Salah satu satwa langka yang ada di Gunung Ciremai adalah elang jawa. Satwa langka ini dinobatkan sebagai top predator di gunung tertinggi di Jawa Barat.
Menurut Koordinator Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) Silvia Lucyanti, salah satu keunikan dari elang jawa adalah keberadaannya sebagai predator puncak rantai makanan.
“Elang jawa itu disebutnya sebagai Top Predator yang menduduki puncak rantai makanan, termasuk bisa mengendalikan ekosistem di bawahnya. Jadi kalau elang jawa terancam atau punah akan mengganggu ekosistem di bawahnya. Misalnya pakan elang jawa kan banyak macamnya, ada mamalia kecil seperti tikus, nanti tikus akan semakin banyak atau ular kecil, nanti ular kecil semakin banyak. Itu kalau elang jawa punah,” tutur Silvia.
Berbeda dengan elang jenis lain, elang jawa memiliki ciri-ciri khusus seperti jambul yang menonjol di atas kepala dan bulu yang berwarna cokelat. Menurut Silvia, biasanya habitat elang jawa berada di daerah lembah atau lereng yang dekat dengan sumber air dan jauh dari predator lain seperti ular besar.
“Kalau di Ciremai itu kebanyakan di lembah atau pohon-pohon yang lebih tinggi. Dan, tempat penjelajahannya adalah di zona ekoton atau zona peralihan antara hutan dan padang rumput, karena mencari makannya itu di area terbuka,” tutur Silvia.
Di Gunung Ciremai sendiri populasi elang jawa cenderung stabil bahkan meningkat dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir. “Dalam beberapa tahun ini populasinya cenderung stabil perkiraannya itu ada 40 individu di tahun 2024 kemarin. Memang trendnya dari tahun 2015 sampai sekarang cenderung meningkat, karena kita menemukan beberapa elang remaja yang sudah melewati tahapan pengasuhan induknya,” tutur Silvia.
Data tersebut didapatkan dari 13 tempat pemantauan Elang Jawa di Gunung Ciremai yang tersebar di Kabupaten Kuningan dan Majalengka. “Side atau tempat pemantauan bertambah dari dulu 10 tempat sekarang 13 side. Sebelum kita menambah 3 side itu populasinya 30-an. Biasanya 1 homebase itu ada satu jantan satu betina. Karena Elang Jawa kan punya tempatnya masing-masing,” tutur Silvia.
Meski usia Elang Jawa di alam liar bisa mencapai 30 tahun. Namun, untuk berkembang biak, burung yang jadi inspirasi simbol negara ini, masih tergolong hewan yang perkembangbiakannya cukup lambat. “Kalau untuk berkembang biak di Gunung Ciremai itu pada umumnya itu rata-rata dua tahun sekali atau setahun sekali, tergantung. Beranaknya juga itupun cuman satu. Makanya ini sangat rentan kan, harus dilindungi. Anakan ini juga belum tentu selamat sampai tumbuh keluar dari sarangnya dan terbang,” tutur Silvia.
Silvia mengatakan salah satu tantangan dalam menjaga populasi elang jawa adalah kawasan yang dinamis. “Tidak bisa dipungkiri kawasan hutan kan dinamis ya, tidak hanya untuk perlindungan satwa liar tapi untuk fungsi lainnya seperti jasa lingkungan, wisata. Jadi tantangan kita ini bagaimana habitatnya tetap terjaga dengan tetap berdampingan,” tutur Silvia.
Sebagai hewan yang sensitif terhadap aktivitas manusia, Silvia mencontohkan, bagaimana sarang elang jawa yang dulu ada di lembah Cilengkrang Kuningan, sekarang sudah tidak ada karena adanya aktivitas manusia.
“Dulukan di Cilengkrang ada sarang, tapi sekarang sudah nggak ada karena adanya aktivitas manusia. Ada satu lagi di Majalengka yang lokasinya di lereng karena adanya aktivitas manusia jadi berdampak terhadap keberadaan sarang. Jadi sarangnya tuh pindah,” tutur Silvia.
Silvia bersama timnya mengaku kesulitan mencari keberadaan elang jawa karena habitatnya yang menyusut. “Tantangan kita masih mencoba nyari sarang, karena nyari sarang kan tidak mudah yah. Ada yang sarangnya itu di hutan alam, ada yang di pinggiran ada lagi yang masuk ke hutan. Misal ada satu tempat pemantauan tapi di hutan alam. Itukan mencari sarang di hutan alamnya yang susah,” tutur Silvia
Sebagai hewan langka yang dilindungi, Silvia berpesan agar masyarakat atau individu bersama-sama menjaga keutuhan habitat elang jawa di Gunung Ciremai. “Sama-sama melindungi elang jawa, baik dari individunya untuk menjaga kebutuhan habitatnya tersendiri, teman-teman yang melakukan aktivitas pendakian turut berjaga. Apalagi elang jawa kan hewan endemik yang hanya ada di pulau Jawa dan terancam punah,” pungkas Silvia.