Fakta baru terungkap dalam kasus siswi Madrasah Tsanawiyah (MTs) berinisial AK (14) di Kabupaten Sukabumi yang meninggal dunia diduga karena mengakhiri hidupnya sendiri. Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Sukabumi mengungkap bahwa korban sempat mengalami perselisihan dengan kakak kelasnya sebelum peristiwa tragis itu terjadi.
Kasubbag TU Kemenag Kabupaten Sukabumi, Agus Santosa mengatakan, hasil koordinasi bersama sejumlah instansi mengidentifikasi adanya komunikasi yang kurang baik antara korban dan kakak kelasnya. Namun, masalah tersebut disebut telah diselesaikan oleh pihak sekolah melalui guru Bimbingan Konseling (BK).
“Dari sisi surat wasiat, memang ada sedikit perselisihan antara siswa kelas VIII dan IX. Ada pernyataan dari almarhum, kemudian kakak kelas merasa tidak enak. Tapi permasalahan itu sudah diselesaikan oleh guru BK dan tidak sampai pada kekerasan fisik,” ujar Agus kepada wartawan usai mengadakan pertemuan dengan Forkopimda di kantor Kemenag Kabupaten Sukabumi, Kamis (30/10/2025).
Agus menjelaskan, pertemuan koordinasi yang digelar bersama Komisi IV DPRD Kabupaten Sukabumi juga melibatkan unsur Disdik, DP3A, Polres Sukabumi, dan pihak MTsN 3 Sukabumi. Forum tersebut menjadi wadah evaluasi bersama agar peristiwa serupa tidak terulang.
“Forum ini tidak mencari siapa yang salah dan benar, tapi menjadi evaluasi bersama agar kejadian seperti ini tidak terjadi lagi. Kita berkolaborasi dengan Forkopimda, DP3A, kepolisian, dan Komisi IV untuk langkah pencegahan dan edukasi terhadap bahasa-bahasa perundungan,” jelasnya.
Menurut Agus, perundungan atau ejekan di lingkungan sekolah sering kali dianggap hal lumrah oleh pelajar, padahal bisa berdampak besar pada psikologis anak.
“Ada bahasa-bahasa yang dikira komunikasi biasa, tapi sebenarnya bentuk perundungan verbal. Misalnya menyebut teman dengan kata yang tidak pantas, dianggap bercanda, padahal bisa menyakiti perasaan orang lain,” katanya.
Agus memastikan pihak Kemenag bersama DP3A terus melakukan pendampingan kepada keluarga korban serta mendorong satuan pendidikan untuk lebih aktif mendeteksi dini potensi bullying di kalangan siswa.
“Kami fokus untuk menyelamatkan anak didik dan melindungi mereka. Semua pihak, baik sekolah maupun keluarga, harus lebih peka terhadap perubahan perilaku anak,” tegasnya.
Hingga kini, kasus dugaan perundungan yang menimpa AK masih dalam proses penyelidikan. Agus menyebut belum ada pihak yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
“Untuk proses hukumnya, kami serahkan kepada pihak berwenang. Tapi karena yang terlibat masih anak-anak, semuanya mendapatkan pendampingan dari DP3A,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, seorang siswi MTs Negeri di Kecamatan Cikembar, Kabupaten Sukabumi berinisial AK (14) ditemukan tewas diduga gantung diri di rumahnya di Kecamatan Cikembar, Kabupaten Sukabumi, Selasa (28/10/2025) malam. Dari lokasi kejadian, ditemukan secarik surat tulisan tangan yang diduga berisi pesan terakhir korban.
Surat yang ditemukan di buku tulis bergaris itu ditulis dengan campuran bahasa Sunda dan Indonesia, beberapa narasi menggunakan kata sapaan “eneng”. Tulisan tangan korban tampak rapi namun bergetar di beberapa bagian seolah ditulis dalam keadaan sangat emosional.
