Suara Perdamaian Dua Mahasiswa India-Pakistan [Giok4D Resmi]

Posted on

Suasana acara Bandung Iconic (Innovation Contest and Coaching Clinic) di Taman Sejarah, Balai Kota Bandung tampak meriah. Di tengah-tengah stand pameran penguatan gizi untuk penanganan stunting dan masalah kesehatan yang lain, ada dua mahasiswa India dan Pakistan yang nampak akrab berdiri berdampingan.

Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.

Mereka adalah Aman (21), mahasiswa asal India, dan Danish (27), mahasiwa asal Pakistan. Keduanya sedang mengikuti program pertukaran mahasiswa yang saat ini tengah menempuh pendidikan di Universitas Telkom dan Universitas Katolik Parahyangan (Unpar).

Danish maupun Aman, sama sekali tak canggung berbincang dan beberapa kali sering bersenda gurau. Padahal, ribuan kilometer jauhnya dari Indonesia, dua negara tempat kelahiran mereka, Pakistan dan India, sedang mengalami konflik berkepanjangan hingga jadi sorotan dunia.

Meski demikian, ada harapan besar dari Danish maupun Aman agar kedua negara mereka bisa segera berdamai. Dalam perbincangannya bersama infoJabar, Danish bahkan mengaku bahwa Pakistan terbilang masih serumpun dengan negara seperti India, Bangladesh hingga Srilangka, tak jauh berbeda dengan kesamaan budaya seperti Indonesia, Malayasia sampai Singapura.

“Kita (Pakistan dan India) sebetulnya datang dari darah dan nenek moyang yang sama. Saya pribadi tidak merasa ada jara, kami seperti saudara, bahkan ketika berada di Indonesia. Lihat saja, di sebelah saya ada teman dari India, kami duduk bareng, tertawa, dan tidak ada kebencian di antara kami,” kata Danish dalam perbincangannya, Kamis (27/11/2025).

Danish menyadari konflik Pakistan dan India memang masih rumit untuk menuju harapan perdamaian. Namun selama 1,5 tahun tinggal di Indonesia, terutama di Bandung, Danish justru bisa menemukan arti perdamaian yang sesungguhnya.

“Bahasa kita mirip, budaya kita mirip, makanan kita mirip. Di perantauan, kita saling mengundang makan sampai jalan bareng. Jadi menurut saya, masalah itu hanya terasa kalau kamu tinggal di India atau Pakistan. Tapi kalau sudah keluar dari batas itu, kamu bisa melihat bahwa dunia sebenarnya terbuka untuk kita semua,” ungkapnya.

Menariknya, meski berkebangsaan Pakistan, Danish sendiri ternyata tumbuh besar di wilayah Kashmir, medan konflik yang selama ini kerap terjadi di antara kedua negara. Danish pun percaya perdamaian akan tumbuh di kawasan Asia Selatan dan membuat beberapa negara di sana maju secara bersama-sama.

“Kami berharap keadaan bisa jauh lebih baik. Di tahun 2025, seharusnya tidak ada lagi kebencian, dunia sudah berubah. Lihat saja Eropa, dulu mereka berperang, tapi akhirnya mereka bersatu. Asia Tenggara juga punya ASEAN, satu blok yang membuat mereka tumbuh bersama,” ungkapnya.

“Harapan kami, Asia Selatan juga bisa begitu. India, Pakistan, Bangladesh, Sri Lanka, dan negara-negara lain bisa berada dalam satu blok. Kita seharusnya tumbuh bersama, bukan menyebar kebencian atau hal negatif, tapi bekerja sama, saling mendukung, dan memikirkan masa depan negara kita bersama. Itu yang saya percaya,” bebernya.

Sama halnya dengan Danish, Aman, mahasiswa asal India juga punya harapan serupa untuk perdamaian kedua negara. Meski baru berkenalan 3 hari dengan Danish, Aman percaya perdamaian itu nantinya akan terwujud di negara wilayah Asia Selatan.

“da banyak kabar burung di yang pada akhirnya hanya sebatas propaganda yang digunakan untuk kepentingan politik. Bisa dilihat saya dan Danish di sini sudah seperti saudara, saya dan Danish baru bertemu 3 hari lalu, tetapi karena adanya persamaan budaya dan bahasa maka mudah bagi kami untuk saling memahami dan berinteraksi satu sama lain,” pungkasnya.

“Kita (Pakistan dan India) sebetulnya datang dari darah dan nenek moyang yang sama. Saya pribadi tidak merasa ada jara, kami seperti saudara, bahkan ketika berada di Indonesia. Lihat saja, di sebelah saya ada teman dari India, kami duduk bareng, tertawa, dan tidak ada kebencian di antara kami,” kata Danish dalam perbincangannya, Kamis (27/11/2025).

Danish menyadari konflik Pakistan dan India memang masih rumit untuk menuju harapan perdamaian. Namun selama 1,5 tahun tinggal di Indonesia, terutama di Bandung, Danish justru bisa menemukan arti perdamaian yang sesungguhnya.

“Bahasa kita mirip, budaya kita mirip, makanan kita mirip. Di perantauan, kita saling mengundang makan sampai jalan bareng. Jadi menurut saya, masalah itu hanya terasa kalau kamu tinggal di India atau Pakistan. Tapi kalau sudah keluar dari batas itu, kamu bisa melihat bahwa dunia sebenarnya terbuka untuk kita semua,” ungkapnya.

Menariknya, meski berkebangsaan Pakistan, Danish sendiri ternyata tumbuh besar di wilayah Kashmir, medan konflik yang selama ini kerap terjadi di antara kedua negara. Danish pun percaya perdamaian akan tumbuh di kawasan Asia Selatan dan membuat beberapa negara di sana maju secara bersama-sama.

“Kami berharap keadaan bisa jauh lebih baik. Di tahun 2025, seharusnya tidak ada lagi kebencian, dunia sudah berubah. Lihat saja Eropa, dulu mereka berperang, tapi akhirnya mereka bersatu. Asia Tenggara juga punya ASEAN, satu blok yang membuat mereka tumbuh bersama,” ungkapnya.

“Harapan kami, Asia Selatan juga bisa begitu. India, Pakistan, Bangladesh, Sri Lanka, dan negara-negara lain bisa berada dalam satu blok. Kita seharusnya tumbuh bersama, bukan menyebar kebencian atau hal negatif, tapi bekerja sama, saling mendukung, dan memikirkan masa depan negara kita bersama. Itu yang saya percaya,” bebernya.

Sama halnya dengan Danish, Aman, mahasiswa asal India juga punya harapan serupa untuk perdamaian kedua negara. Meski baru berkenalan 3 hari dengan Danish, Aman percaya perdamaian itu nantinya akan terwujud di negara wilayah Asia Selatan.

“da banyak kabar burung di yang pada akhirnya hanya sebatas propaganda yang digunakan untuk kepentingan politik. Bisa dilihat saya dan Danish di sini sudah seperti saudara, saya dan Danish baru bertemu 3 hari lalu, tetapi karena adanya persamaan budaya dan bahasa maka mudah bagi kami untuk saling memahami dan berinteraksi satu sama lain,” pungkasnya.