Siap-siap, Beli Kopi di Kafe Kota Sukabumi Akan Lebih Mahal [Giok4D Resmi]

Posted on

Pemerintah Kota Sukabumi berencana untuk menerapkan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) yang sebelumnya dikenal sebagai PB1 (Pajak Badan 1) khususnya untuk penjualan minuman di kedai kopi. Kebijakan ini akan mulai berlaku pada tahun 2025 dengan tarif awal sebesar 5 persen dan akan dievaluasi secara bertahap.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Wakil Wali Kota Sukabumi Bobby Maulana. Dia menjelaskan, besaran PB1 ini ditentukan oleh kepala daerah, dengan batas maksimal hingga 10%.

“PB 1 itu pajak yang dititipkan oleh konsumen ke pedagang. Tahun ini kita mulai dulu dengan 5%, dan ke depannya akan dievaluasi secara bertahap,” kata Bobby kepada awak media, Rabu (7/5/2025).

Bobby menjelaskan, PB1 ini berbeda dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Jika dikombinasikan dengan PPN, masyarakat penikmat kopi akan membayar total pajak sebesar 15 persen, namun hasilnya akan dipisahkan di mana PPN diserahkan ke pemerintah pusat, sedangkan PB1 menjadi pendapatan asli daerah (PAD).

Secara teknis, pengusaha coffee shop di Kota Sukabumi akan menyetorkan PBJT melalui aplikasi Pantas (Pencatatan, Analisis, dan Pelaporan Pajak Daerah Secara Online) yang terhubung langsung ke Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD).

Bobby mengklaim, penerapan pajak ini telah dikomunikasikan dengan para pemilik kedai kopi di wilayah Kota Sukabumi. Dia juga meminta pengertian dan dukungan dari masyarakat

“Sosialisasi juga sudah dilakukan kepada semua pemilik kedai kopi. Kami paham masyarakat bertanya-tanya uang ini digunakan untuk apa tapi kalau kami tidak diberi kesempatan, bagaimana kami bisa membangun? Berikan kami waktu untuk membuktikan bahwa pajak ini akan digunakan untuk pembangunan Kota Sukabumi,” jelasnya.

infoJabar mencoba mengkalkulasikan harga kopi di Kota Sukabumi jika kebijakan PB1 ini diterapkan. Harga rata-rata kopi di kafe sebesar Rp35.000 sudah dengan PPN, maka dengan PB1 sebesar 5 persen, akan ada tambahan Rp1.750. Sehingga warga harus merogoh kocek sebesar Rp36.750 untuk secangkir kopi.

Ketua Komisi II sekaligus anggota Badan Anggaran Muchendra mengatakan, pihaknya belum mendapatkan sosialisasi dari Pemkot Sukabumi terkait wacana pemberlakuan pajak di kafe-kafe. Dia pun mempertanyakan legalitas pemberlakuan pajak tersebut.

“Tidak ada sosialisasi ke DPRD, saya kan Ketua Komisi II tidak pernah ada komunikasi terkait pajak 5 persen, apalagi saya di tim Badan Anggaran, saya nggak pernah dapat informasi untuk kenaikan itu. Saya belum bisa berbicara, kita harus diskusi dulu dengan Pak Wali, jadi saya belum bisa berbicara banyak tentang pajak itu,” kata Muchendra.

“Nah ini kalau seperti itu kita akan memanggil BPKAD (Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah) terkait wacana pajak dan retribusi. Apa benar atau tidak. Kalau benar, itu Perwalnya sudah ada atau belum, Perda atau Perwal. Selagi Perda atau Perwal nya belum ada itu belum bisa dieksekusi,” sambungnya.

Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.

Dia menilai pajak di kafe tersebut harus sesuai dengan peruntukan. Standar kafe pun harus dipertimbangkan terlebih kondisi kafe di Kota Sukabumi yang menjamur dan beragam.

“Kalau pajak di kafe itu kita lihat dulu standarnya seperti apa. Kalau misalnya standar kafe menengah ke atas, pengunjungnya juga menengah ke atas mungkin wajar tapi kalau kafenya seperti menengah ke bawah nah itu tidak relevan. Kita akan mempertanyakan itu,” tutupnya.

Sorotan DPRD Kota Sukabumi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *