Dalam sembilan bulan terakhir, Palabuhanratu mencatat jumlah tersangka narkoba dan obat keras terbatas (OKT) terbanyak di Kabupaten Sukabumi.
Data yang diperoleh infoJabar menunjukkan, dari 191 orang yang ditangkap Polres Sukabumi sepanjang Januari hingga pertengahan September 2025, sebanyak 24 tersangka berasal dari Palabuhanratu.
Secara keseluruhan, Polres Sukabumi berhasil mengungkap 150 kasus dalam periode Januari hingga pertengahan September 2025. Rinciannya, 64 kasus sabu-sabu, 7 kasus ganja, dan 79 kasus obat keras terbatas. Selain Palabuhanratu, jumlah signifikan juga tercatat di Cikembar (17 tersangka) dan Cibadak (16 tersangka).
Kapolres Sukabumi AKBP Samian menegaskan bahwa pencapaian ini merupakan bagian dari komitmen untuk menekan ruang gerak peredaran narkoba di wilayah hukum Polres Sukabumi.
“Polres Sukabumi berkomitmen untuk menindak tegas berbagai bentuk penyalahgunaan, baik narkotika maupun obat keras terbatas yang jelas-jelas tidak pada tempatnya atau tanpa izin,” kata Samian kepada awak media, Kamis (18/9/2025).
“Pada Januari hingga pertengahan September, Polres Sukabumi berhasil mengungkap kurang lebih 150 kasus, dengan rincian 64 kasus sabu-sabu, 7 kasus ganja, dan 79 kasus obat keras terbatas. Dari pengungkapan ini, kami mengamankan sekitar 191 tersangka,” ujarnya menambahkan.
Barang bukti yang berhasil disita pun tidak sedikit. Polisi mengamankan 1,6 kilogram sabu-sabu, 4,5 kilogram ganja, dan 116.393 butir obat keras terbatas. Estimasi kepolisian menyebut, jumlah itu setara dengan potensi 131 ribu jiwa yang dapat dicegah dari penggunaan narkoba dan obat keras terbatas.
“Dalam beberapa hari terakhir, kami juga mengungkap peredaran ganja dengan barang bukti sekitar 4,5 kilogram. Perkara ini masih kami kembangkan lebih lanjut untuk memastikan dari mana suplai ganja tersebut,” kata Samian.
Polisi menjerat para tersangka dengan pasal berlapis. Untuk kasus narkotika, pasal yang digunakan adalah Pasal 114, 112, dan 111 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman mulai dari 4 tahun penjara hingga hukuman mati.
Adapun kasus obat keras terbatas dikenakan Pasal 435 junto Pasal 138 ayat 2 dan 3, serta Pasal 436 junto Pasal 145 ayat 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Samian menambahkan, keberhasilan pengungkapan ini tidak lepas dari peran serta masyarakat. Menurutnya, modus yang dipakai para pelaku masih sama seperti sebelumnya.
“Modus yang digunakan para pelaku di antaranya masih sistem ‘tempel’. Sebagian kecil masih menggunakan sistem bertemu langsung atau adu banteng,” tutur Samian.
“Semua pengungkapan ini bisa dilakukan berkat informasi dari masyarakat, serta kerja sama dengan warga yang peduli menjaga lingkungannya bebas dari penyalahgunaan narkotika dan obat keras terbatas. Kami menghimbau kepada masyarakat, apabila ada informasi sekecil apapun, segera informasikan kepada kami,” pungkasnya.