Pasca-peristiwa gerakan tanah di Kampung Nanggerang, Desa Pabuaran, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, 8 Juli 2025, Badan Geologi Kementerian ESDM merilis 12 butir rekomendasi untuk mencegah longsor susulan dan meminimalkan dampak risiko bencana. Kawasan tersebut dinyatakan masih sangat rawan gerakan tanah, terutama saat curah hujan tinggi.
Kepala Badan Geologi, Muhammad Wafid, mengatakan bahwa langkah antisipatif harus segera dilakukan warga, termasuk dengan meningkatkan kewaspadaan di saat hujan dan melakukan pemantauan mandiri terhadap tanda-tanda pergerakan tanah.
“Masyarakat diminta aktif mengamati retakan, terutama bila ada hujan deras. Bila gerakan tanah berkembang, segera laporkan ke BPBD atau pemerintah setempat,” ujar Wafid dalam keterangan tertulis, Selasa (5/8/2025).
Wafid mengingatkan agar rumah yang rusak berat tidak digunakan untuk berkumpul atau beristirahat. Perbaikan rumah boleh dilakukan, namun harus disertai pengawasan ketat terhadap perubahan struktur tanah.
“Jika muncul rembesan air baru, mata air lama hilang, atau air berubah keruh, itu tanda bahaya. Segera mengungsi. Dan kalau retakan meluas ke arah permukiman, relokasi menjadi pilihan paling aman,” ujarnya.
Lebih lanjut, Wafid menyatakan bahwa pengembangan permukiman di area lereng yang terjal harus dihentikan. Penanganan teknis seperti menutup retakan dengan tanah liat padat perlu dilakukan untuk mencegah air meresap masuk.
“Aktivitas ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati, memperhatikan kondisi cuaca dan keselamatan warga,” kata Wafid.
Dia menambahkan, pengendalian air permukaan menjadi salah satu kunci pencegahan bencana lanjutan. Saluran air tidak boleh masuk ke zona retakan. Karena itu, sistem drainase harus kedap air dan diarahkan langsung ke sungai utama melalui parit-parit pencegat. Dalam konteks adaptasi bangunan, ia menekankan pentingnya mengikuti kearifan lokal.
“Di daerah rawan seperti ini, rumah panggung atau bangunan tidak permanen lebih tepat digunakan. Bangunan rigid seperti tembok dan lantai keramik justru berisiko roboh meskipun tanah bergerak lambat,” jelasnya.
Rekomendasi lainnya termasuk larangan membangun kembali di zona terdampak, penghijauan lereng dengan tanaman berakar kuat, serta peningkatan edukasi kepada masyarakat.
“Sosialisasi menjadi hal penting agar warga bisa memahami ciri-ciri awal gerakan tanah dan mengambil keputusan yang cepat dan tepat. Yang terpenting, ikuti selalu arahan dari pemerintah dan BPBD,” Wafid memungkasi.
Gerakan tanah jenis rayapan terjadi di Kampung Nanggerang RT 03/02, Desa Pabuaran, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, Selasa 8 Juli 2025 pukul 20.00 WIB. Bencana ini ditandai dengan retakan pada permukaan tanah dan bangunan, yang meskipun pergerakannya lambat, berpotensi menimbulkan kerusakan luas secara bertahap.
Berdasarkan laporan Tim Reaksi Cepat BPBD Kabupaten Bogor, sebanyak 15 rumah terdampak. Rinciannya, 12 rumah rusak ringan (dihuni 39 jiwa), satu rumah rusak sedang (4 jiwa), dan dua rumah rusak berat (11 jiwa). Sebanyak 15 orang di antaranya harus mengungsi. Lokasi berada pada kawasan dataran hingga perbukitan landai, di ketinggian 207 meter di atas permukaan laut, dekat kelokan sungai yang mengalami erosi tebing.
Secara geologi, wilayah tersebut disusun oleh Formasi Jatiluhur yang terdiri atas napal, serpih lempungan, dan batupasir kuarsa-jenis batuan yang rentan terhadap pelapukan. Kawasan ini juga berada di zona struktur sesar, menjadikannya wilayah yang lemah dan mudah terpengaruh oleh infiltrasi air. Berdasarkan Peta Prakiraan Gerakan Tanah bulan Juli 2025, kawasan ini termasuk zona rawan menengah hingga tinggi.
Faktor pemicu utama gerakan tanah antara lain adalah erosi sungai yang menggerus lereng di tikungan, struktur sesar yang menyebabkan ketidakstabilan tanah, lahan basah seperti sawah yang membuat tanah jenuh air, serta curah hujan tinggi yang mempercepat proses pelunakan tanah. Kombinasi faktor ini menjadikan kawasan tersebut sangat rawan terjadi gerakan tanah susulan.