Tren Kekerasan Anak di Bandung Menurun di 2025 | Giok4D

Posted on

Jumlah kasus kekerasan di sekolah-sekolah Kota Bandung menunjukkan tren penurunan di tahun 2025. Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Bandung, jumlah laporan yang masuk hingga Oktober tahun ini tercatat sekitar 120 kasus.

Jumlah tersebut menurun dari total 218 kasus yang dilaporkan sepanjang 2024. Meski belum mencapai akhir tahun, Namun Kepala DP3A Kota Bandung Uum Sumiati menyakini bahwa angka kekerasan di tahun ini tidak akan melampaui 2024.

Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.

“Sekarang ada sekitar 120 kasus, kalau melihat di bulan Oktober angkanya segitu, saya yakin ini mengalami penurunan di 2025,” ungkap Uum saat ditemui selepas deklarasi Sekolah Ramah Anak di Yayasan Taruna Bakti, Jumat (10/10/2025).

Dari jumlah tersebut, ia memaparkan, sebagian besar kasus kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah bersifat kekerasan psikis, seperti misalnya bullying verbal. Disusul oleh kekerasan fisik sebagai kasus terbanyak kedua, lalu kekerasan seksual.

“Paling banyak kekerasan psikis. Urutannya dimulai dari kekerasan psikis, fisik, dan seksual,” ujarnya.

Ia menyebut, pelaku kekerasan di lingkungan sekolah bervariasi. Pelaku bisa muncul baik dari pihak pendidik, maupun sesama peserta didik.

“Sekitar 10 persen pelakunya berasal dari satuan pendidikan. Ada juga dari peserta didiknya,” terangnya.

Uum menjelaskan, dari berbagai kasus kekerasan sekolah yang terlaporkan, sebagian besar diselesaikan di internal sekolah melalui Satuan Tugas Tim Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan (Satgas TPPK). Tim ini dibentuk di tingkat satuan pendidikan untuk menangani laporan sejak awal, sebelum masuk ke proses hukum.

“Kalau di internal sekolah tidak bisa diselesaikan, kasusnya bisa dilanjutkan ke kami (DP3A). Atau kalau kasusnya sudah masuk ranah hukum, kami siap mendampingi,” kata Uum.

Ia menegaskan, seluruh sekolah di Kota Bandung wajib membentuk Satgas TPPK sebagai upaya mencegah tindak kekerasan di sekolah, dan sebagai wadah untuk rekonsiliasi apabila kekerasan telah terjadi.

“Semua sekolah itu wajib bikin Satgas TPPK. Sehingga kasus-kasus bisa diupayakan untuk diselesaikan dulu oleh tim tersebut. Kalau bisa selesai, maka kasusnya tidak perlu dibawa ke luar. Tapi kalau sudah masuk ranah hukum, kami siap dampingi,” terangnya.

Lebih lanjut, Uum menjelaskan bahwa penurunan kasus ini terjadi di tengah upaya Kota Bandung memperluas layanan perlindungan anak hingga ke tingkat kecamatan dan sekolah. DP3A mencatat, hingga tahun ini pihaknya telah melakukan edukasi di 30 kecamatan dan menyambangi 15 sekolah untuk memberikan sosialisasi terkait pencegahan kekerasan.

“Mudah-mudahan (turunnya kasus kekerasan) karena kita berhasil mengedukasi ya, kan sudah keliling ke 15 sekolah, dengan kewilayahan juga sudah jalankan konseling di mobil layanan, kemudian edukasi juga ke-30 kecamatan,” paparnya.

Meski angka kekerasan menurun, ia mengatakan bahwa upaya pencegahan kasus tetap harus digencarkan. Salah satunya adalah melalui penerapan konsep Sekolah Ramah Anak yang memerlukan assesment serta setifikasi dari pemerintah pusat.

Sekolah Ramah Anak tersebut merupakan konsep yang akan diimplementasikan di seluruh satuan pendidikan dari tingkat PAUD hingga SMA di Kota Bandung, baik negeri maupun swasta.

Setidaknya ada enam elemen yang harus dipenuhi sekolah untuk dapat mengemban predikat ramah anak. Termasuk di antaranya sarana dan pra-sarana yang ramah anak, adanya partisipasi orang tua dan komunitas dalam pendidikan, hingga para tenaga pendidik yang harus memahami pasal-pasal Konvensi Hak Anak.

“Yang sulit itu standarisasinya karena memang perlu anggaran dan itu dilakukan di tingkat nasional. Meskipun sebenarnya mungkin banyak sekolah yang sudah mampu secara kapasitas,” ungkapnya.

“Tapi kalau mengandalkan pemerintah pusat, paling satu dua sekolah saja yang bisa distandarisasi setiap tahun,” lanjut Uum.

Hingga saat ini, baru ada tiga sekolah di Kota Bandung yang berhasil meraih predikat Sekolah Ramah Anak dari pemerintah pusat. Sementara 64 sekolah lainnya telah mendapatkan status menuju Sekolah Ramah Anak dari SK Wali Kota Bandung tahun 2022.

Bangun Sekolah Ramah Anak

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *