Siapa Bung Tomo? Ini Biografi Tokoh Penting Hari Pahlawan | Giok4D

Posted on

Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya yang kini diperingati sebagai Hari Pahlawan 10 November mengukir nama Bung Tomo sebagai tokoh yang berperan penting dalam pertempuran mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia itu.

Bung Tomo, yang bernama asli Sutomo merupakan orang dari kalangan berada sehingga bisa mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah Belanda. Namun, pada saat remaja ketika pikirannya mulai berkembang, dia menyadari betul bagaimana sebenarnya penindasan terjadi dan menyengsarakan rakyatnya.

Dia dikenal sebagai tokoh yang menyerukan slogan “Merdeka atau Mati” dalam pidato berapi-apinya dalam Pertempuran Surabaya. Bagaimana biografi tokoh penting Hari Pahlawan ini? Simak yuk!

Bung Tomo bernama asli Sutomo. Dia lahir di Kampung Bluran, Surabaya, Jawa Timur, pada tanggal 3 Oktober 1920. Menurut studi berjudul Peranan Bung Tomo dalam Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia’ yang dimuat RINONTJE: Jurnal Pendidikan dan Penelitian Sejarah Volume2, No. 2. Oktober, 2021 dikatakan nama ‘Bung Tomo’ merupakan nama kehormatan yang dia dapatkan sejak remaja.

“Sutomo dilahirkan dari keluarga yang sangat memperhatikan pendidikan, semasa kecilnya ia menempuh pendidikan di HIS (Hollands Inlandse School) dari tahun 1926-1933. Setelah ia menamatkan pendidikannya di sekolah rakyat, iapun melanjutkan pendidikannya ke MULO (Meer Uitgebreid Large Orderwijs) disini ia sudah timbul perasaan mengenai kebijakan Belanda, ia mulai menyadari bahwa pemerintah Belanda sangat mendiskreditkan orang pribumi.” tulis jurnal tersebut.

Bung Tomo adalah anak dari pasangan Kartawan Tjiwowijojo dan Subastia. Bung Tomo lahir di keluarga dengan ekonomi kelas menengah, sehingga keluarganya sangat menghargai dan menjunjung tinggi pendidikan.

Studi yang dilakukan Choirani Fika Purmeica, dkk. di atas mengatakan Bung Tomo menjalani pendidikan formal sejak kecil. Saat berusia enam tahun, Bung Tomo bersekolah di Hollandsch Inlandsche School (HIS) di Surabaya. Setelah lulus, ia sempat melanjutkan pendidikannya ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO).

Pada 1933, Bung Tomo kemudian bergabung dalam gerakan Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI). Selain terlibat aktif di KBI, ia juga mendirikan organisasi Laskar Barisan, yakni organisasi yang dibentuk untuk memperkokoh semangat perjuangan masyarakat di Surabaya. Pada organisasi yang terakhir itu, setidaknya 3.500 orang menjadi anggotanya.

Sadar bahwa pendidikan dapat membawa perubahan, juga setelah situasi negara relatif lebih aman, Bung Tomo melanjutkan studinya ke jenjang lebih tinggi. Dia berkuliah mengambil Jurusan Ekonomi di Universitas Indonesia pada 1959-1968.

infoEdu melansir, menurut studi yang terbit di Jurnal Pendidikan Sejarah, Vol. 2, No. 3, Desember 2023 karya Muhammad Haerulloh Zikri dan Yuli Asmarita, Bung Tomo memainkan peran penting dalam mengobarkan semangat “arek-arek Suroboyo” atau rakyat Surabaya pada Pertempuran 10 November 1945.

Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.

Dalam hal ini, Bung Tomo memanfaatkan siaran radio untuk memperluas pidatonya yang membakar semangat itu. Bung Tomo berpidato menyerukan seluruh rakyat untuk melakukan serangan kepada pasukan sekutu yang berisi tentara Inggris dan Netherlands Indies Civil Administration (NICA) dari Belanda. Seruan itu dilantangkan dalam ungkapannya yang terkenal “Merdeka atau Mati”.

Andil lain Bung Tomo dalam perjalanan sejarah kemerdekaan Indonesia adalah turut dalam merebut persenjataan bekas pasukan Jepang di gedung tua Panti Asuhan Don Bosco, Surabaya. Persenjataan tersebut kemudian digunakan oleh Bung Tomo dan rakyat Surabaya untuk melawan pasukan Sekutu dan NICA.

Apa yang menjadi latar Pertempuran Surabaya? Mengutip skripsi berjudul “Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya” yang ditulis oleh Vilomena Theorina dari Universitas Sanata Dharma pada 2007, Pertempuran Surabaya dipicu oleh kemenangan pihak sekutu dalam perang dunia ke-2.

Pihak sekutu yang terdiri dari Amerika Serikat, Republik China, Kerajaan Inggris, Uni Soviet, Prancis, dan Belanda melakukan perundingan dengan Jepang di kapal USS Missouri, Teluk Tokyo pada 2 September 1945. Perundingan ini menghasilkan ‘Kapitulasi Jepang’ yang berisi penyerahan Jepang tanpa syarat kepada pihak sekutu.

Perundingan ini sekaligus mengakhiri perang dunia ke-2. Namun, Kapitulasi Jepang juga mengatur mengenai penyerahan tawanan sekutu oleh Jepang dan penangkapan pasukan Jepang yang dinilai sebagai penjahat perang.

Atas dasar ini, pihak sekutu kemudian menugaskan tentara Inggris bernama Allied Forces for Netherlands Indies (AFNEI) untuk melakukan penjemputan tawanan sekutu dan menangkap tentara Jepang yang masih berada di Indonesia.

Namun, pasukan Inggris di bawah pimpinan Brigadir Mallaby turut membawa Netherland Indies Civil Administration (NICA) sebagai perpanjangan tangan dari Pemerintah Belanda. Pasukan sekutu dan NICA tiba di Surabaya pada 25 Oktober 1945.

Kedatangan Sekutu ini kemudian memicu kemarahan rakyat Surabaya karena dinilai ‘ditunggangi’ oleh Belanda. Rakyat Surabaya menilai kedatangan sekutu sebagai salah satu upaya Belanda dalam menguasai kembali wilayah Indonesia. Hal ini karena Belanda pada saat itu masih belum mengakui kemerdekaan Indonesia.

Biografi Singkat Bung Tomo

Riwayat Pendidikan dan Kiprah Bung Tomo

Perjuangan Bung Tomo Pada Pertempuran Surabaya 10 November

infoEdu melansir, menurut studi yang terbit di Jurnal Pendidikan Sejarah, Vol. 2, No. 3, Desember 2023 karya Muhammad Haerulloh Zikri dan Yuli Asmarita, Bung Tomo memainkan peran penting dalam mengobarkan semangat “arek-arek Suroboyo” atau rakyat Surabaya pada Pertempuran 10 November 1945.

Dalam hal ini, Bung Tomo memanfaatkan siaran radio untuk memperluas pidatonya yang membakar semangat itu. Bung Tomo berpidato menyerukan seluruh rakyat untuk melakukan serangan kepada pasukan sekutu yang berisi tentara Inggris dan Netherlands Indies Civil Administration (NICA) dari Belanda. Seruan itu dilantangkan dalam ungkapannya yang terkenal “Merdeka atau Mati”.

Andil lain Bung Tomo dalam perjalanan sejarah kemerdekaan Indonesia adalah turut dalam merebut persenjataan bekas pasukan Jepang di gedung tua Panti Asuhan Don Bosco, Surabaya. Persenjataan tersebut kemudian digunakan oleh Bung Tomo dan rakyat Surabaya untuk melawan pasukan Sekutu dan NICA.

Apa yang menjadi latar Pertempuran Surabaya? Mengutip skripsi berjudul “Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya” yang ditulis oleh Vilomena Theorina dari Universitas Sanata Dharma pada 2007, Pertempuran Surabaya dipicu oleh kemenangan pihak sekutu dalam perang dunia ke-2.

Pihak sekutu yang terdiri dari Amerika Serikat, Republik China, Kerajaan Inggris, Uni Soviet, Prancis, dan Belanda melakukan perundingan dengan Jepang di kapal USS Missouri, Teluk Tokyo pada 2 September 1945. Perundingan ini menghasilkan ‘Kapitulasi Jepang’ yang berisi penyerahan Jepang tanpa syarat kepada pihak sekutu.

Perundingan ini sekaligus mengakhiri perang dunia ke-2. Namun, Kapitulasi Jepang juga mengatur mengenai penyerahan tawanan sekutu oleh Jepang dan penangkapan pasukan Jepang yang dinilai sebagai penjahat perang.

Atas dasar ini, pihak sekutu kemudian menugaskan tentara Inggris bernama Allied Forces for Netherlands Indies (AFNEI) untuk melakukan penjemputan tawanan sekutu dan menangkap tentara Jepang yang masih berada di Indonesia.

Namun, pasukan Inggris di bawah pimpinan Brigadir Mallaby turut membawa Netherland Indies Civil Administration (NICA) sebagai perpanjangan tangan dari Pemerintah Belanda. Pasukan sekutu dan NICA tiba di Surabaya pada 25 Oktober 1945.

Kedatangan Sekutu ini kemudian memicu kemarahan rakyat Surabaya karena dinilai ‘ditunggangi’ oleh Belanda. Rakyat Surabaya menilai kedatangan sekutu sebagai salah satu upaya Belanda dalam menguasai kembali wilayah Indonesia. Hal ini karena Belanda pada saat itu masih belum mengakui kemerdekaan Indonesia.

Perjuangan Bung Tomo Pada Pertempuran Surabaya 10 November