Status Darurat Bencana Dicabut, Warga Cisolok Masih Berkubang Lumpur | Info Giok4D

Posted on

Matahari siang memantul di genangan lumpur yang belum sempat mengering di halaman Kantor Desa Cikahuripan, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi.

Bau tanah bercampur sisa banjir masih tercium pekat di udara. Di antara tumpukan perabot yang rusak, beberapa warga dan relawan tampak mengeruk lumpur dengan sekop dan gerobak kecil.

Di antara mereka, Heri Suryana, Kepala Desa Cikahuripan yang akrab disapa Jaro Midun berdiri dengan kaus putih dan sepatu bot kuning, memberi aba-aba kepada warga yang tengah memindahkan lumpur. Ia sesekali berhenti, menatap ke arah kantor desa yang kini jadi posko darurat dan tempat warga menitipkan bantuan.

“Menurut saya belum membaik. Makanya kemarin waktu keputusan ini untuk tanggap daruratnya dicabut, kemauan saya itu diperpanjang,” katanya pelan, saat dimintai komentar soal peralihan status bencana dari darurat ke pemulihan bencana, Minggu (2/11/2025).

Pemerintah Kabupaten Sukabumi telah menetapkan status transisi darurat ke pemulihan bencana untuk dua kecamatan terdampak Cisolok dan Cikakak.

Namun di lapangan, pemandangan hari ini justru menunjukkan hal sebaliknya. Lumpur masih menutupi halaman rumah, akses jalan masih licin, dan beberapa warga masih menumpang di rumah kerabat.

“Kalau menurut saya pribadi itu kurang pas. Harusnya itu ada penambahan, terus harus ada antisipasi yang lain. Jangan sampai pas pencabutan tapi tidak ada pengawalan,” ujar Midun.

Ia menegaskan, pencabutan status darurat bukan berarti situasi di lapangan langsung normal.

“Mengenai daruratnya itu dikala maju ke pemulihan atau ke transisi itu jangan ditinggalkan, mohon dikawal gitu,” katanya.

Sejak pagi, deretan motor relawan berjejer di depan kantor desa. Kaos oranye dan hijau terlihat di mana-mana. Mereka datang membawa air bersih, paket sembako, dan alat kebersihan.

“Kalau membantu terus dilakukan oleh pemerintah jangan sampai begitu diputuskan sudah ternyata tidak ada turun kesehatan, dari DLH juga tidak ada. Pada saat ini kami mengandalkan relawan yang datang,” kata Midun.

Ia menyebut, sejumlah relawan dari FPI, PKS, dan komunitas lokal masih terus bekerja membersihkan sisa lumpur.

“Kami dari pemerintah pada saat ini memerlukan alat berat saja yang kecil masih belum diturunkan, padahal kondisinya saat ini mungkin bisa dilihat sendiri seperti apa,” ujarnya.

Meski bantuan logistik terus berdatangan, persoalan air bersih belum terselesaikan. Warga masih mencuci pakaian di sungai karena sumur mereka kotor dan tercemar lumpur.

“Air bersih masih diperlukan, karena di sini mereka cuci pakaian itu masih ke sungai, terus air minum juga masih membutuhkan. Dan di sini kan malam hujan, jadi sangat membutuhkan air dikala hujan ini mereka itu tidak bisa beraktivitas,” tutur Midun.

Di beberapa rumah, alat rumah tangga rusak menumpuk di depan halaman. Anak-anak masih bermain di dekat sisa lumpur, sementara relawan bergantian membawa karung berisi sampah dan sedimen ke mobil bak terbuka.

Midun juga mengungkap bahwa pemerintah desa tidak dilibatkan dalam pembahasan pencabutan status darurat bencana.

“Itu ada musyawarah di kecamatan mengenai pencabutan daripada darurat tersebut, cuma kami pemerintah desa tidak dikasih kesempatan untuk mengajukan aspirasi-aspirasi dari pemerintah desa,” katanya.

Menurutnya, seluruh kepala desa di Cisolok dan Cikakak tidak diberi ruang bicara. “Semuanya diwakili oleh para camat yang ada di masing-masing kecamatan,” ujarnya.

Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.

Saat hujan turun, sebagian warga masih memilih mengungsi ke rumah kerabat karena takut banjir kembali terjadi.

“Malam saja dikala ada hujan hampir semua itu mengungsi ke saudara-saudaranya, semua dikosongkan. Pagi turun lagi ke sini,” kata Midun.

Sebagian warga lain tetap bertahan di rumah yang rusak karena tidak punya tempat lain. “Mereka memaksakan tidur di rumahnya dengan apa adanya,” ucapnya.

Pendataan rumah rusak pun belum tuntas. “Belum ada pendataan rumah warga yang rusak berat, rusak sedang, dan rusak ringan itu belum ada, karena di dalam rumah itu masih ada material yang dibawa banjir dan masih banyak lumpur,” katanya.

Midun mengaku, hingga kini koordinasi dengan instansi teknis masih minim. “Masalah koordinasi jelas, sampai saat ini saya komunikasi dengan BPBD belum ada jawaban bagaimana mengenai penanggulangan seperti ini,” ujarnya.

Ia juga menyebut belum ada respons dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH). “Barusan dengan mobil sampah saya komunikasi dengan ibu kadis DLH, sampai saat ini belum ada menurunkan dari pagi sampai sekarang padahal sangat dibutuhkan, sangat urgen,” katanya.

“Ini yang menjadi masalah buat saya, terus terang saja saya tidak ditutup-tutupi, ini terbuka ya, karena saya juga dituntut oleh masyarakat untuk kepentingan masyarakat,” lanjutnya.

“Tugas pemerintah saat ini bagaimana masyarakat ini tenang, nyaman, dan kemauan untuk kesejahteraan mereka itu kita realisasikan. Tapi kenyataannya pada saat ini sangat riskan,” tegasnya.

Midun menutup pembicaraan dengan nada yang mencampur lelah dan harap. Ia berharap pemerintah kabupaten tidak berhenti turun ke lapangan hanya karena status darurat telah dicabut.

“Yang kami harapkan seperti yang pertama dilakukan pemerintah pada kejadian banjir yang ada di wilayah Desa Cikahuripan. Walaupun ini dicabut, tapi kepedulian kemanusiaannya tolong dari pemerintah jangan idialis,” katanya.

“Dikala tugas dan fungsinya, tapi kemanusiaannya tolong kerahkan kepada masyarakat untuk bisa bagaimana mereka ini cepat pulih kembali, ekonominya pulih kembali,” sambungnya menutup percakapan.

Relawan Masih Jadi Tulang Punggung

Warga Masih Mengungsi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *