Sukabumi Nihil Serum Anti Bisa Ular

Posted on

Kasus meninggalnya Abah Ocang (73), petani asal Kecamatan Cidadap, membuka fakta lain tentang kesiapan layanan kesehatan di Kabupaten Sukabumi. Hingga kini, tidak ada satu pun Puskesmas di Sukabumi yang memiliki stok serum antibisa ular (antivenom).

Dalam keterangan tertulis yang diterima infoJabar, Sekretaris Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sukabumi, Masykur Alawi menjelaskan, bahwa pihaknya telah menerima laporan kematian warga Cidadap yang diduga akibat gigitan ular.

“Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi telah mendapat laporan kasus kematian yang diduga karena gigitan ular dari wilayah kerja Puskesmas Cidadap, untuk jenis ularnya Dinas Kesehatan sampai saat ini belum mendapat informasi,” kata Masykur dalam keterangan tertulis yang diterima infoJabar, Kamis (9/10/2025).

Masykur menuturkan, mekanisme pelaporan dari Puskesmas ke Dinkes dilakukan secara berjenjang. “1×24 jam WhatsApp ke Dinas Kesehatan, disusul mengirimkan laporan bulanan,” ujarnya.

Data tersebut, lanjut Masykur, diperoleh dari stafnya, Kepala Bidang Upaya dan Pembiayaan Kesehatan Dinkes Sukabumi, Cucu Sumintardi, yang juga menangani pemantauan kasus gigitan ular di lapangan.

Masykur memastikan, tidak ada serum antibisa ular yang disimpan di tingkat kabupaten. “Informasi dari tingkat provinsi (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat), serum tidak disimpan di Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi,” kata dia.

Kondisi di lapangan pun serupa. “Di Kabupaten Sukabumi tidak ada, tetapi tersedia di RS Jampang Kulon yang merupakan rumah sakit tingkat provinsi,” tuturnya.

Ia kemudian menegaskan soal ketiadaan stok di Puskesmas dan RSUD milik Pemkab Sukabumi. Stok hanya dimiliki di RSUD milik pemerintah provinsi Jawa Barat.

“Puskesmas di Kabupaten Sukabumi tidak memiliki stok serum antibisa, stok antibisa hanya ada di RSUD Jampang Kulon,” ujarnya.

Mengenai pola distribusi dan penanganan kasus, Masykur menjelaskan bahwa serum tidak pernah didistribusikan ke Puskesmas.

“Serum tidak didistribusikan ke Puskesmas. Bila terjadi kasus gigitan ular, maka korban dirujuk ke rumah sakit. Dari rumah sakit, bila telah diketahui jenis antibisa ular yang tepat, maka rumah sakit yang tidak memiliki antibisa ular bisa menghubungi Dinkes Provinsi Jawa Barat atau RSUD Jampang Kulon untuk mendapatkan vaksin yang sesuai,” katanya.

Dinkes juga menambahkan bahwa laporan bulanan dari Puskesmas tetap rutin dikirimkan.

“Laporan bulanan dari Puskesmas tentang kasus gigitan tiap bulan dikirimkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi. Laporan tentang stok vaksin antibisa ular dari rumah sakit setiap bulan dilaporkan ke tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi,” tutur Masykur.

Ketika ditanya soal waktu respons jika stok kosong, jawabannya tegas. “Puskesmas tidak menyimpan stok antibisa ular, pasien dirujuk ke rumah sakit,” ujarnya.

Dinkes mengakui belum ada kerja sama langsung dengan produsen serum antibisa nasional, Bio Farma.

“Belum ada koordinasi dengan Bio Farma, karena selama ini Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi hanya berkoordinasi dengan Dinas Provinsi Jawa Barat terkait suplai antibisa ular,” kata Masykur.

Keterbatasan juga muncul pada sisi logistik. “Distribusi penyediaan serum anti bisa memerlukan optimalisasi dari segi koordinasi dan komunikasi, juga sarana transportasi, karena semuanya harus dilaksanakan secara cepat dan tepat,” ujarnya.

