Banyaknya sekolah swasta tingkat SMA/SMK di Jawa Barat yang mengeluhkan kekurangan siswa baru di tahun ajaran 2025/2026 menjadi sorotan sejumlah pihak. Salah satu yang memberikan pandangannya adalah pengamat kebijakan pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Cecep Darmawan.
Menurut Cecep, sepinya pendaftar di sekolah swasta bisa jadi merupakan imbas langsung dari kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang menambah jumlah rombongan belajar (rombel) di sekolah negeri, dari 36 menjadi maksimal 50.
Diketahui, Pemprov Jabar mengeluarkan aturan penambahan rombel yang tertuang dalam Kepgub nomor 463.1/Kep.323-Disdik/2025 tentang Penanggulangan Anak Putus Sekolah (PAPS).
“Mungkin saja itu dampak dari rombel ya yang ditambah sampai 50, ada dampaknya, terutama untuk sekolah swasta biasa,” kata Cecep saat dikonfirmasi, Senin (14/7/2025).
Ia menjelaskan, kebijakan tersebut memang tidak terlalu berdampak bagi sekolah swasta unggulan karena sejak awal mereka sudah menjadi incaran para orang tua dan siswa. Namun kondisi berbeda justru dialami oleh sekolah swasta yang tergolong biasa-biasa saja.
“Mungkin untuk swasta-swasta unggul enggak terlalu berdampak karena mereka banyak diburu sebelum pendaftaran. Tapi terlepas dari itu, harusnya pemerintah juga berpikir bagaimana ya rombel itu tidak mematikan swasta,” ujarnya.
Ia juga mendorong agar sekolah swasta tidak hanya bergantung pada pendaftaran yang tersisa dari sekolah negeri. Menurutnya, sudah saatnya sekolah swasta mengembangkan keunggulan dan standarisasi pendidikan agar mampu bersaing secara sehat.
“Swasta juga harus bisa menawarkan keunggulan-keunggulan, sehingga walaupun anak itu memungkinkan diterima di negeri, tapi anak itu tetap ingin sekolah di swasta karena keunggulannya. Jadi jangan sampai swasta itu hanya sekadar nunggu aja,” ungkapnya.
Cecep menambahkan, peningkatan kualitas sekolah swasta bisa dilakukan dengan kerja sama antara pihak penyelenggara, pemerintah, dan sektor swasta.
“Pokoknya harus didorong swasta ini standarisasinya unggul. Gimana caranya? Ya dari pihak penyelenggara, bantuan pemerintah, sektor swasta juga bantu bagaimana sekolah swasta ini sama dengan negeri bahkan kalau bisa jauh lebih unggul ya standarnya dari negeri,” jelasnya.
SPMB Terintegrasi
Di sisi lain, Cecep menilai perlunya formulasi ulang dalam Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) agar lebih berpihak pada keberlangsungan pendidikan swasta. Ia menyarankan agar ke depan seleksi dilakukan secara terintegrasi antara sekolah negeri dan swasta.
“Saran saya sih memang harusnya seleksi atau SPMB itu seleksi yang berbarengan, terintegrasi antara negeri dan swasta,” ungkapnya.
Cecep menyebut, sistem seleksi siswa baru di DKI Jakarta menurutnya patut dicontoh oleh Jawa Barat. Di ibu kota, pilihan sekolah swasta dan negeri diakomodasi dalam satu sistem penerimaan yang sama.
“Ya, masih parsial lah ya (di Jabar) masih parsial belum terintegrasi gitu. Ke depan bagusnya terintegrasi sehingga melibatkan swasta. Seperti DKI lah, bagus itu DKI bisa dicontoh. Jadi bisa dibuat pilihan pertama negeri, pilihan kedua swasta di jalur zonasi itu,” terangnya.
“Pokoknya coba contohlah, jangan malu-malu Jabar nyontoh DKI terkait proses menerima siswa barunya,” pungkasnya.