Dalam surat itu, korban menulis bahwa ia bukan bermaksud membuat masalah, melainkan hanya ingin menyampaikan perasaan. Ia mengaku sering tersakiti oleh perkataan dan sikap teman-teman di kelas, dan merasa lelah hingga hanya ingin mencari ketenangan.
“Eneng beres di bikin nyeri ku perkataan babaturan di kls ku omongan, sikap. Eneng beres cape, eneng cuman hayang ketenangan,” tulisnya.
Korban sempat menyinggung keinginan pindah sekolah karena tidak tahan dengan suasana kelas yang membuatnya tidak nyaman. Di akhir halaman, ia menulis, “Eneng sayang mmh, bpk, I love you. Sebenerna malin banyak cerita t’h, tapi segitu aja we babay,”
Pada halaman kedua, korban berulang kali meminta maaf kepada orang tua, guru, dan teman-teman. Ia menyebut beberapa nama teman sekelas dan mengaku berusaha memaafkan meski masih terluka.
“Lain alim maafkeun maraneh, ajeng lain dendam tapi ajeng bes berusaha maafkeun karirian tapi naon, maraneh anu sering bikin luka,” tulisnya.
Ada pula penggalan kalimat yang menguatkan dugaan bahwa korban mengalami perundungan (bullying) di lingkungan sekolah.
Agus memastikan pihak Kemenag bersama DP3A terus melakukan pendampingan kepada keluarga korban serta mendorong satuan pendidikan untuk lebih aktif mendeteksi dini potensi bullying di kalangan siswa.
“Kami fokus untuk menyelamatkan anak didik dan melindungi mereka. Semua pihak, baik sekolah maupun keluarga, harus lebih peka terhadap perubahan perilaku anak,” tegasnya.
Hingga kini, kasus dugaan perundungan yang menimpa AK masih dalam proses penyelidikan. Agus menyebut belum ada pihak yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
“Untuk proses hukumnya, kami serahkan kepada pihak berwenang. Tapi karena yang terlibat masih anak-anak, semuanya mendapatkan pendampingan dari DP3A,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, seorang siswi MTs Negeri di Kecamatan Cikembar, Kabupaten Sukabumi berinisial AK (14) ditemukan tewas diduga gantung diri di rumahnya di Kecamatan Cikembar, Kabupaten Sukabumi, Selasa (28/10/2025) malam. Dari lokasi kejadian, ditemukan secarik surat tulisan tangan yang diduga berisi pesan terakhir korban.
Surat yang ditemukan di buku tulis bergaris itu ditulis dengan campuran bahasa Sunda dan Indonesia, beberapa narasi menggunakan kata sapaan “eneng”. Tulisan tangan korban tampak rapi namun bergetar di beberapa bagian seolah ditulis dalam keadaan sangat emosional.
Dalam surat itu, korban menulis bahwa ia bukan bermaksud membuat masalah, melainkan hanya ingin menyampaikan perasaan. Ia mengaku sering tersakiti oleh perkataan dan sikap teman-teman di kelas, dan merasa lelah hingga hanya ingin mencari ketenangan.
“Eneng beres di bikin nyeri ku perkataan babaturan di kls ku omongan, sikap. Eneng beres cape, eneng cuman hayang ketenangan,” tulisnya.
Korban sempat menyinggung keinginan pindah sekolah karena tidak tahan dengan suasana kelas yang membuatnya tidak nyaman. Di akhir halaman, ia menulis, “Eneng sayang mmh, bpk, I love you. Sebenerna malin banyak cerita t’h, tapi segitu aja we babay,”
Pada halaman kedua, korban berulang kali meminta maaf kepada orang tua, guru, dan teman-teman. Ia menyebut beberapa nama teman sekelas dan mengaku berusaha memaafkan meski masih terluka.
“Lain alim maafkeun maraneh, ajeng lain dendam tapi ajeng bes berusaha maafkeun karirian tapi naon, maraneh anu sering bikin luka,” tulisnya.
Ada pula penggalan kalimat yang menguatkan dugaan bahwa korban mengalami perundungan (bullying) di lingkungan sekolah.