Menanggapi kasus Abah Ocang, Dinkes menyebut akan tetap melakukan evaluasi berjenjang dan berkoordinasi dengan tingkat provinsi.

“Dinas Kesehatan selalu melakukan evaluasi secara berjenjang. Untuk pemetaan ulang ketersediaan anti venom di seluruh Puskesmas, Dinas Kesehatan terus berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan tingkat provinsi,” tutur Masykur.

Ia menambahkan, rencana kerja sama lintas sektor sebenarnya sudah pernah dirancang, namun belum dapat dijalankan.

“Dinkes Kabupaten Sukabumi telah merencanakan kerja sama lintas sektor, tetapi sampai saat ini belum bisa terealisasikan dikarenakan tidak memiliki anggaran untuk hal tersebut,” ujarnya.

Masykur memastikan, tidak ada serum antibisa ular yang disimpan di tingkat kabupaten. “Informasi dari tingkat provinsi (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat), serum tidak disimpan di Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi,” kata dia.

Kondisi di lapangan pun serupa. “Di Kabupaten Sukabumi tidak ada, tetapi tersedia di RS Jampang Kulon yang merupakan rumah sakit tingkat provinsi,” tuturnya.

Ia kemudian menegaskan soal ketiadaan stok di Puskesmas dan RSUD milik Pemkab Sukabumi. Stok hanya dimiliki di RSUD milik pemerintah provinsi Jawa Barat.

“Puskesmas di Kabupaten Sukabumi tidak memiliki stok serum antibisa, stok antibisa hanya ada di RSUD Jampang Kulon,” ujarnya.

Mengenai pola distribusi dan penanganan kasus, Masykur menjelaskan bahwa serum tidak pernah didistribusikan ke Puskesmas.

“Serum tidak didistribusikan ke Puskesmas. Bila terjadi kasus gigitan ular, maka korban dirujuk ke rumah sakit. Dari rumah sakit, bila telah diketahui jenis antibisa ular yang tepat, maka rumah sakit yang tidak memiliki antibisa ular bisa menghubungi Dinkes Provinsi Jawa Barat atau RSUD Jampang Kulon untuk mendapatkan vaksin yang sesuai,” katanya.

Dinkes juga menambahkan bahwa laporan bulanan dari Puskesmas tetap rutin dikirimkan.

“Laporan bulanan dari Puskesmas tentang kasus gigitan tiap bulan dikirimkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi. Laporan tentang stok vaksin antibisa ular dari rumah sakit setiap bulan dilaporkan ke tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi,” tutur Masykur.

Ketika ditanya soal waktu respons jika stok kosong, jawabannya tegas. “Puskesmas tidak menyimpan stok antibisa ular, pasien dirujuk ke rumah sakit,” ujarnya.

Dinkes mengakui belum ada kerja sama langsung dengan produsen serum antibisa nasional, Bio Farma.

“Belum ada koordinasi dengan Bio Farma, karena selama ini Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi hanya berkoordinasi dengan Dinas Provinsi Jawa Barat terkait suplai antibisa ular,” kata Masykur.

Keterbatasan juga muncul pada sisi logistik. “Distribusi penyediaan serum anti bisa memerlukan optimalisasi dari segi koordinasi dan komunikasi, juga sarana transportasi, karena semuanya harus dilaksanakan secara cepat dan tepat,” ujarnya.

Menanggapi kasus Abah Ocang, Dinkes menyebut akan tetap melakukan evaluasi berjenjang dan berkoordinasi dengan tingkat provinsi.

“Dinas Kesehatan selalu melakukan evaluasi secara berjenjang. Untuk pemetaan ulang ketersediaan anti venom di seluruh Puskesmas, Dinas Kesehatan terus berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan tingkat provinsi,” tutur Masykur.

Ia menambahkan, rencana kerja sama lintas sektor sebenarnya sudah pernah dirancang, namun belum dapat dijalankan.

“Dinkes Kabupaten Sukabumi telah merencanakan kerja sama lintas sektor, tetapi sampai saat ini belum bisa terealisasikan dikarenakan tidak memiliki anggaran untuk hal tersebut,” ujarnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *