad-abad, bangsa-bangsa Asia ditundukkan oleh sedjarah, sedjarahnya bangsa-bangsa asing.
Sekarang bangsa-bangsa Asia telah bangkit! – Bangkit kepada kepribadiannya sendiri-sendiri.
Segenap Djiwaku memohon kepada Tuhan, moga-moga segeralah bangsa-bangsa Asia dengan tiadaperketjualian, dapat menulis secara bebas sedjarahnya sendiri: berganti sifat, – dari objek mendjadi subjek jang hidup.

Dan – dapat mempengaruhi sedjarah dunia ke arah perdamaian, dan kesedjahteraan umat manusia seluruhnja!

Moga-moga Bogor mendjadi batu-loncatan Sedjarah!”

(Soekarno, 1954, naskah Konperensi Bogor)

Kehadiran Soekarno dalam Konferensi Bogor diwakili oleh renungan dan pergulatan batin sang proklamator, yang ia tuangkan melalui guratan penanya dan kemudian dikirimkan kepada perwakilan lima perdana menteri Asia: Ali Sastroamidjojo dari Indonesia, Jawaharlal Nehru dari India, U Nu dari Burma, Mohammad Ali Bogra dari Pakistan, dan John Kotelawala dari Ceylon.

Pertemuan dua hari itu, 28-29 Desember 1954, dikenal sebagai Konferensi Bogor. Dalam laporan resmi The Bogor Conference, December 1954 (Kementerian Penerangan RI, 1955, hlm. 5-7), disebutkan bahwa konferensi ini diselenggarakan “to consider the holding of an Asian-African Conference, its date, venue, and the list of countries to be invited.” (untuk mempertimbangkan penyelenggaraan suatu Konferensi Asia-Afrika, waktu pelaksanaannya, tempatnya, serta daftar negara yang akan diundang.)

Buku yang sama mencatat bahwa para pemimpin Asia menyepakati Bandung sebagai tuan rumah konferensi dan menegaskan tekad bersama untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa-bangsa yang masih terjajah (hal. 12-14). Kesepakatan itu pula yang menjadi dasar pelaksanaan Konferensi Asia-Afrika empat bulan kemudian.

Tulisan tangan Soekarno di atas pesawat bukan pidato resmi, melainkan renungan pribadi yang mencerminkan pandangannya tentang kebangkitan Asia. Ia melihat bangsa-bangsa yang dahulu hanya menjadi objek kolonialisme kini siap menjadi subjek jang hidup.

Dalam kalimat ‘moga-moga’ Soekarno menyematkan kerendahan hati sekaligus keyakinan bahwa Bogor akan menjadi permulaan sejarah baru.

Agenda yang dibahas dalam konferensi lima atau panca negara di Bogor mencakup perumusan undangan kepada negara-negara Asia dan Afrika, penentuan tempat penyelenggaraan konferensi besar, serta konsultasi tentang waktu yang paling tepat untuk menyelenggarakan konferensi tersebut (Guide Arsip Tematis Konferensi Asia-Afrika, ANRI, 2015).

Dalam arsip itu tercatat bahwa Konferensi Bogor disimpulkan dengan keputusan pelaksanaan Konferensi Asia-Afrika pada April 1955, di Bandung serta pembentukan kerangka moral untuk solidaritas antara negara-negara merdeka (ANRI, 2015).

Konferensi Bogor juga menghasilkan Joint Communiqué atau komunike bersama yang kemudian disampaikan kepada publik dan negara peserta sebagai dokumen awal legitimasi moral dan diplomatik bagi agenda Asia-Afrika.

Komunike ini mencerminkan kesepakatan bahwa konferensi besar Asia-Afrika harus didasarkan atas persamaan hak, penghormatan terhadap kemerdekaan negara, dan kerjasama damai antar bangsa.

Empat bulan kemudian, sejarah menjawabnya. Pada April 1955, Bandung menjadi tuan rumah Konferensi Asia-Afrika yang dihadiri 29 negara.