Siang Mencekam Kala 4 Mahasiswa Terjebak di Tebing Keraton

Posted on

Langit Dago siang itu tampak cerah dan biru. Namun berbeda dengan suasana hari empat mahasiswa yang terjebak di Tebing Keraton, kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Ir. H. Djuanda.

Keempat mahasiswa yakni Arkan (17), Fahmi (20), Celin (18), dan Praneeta (19) menjalani pengalaman pahit saat hendak menjelajahi keindahan alam Tebing Keraton pada Selasa (15/7) lalu. Meninggalkan jalur resmi, mereka nekat menelusuri kawasan hutan. Berbekal panduan peta digital, mereka berjalan hingga tanpa disadari terjebak di tebing terjal yang dipenuhi pepohonan lebat.

“Kronologinya ada empat orang, mahasiswa. Mahasiswa campuran, ada yang dari ITB, keempatnya itu bukan orang Bandung. Jadi mereka masuk jam 7 pagi dari pintu Pos 1. Terus jalan-jalan, seperti biasa, jalan-jalan ke sana ke sini, sampai ke Curug Omas. Nah, dari Curug Omas, mereka geser lagi, kan ada dua curugnya di atas, ada Curug Omas dan Cikapundung. Nah, dari Curug Omas, mereka bergeser ke Curug Cikapundung. Nah, dari Curug Cikapundung itu memang terlihat posisi Tebing Keraton,” ujar Kepala UPTD Tahura Ir. H Djuanda Bandung, Lutfi Erizka kepada infoJabar, Kamis (17/7/2025).

Dari Curug Cikapundung, empat mahasiswa ini melihat Tebing Keraton dari kejauhan dan berupaya menuju lokasi tersebut dengan mengikuti jalur yang tampak dekat di peta. Namun, Google Maps ternyata menyesatkan mereka ke jalur tanpa jalan setapak, memaksa mereka menembus hutan yang masih dihuni satwa liar dan tanaman yang belum dijamah manusia.

“Sebetulnya tidak terlalu dekat juga. Nah, akhirnya mereka keluar dari jalur, masuk ke daerah kawasan hutan lindung, yang notabene nggak boleh dijamak. Apalagi itu, yang namanya Tebing Keratonnya, itu kan tebingnya terjal. Jadi dia masuk ke situ. Nyari jalan sendiri, kan tidak ada jalan setapak, tidak ada apa-apa dan akhirnya mereka itu tersesat di tengah-tengah,” ungkapnya.

Mereka diselimuti kepanikan. Tenaganya mulai terkuras. Kebingungan bergejolak lantaran mereka tak tahu arah kembali dan tak ada seorang pun di sekitar lokasi.

Namun di tengah kegelisahan itu, ponsel salah satu mahasiswa masih berfungsi. Di tengah keterbatasan sinyal, mereka mengirim pesan ke pemadam kebakaran Bandung sekitar pukul 13.00 WIB. 30 menit kemudian petugas gabungan dari Damkar Bandung, Damkar Kabupaten Bandung, TNI, Polri dan Wanadri dibagi tiga dan langsung melakukan pencarian.

“Ada yang nyisir dari Curug Omas, ada yang nyisir dari Tebing Keraton, ada yang nyisir di tengah-tengah, area tengah batu giling gitu kan. Kita koordinasi juga dengan Damkar Kota, terus Kabupaten. Terus ada bantuan juga dari beberapa komunitas, kaya Wanadri gitu dan yang palingnya diuntungkan mereka masih bisa mengirim pesan untuk share lokasi mereka, posisinya di tebing. Nah, akhirnya dia shareloc dan kebetulan jaraknya tidak terlalu jauh dengan tim, kita yang nyisir dari area tengah. Jadi kita WhatsApp, kita minta kepada mereka untuk stay, jangan kemana-mana ya,” jelasnya.

Proses penyelamatan memakan waktu hampir dua jam. Tim bahkan harus memanjat pohon untuk menemukan keberadaan korban. Keempat mahasiswa akhirnya ditemukan sekitar pukul 15.00 WIB, dalam kondisi selamat meski panik dan ketakutan.

“Di tengah-tengah tebing, mau naik ke tebing. Kemiringannya bisa 80 derajat. Sebenarnya kan ada jalur resmi, tapi kan itu bukan jalur peruntukannya,” tambah Lutfi.

Lutfi tak mengetahui motivasi mereka menelusuri hutan tanpa menggunakan jalur resmi. Kemungkinan besar, kata dia, mereka terpengaruh fenomena FOMO (fear of missing out) dan tren konten petualangan ekstrem di media sosial, tanpa bekal pengetahuan dasar soal survival di alam bebas.

“Tapi yang harus di garis bawahi itu kan bukan kebun gitu. Kalau tidak ada jalannya, jangan sekali lagi coba-coba gitu. Akhirnya seperti itu, mereka ditemukannya itu kurang lebih sekitar jam 3 sore. Kita nyari itu hampir dua jam-an. Prosesnya sulit samai tim kita harus naik ke pohon,” tuturnya.

Sebagai langkah lanjutan, pihak pengelola memanggil orang tua masing-masing mahasiswa dan memberikan teguran agar kejadian serupa tidak terulang. Kejadian ini menjadi catatan pertama bagi Tahura dalam sekian juta pengunjung yang datang ke kawasan tersebut.

Lutfi pun menyampaikan imbauan tegas kepada seluruh pengunjung Tahura. Ia menegaskan bahwa Tahura adalah kawasan hutan raya seluas 528 hektar, bukan taman kota biasa. Jalur resmi telah disiapkan demi keselamatan pengunjung, dan di luar jalur itu adalah wilayah yang penuh risiko.

“Jadi imbauannya kepada pengunjung, yang pertama ikuti peraturan yang ada. Yang kedua, jalur-jalur pun juga kan sudah kita buatkan agar bisa dilalui dengan aman oleh pengunjung. Di luar itu, jangan pernah sekali-sekali memilih untuk masuk ke jalur-jalur yang tidak resmi, apalagi dengan keinginan untuk challenge, konten dan sebagainya. Yang perlu diingat adalah, Taman Hutan Raya ini adalah hutan,” ujar Lutfi.

Proses Penyelamatan

Gambar ilustrasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *