Sekolah Swasta Mengeluhkan Minim Siswa, Sekda Jabar: Tak Semua

Posted on

Polemik kebijakan penambahan rombongan belajar (rombel) hingga 50 siswa per kelas di sekolah negeri menuai respons beragam menyusul adanya keluhan dari sekolah swasta yang minim pendaftar di tahun ajaran 2025/2026 ini.

Namun Sekretaris Daerah Jawa Barat Herman Suryatman menegaskan, tidak semua sekolah swasta mengalami dampak buruk dari kebijakan tersebut. Bahkan, sebagian sekolah swasta justru mengalami peningkatan jumlah murid.

“Kami mendengar ada keluhan, tapi kan tidak semuanya seperti itu, karena banyak juga sekolah swasta, terutama yang middle-up, justru ada penambahan siswa, ada penambahan murid,” ujar Herman, Jumat (18/7/2025).

Herman menuturkan, persoalan kekurangan siswa tetap menjadi perhatian pemerintah provinsi dan akan dibahas bersama dengan asosiasi sekolah swasta di Jawa Barat.

Ia menekankan, pentingnya pendekatan yang menyeluruh dalam menyikapi dampak kebijakan rombel yang kini bisa mencapai hingga 50 siswa per kelas.

“Tentu ini harus kita bicarakan secara komprehensif ya (soal kekurangan siswa),” tuturnya.

Lebih jauh, Herman mengungkapkan, bahwa kepentingan anak tetap menjadi prioritas utama. Pemerintah tidak ingin ada satu pun anak yang kehilangan hak untuk melanjutkan pendidikan akibat polemik ini.

“Di sisi lain ada sekolah-sekolah yang kekurangan murid, nanti kita akan bicarakan lah. Yang jelas jangan sampai mengorbankan kepentingan anak. Tidak boleh ada anak putus sekolah, tidak boleh ada anak yang tidak melanjutkan (sekolah),” katanya.

Herman menegaskan, tidak satupun kebijakan publik yang dibuat dapat memuaskan semua pihak, termasuk kebijakan penambahan rombel. Namun begitu, pemerintah menurutnya terus berusaha meminimalkan dampak negatif dari kebijakan yang dibuat.

“Tinggal bagaimana kami menghitung agar dampaknya minimalis gitu. Manfaatnya jauh lebih besar dari pada dampak yang tidak diharapkan. Kami nanti akan ajak teman-teman dari Asosiasi Sekolah Swasta untuk bicara,” tegasnya.

Ia juga menanggapi ekspektasi sebagian pihak agar pemerintah bisa langsung bertindak cepat dan menyelesaikan persoalan di lapangan. Menurut Herman, penyusunan solusi perlu waktu dan kerja sama lintas pihak.

“Kita terkadang semuanya menempatkan kami seperti superman yang harus pok torolong (langsung bantu), kan nggak bisa begitu. Tapi yang penting kami harus mengambil keputusan, mengambil sikap untuk kepentingan masyarakat pada umumnya,” ujarnya.

Meski ada kritik, Herman menyambutnya, sebagai umpan balik untuk perbaikan kebijakan ke depan. Ia menegaskan bahwa aksi nyata tetap lebih baik dibandingkan tidak melakukan apa-apa.

“Perkara di dalamnya ada yang belum berkenan, ya enggak apa-apa. Tapi itu menjadi feedback bagi kami untuk menyempurnakan kebijakan. Kami harus melangkah, karena sekurang apa pun, seterbatas apa pun, action, eksekusi, jauh lebih baik daripada diam. Dan Jawa Barat melakukannya,” pungkasnya.