Tragedi Dinamit Bandung 1893 dan Upaya Pembunuhan Bupati Baru

Posted on

Lapangan Tegallega di Kota Bandung menjadi saksi bisu peristiwa yang geger dan mengerikan. Bagaimana tidak, ribuan orang nyaris menjadi korban ledakan dinamit tatkala mereka akan menyaksikan pacuan kuda di tempat itu.

Beruntung, petugas keamanan ketika itu mengetahui adanya dinamit yang terpasang di area tersebut dan segera meminta warga untuk mengosongkan lapangan.

Dinamit sendiri meletus pada 17 Juli 1893 dan merusak dinding tembok panggung pada direksi pacuan kuda di Tegallega itu. Kejadian yang terkenal dengan “Peristiwa Dinamit Bandung” ini berbuntut panjang dengan diasingkannya sejumlah pejabat.

Dikutip dari buku “Dewi Sartika”, karangan Rochiati Wiriaatmadja (Departemen P&K, 1985) bahwa pada masa tersebut, sudah lazim jika seorang bupati meninggal, maka penggantinya adalah anak atau yang masih bertalian kerabat dengan bupati tersebut.

Ketika Bupati Bandung, Raden Adipati Kusumadilaga yang merupakan saudara Wiranatakusumah IV atau Dalem Bintang, wafat pada 11 April 1893, puteranya yang semestinya mendapatkan tahta kebupatian, R. Muharam, masih kecil sehingga tidak mungkin dilantik.

Maka kemungkinan yang menjadi bupati adalah beberapa di antara kerabatnya. Sejumlah nama telah diajukan keluarga kepada Pemerintah Hindia-Belanda untuk mengangkat salah satu di antara nama yang diajukan.

Menurut uraian Rochiati Wiriaatmadja, masyarakat Bandung pada waktu itu melihat adanya beberapa orang calon bupati yang dapat menggantikan Dalem Kusumadilaga, antara lain:

a) R. Demang Soeria Kartahadiningrat yang merupakan Patih Cicalengka.
b) R. Nataningrat yang merupakan Asisten Wedana Buahbatu.
c) R. Rangga Somanagara yang merupakan Patih Bandung.

Namun yang terpilih menggantikan Dalem Kusumadilaga nyatanya tidak ada keterkaitan keturunan, yaitu malah keturunan Pangeran Kornel dari Sumedang, R.A.A. Martanegara.

Keputusan itu tertuang pada sebuah tilgram tertanggal 28 Juni 1893. Martanegara kemudian dilantik pada tanggal 14 Juli 1893.

Pada saat pelantikan 14 Juli 1893, hadir sejumlah bupati dari daerah lain di Priangan, juga para pengagung untuk mengucapkan selamat kepada R.A.A. Martanegara atas jabatan yang diembannya saat ini.

Dalam suasana yang meriah itu, tiba-tiba terdengar suara letusan dari arah timur pendopo Kabupaten Bandung. Setelah ditelusuri, letusan itu adalah bunyi ledakan dinamit di jembatan Cikapundung.

Tetapi, oleh pejabat pemeriksa kejadian itu, yang dilaporkan kepada bupati bukanlah bagaimana kejadian sebenarnya, melainkan kebohongan. Dikatakan bahwa seorang Inggris yang menginap di sebuah losmen telah menembak seekor kelelawar.

Pada 17 Juli 1893, Bupati Bandung R.A.A. Martanegara mendapatkan laporan adanya letusan di pacuan kuda Tegallega yang mengakibatkan kerusakan pada pilar tembok panggung.

Dinamit adalah pemicu ledakan itu. Selain itu, dinamit juga terpasang pada tempat-tempat lain. Pada hari ketika dinamit-dinamit itu ditemukan, memang akan ada pacuan kuda, namun jaksa ketika itu lebih awal mengetahui karena mendapat bocoran dari anggota komplotan mereka.

Beberapa hari setelahnya, diketahui bahwa dinamit-dinamit itu memang ditujukan untuk pejabat-pejabat Belanda di Bandung sekaligus Bupati Bandung yang baru, R.A.A. Martanegara tersebut.

Penyelidikan dilakukan, sekitar 56 orang diperiksa dalam kasus ini. Selama berbulan-bulan kasus ini bergulir dan mengarah pada sejumlah nama. Yang paling disalahkan atas Peristiwa Dinamit Bandung ini adalah R. Rangga Somanagara, Patih Bandung.

Semua ini berawal dari kekecewaan R. Rangga Somanagara, yang merupakan ayah tokoh perempuan Sunda, Dewi Sartika (1884-1947), karena dia tidak terpilih oleh Pemerintah Kolonial sebagai Bupati Bandung, pengganti Dalem Kusumadilaga.

Padahal, secara jabatan dalam dunia priyayi, Somanagara sudah cakap. Dan secara keturunan, dia merupakan menantu Dalem Bintang atau Wiranatakusumah IV, Bupati Bandung.

Akhirnya, niat berontak muncul. Somanagara bersama ayahnya, R. Demang Soeria di Praja yang merupakan Pensiunan Jaksa Kepala, mengatur siasat supaya ada teror dinamit di Bandung. Siasatnya cukup rapi, sebab perlu waktu lama untuk penyidik mengungkap siapa dalang dari kejadian-kejadian bom itu.

Setelah menjadi Patih Bandung, Somanagara sempat menjadi Patih Mangunreja (Sukapura, sekarang Tasikmalaya) sebelum akhirnya ketahuan sebagai dalang dinamit Bandung. Sebagai sanksi, Somanagara dibuang jauh ke Ternate. Ayahnya Demang Soeria di Praja dibuang ke Pontianak.

Lorong Waktu adalah rubrik khas infoJabar yang mengulas mengenai peristiwa yang terjadi masa lampau.

Awal Mulanya

Dinamit di Jembatan Cikapundung

Dinamit di Pacuan Kuda

Diasingkan ke Ternate