Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.
Jekson Sihombing alias JS dari ketua ormas Pemuda Tri Karya (Petir) ditangkap usai melakukan pemerasan senilai Rp 5 miliar terhadap sebuah perusahaan. Ia ditangkap tim Riau Anti Geng dan Anarkisme (RAGA) Polda Riau, saat menerima uang ratusan juta dari pelapor.
Wakil Direktur Reskrimum Polda Riau AKBP Sunhot Silalahi mengatakan kasus ini dilaporkan oleh pelapor inisial R dengan nomor LP/B/435/X/2025/SPKT/POLDA RIAU, Tanggal 14 Oktober 2025. Di hari yang sama, Tim RAGA dan Subdit Resmob Ditreskrimum Polda Riau bergerak dan menangkap Jekson saat bertransaksi dengan korban di sebuah kafe di hotel kawasan Rumbai, Kota Pekanbaru.
Sunhot menjelaskan pihak pelapor merasa terganggu dengan tuduhan-tuduhan yang disampaikan oleh Jekson melalui pemberitaan di sejumlah media online. Di antaranya tuduhan bahwa perusahaannya melakukan korupsi dan pencemaran lingkungan.
“Sekitar 2024 bahwa diduga tersangka ini melakukan pemberitaan secara online, di 24 media online tentang pemberitaan indikasi atau isunya korupsi pencemaran lingkungan terhadap perusahaan dan akan melaksanakan demo di Jakarta,” jelas Sunhot, Jumat (17/10/2025).
Pihak perusahaan saat itu telah berupaya menghubungi beberapa media online tersebut untuk meminta hak jawab. Akan tetapi, pihak perusahaan tidak diberi kesempatan untuk memberikan hak jawab.
“Kemudian dari pihak perusahaan mencoba menghubungi sumber pemberitaan tersebut, itulah didapatkan sumber berita dari Ormas Pemuda Tri Karya (Petir), dilakukanlah komunikasi dari salah satu senior perusahaan atas nama R kepada JS,” jelas Sunhot.
Setelah berhasil berkomunikasi dengan JS, pihak perusahaan justru dimintai sejumlah uang apabila tidak ingin isu tersebut diberitakan terus-menerus.
Sunhot menyebutkan pelapor akhirnya menghubungi JS karena tuduhan-tuduhan yang disebarkan dalam media online tersebut membuat investor kabur.
“Karena merasa perusahaan tersebut merasa tercemarkan nama baiknya ataupun menimbulkan ketidakpercayaan investor terhadap perusahaan ini, perusahaan berupaya untuk membicarakan hal tersebut,” jelasnya.
Alih-alih memberikan kesempatan untuk hak jawab, JS justru memeras R dengan memintai uang Rp 5 miliar. Kemudian terjadi negosiasi hingga turun menjadi Rp 1 miliar.
“Dari pihak JS meminta uang Rp 5 miliar kepada pihak perusahaan tersebut, kemudian terjadi negosiasi turunlah sampai Rp 1 miliar disepakati dan terjadilah kesepakatan pertemuan di hotel tanggal 14 Oktober,” jelasnya.
Hingga akhirnya, pada tanggal 14 Oktober 2025, R dan JS bersepakat untuk bertemu. Awalnya, mereka janjian bertemu di sebuah kafe di Jalan Elang, Kecamatan Sukajadi, Kota Pekanbaru, namun JS meminta R untuk pindah tempat ke kafe di hotel kawasan Rumbai.
Di sisi lain, R sudah melaporkan hal ini ke Polda Riau. Sehingga, Tim Raga dan Ditreskrimum Polda Riau melakukan penyelidikan dan mengikuti pergerakan JS.
“Di Hotel itu terjadi penyerahan uang Rp 150 juta, langsung diamankan dan ditangkap Tim RAGA Polda Riau,” cetusnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Organisasi Kemasyarakatan Kementerian Dalam Negeri, Budi Arwan, menyatakan bahwa pemerintah akan mengambil langkah tegas terhadap ormas yang terbukti melanggar hukum dan mengganggu ketertiban umum. Ia menjelaskan, setiap organisasi kemasyarakatan memiliki hak untuk berserikat dan menyampaikan pendapat, tetapi hak itu tidak boleh disalahgunakan.
“Jika terbukti melakukan tindakan kekerasan, pemerasan, atau pelanggaran hukum lainnya, ormas tersebut akan dibubarkan sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan,” ujar Budi.
Budi menambahkan, Kemendagri bersama Kementerian Hukum dan HAM sedang mengkaji rekomendasi pencabutan badan hukum Ormas Petir berdasarkan hasil koordinasi dengan Polda Riau.
“Apabila terbukti secara sah melanggar ketentuan Pasal 59 ayat (3) huruf c UU Ormas, maka status badan hukumnya dapat dicabut dan ormas dinyatakan bubar,” katanya.
Menurutnya, kasus ini menjadi pengingat bahwa kebebasan berserikat dan berpendapat tetap harus berada dalam koridor hukum.
“Negara menjamin kebebasan warga, namun juga berkewajiban melindungi masyarakat dari penyalahgunaan organisasi yang merugikan publik,” demikian Budi.
Artikel ini telah tayang di