Sejarah Perjuangan Buruh: Dari Chicago Hingga Indonesia

Posted on

Tanggal 1 Mei diperingati sebagai Hari Buruh Internasional atau May Day. Di seluruh dunia, termasuk Indonesia, hari ini menjadi momen penting bagi para pekerja untuk memperjuangkan hak-hak mereka. Namun, di balik peringatan tersebut tersimpan sejarah kelam dan perjuangan panjang yang telah berlangsung lebih dari satu abad.

Sejarah Hari Buruh bermula di Amerika Serikat. Pada 1 Mei 1886, ribuan buruh di Chicago menggelar aksi mogok besar-besaran. Mereka menuntut pengurangan jam kerja menjadi delapan jam sehari, di tengah kondisi kerja yang saat itu sangat berat-dengan jam kerja 10 hingga 16 jam per hari dan upah yang rendah.

Aksi tersebut berujung pada insiden tragis yang dikenal dengan nama Haymarket Affair. Dalam peristiwa ini, terjadi ledakan bom yang memicu bentrokan antara polisi dan demonstran, menyebabkan korban jiwa di kedua pihak. Empat orang aktivis buruh akhirnya dihukum mati dengan tuduhan terorisme, meski bukti terhadap mereka masih dipertanyakan.

Tiga tahun setelah peristiwa Haymarket, pada 1889, Kongres Buruh Internasional yang diselenggarakan di Paris memutuskan bahwa tanggal 1 Mei akan diperingati sebagai Hari Buruh Internasional. Tujuannya adalah untuk mengenang perjuangan buruh dan menuntut kondisi kerja yang lebih manusiawi.

Menurut Britannica, 1 Mei sebelumnya merupakan hari festival pagan di Eropa, tetapi makna tersebut kemudian tergantikan dengan peringatan perjuangan kelas pekerja. Hari ini kemudian diadopsi oleh banyak negara, termasuk negara-negara blok Timur seperti Uni Soviet, yang menjadikannya sebagai hari libur nasional untuk memperkuat semangat kolektif melawan kapitalisme.

Di Jerman, Hari Buruh menjadi hari libur resmi pada tahun 1933 setelah Partai Nazi berkuasa. Ironisnya, pada hari berikutnya, serikat pekerja independen justru dibubarkan.

Peringatan Hari Buruh di Indonesia memiliki sejarah yang tak kalah panjang. Salah satu tonggak awal perjuangan buruh di Tanah Air terjadi pada 1916, ketika rakyat Jambi melakukan pemberontakan akibat kondisi kerja buruk dan pajak yang mencekik. Pemerintah kolonial kemudian membentuk Volksraad (Dewan Rakyat) pada 1917, namun badan ini dianggap tidak mewakili suara rakyat karena dipilih langsung oleh pemerintah Hindia Belanda.

Hari Buruh pertama kali diperingati di Indonesia pada 1 Mei 1918 oleh Serikat Buruh Kung Tang Hwee di Semarang. Sejumlah organisasi seperti Sarekat Islam, Budi Utomo, dan Insulinde juga ikut serta dalam aksi mogok pada hari itu melalui aliansi Radicale Concentratie.

Namun, perayaan Hari Buruh sempat terhenti sejak 1927 karena tekanan pemerintah kolonial dan larangan kegiatan politik oleh pendudukan Jepang selama Perang Dunia II. Setelah kemerdekaan, Hari Buruh kembali diperingati pada tahun 1946, dan pada 1948, Presiden Soekarno menandatangani UU No. 12 Tahun 1948 yang mengatur hak-hak pekerja.

Masa kejayaan peringatan Hari Buruh berlangsung hingga awal 1950-an, ketika aksi-aksi buruh berlangsung terbuka dan menjadi simbol kekuatan rakyat. Namun, pada masa pemerintahan Orde Baru, dimulai tahun 1967, perayaan ini dilarang dan serikat pekerja dibatasi ruang geraknya. Undang-undang yang mengatur perlindungan buruh pun dilupakan.

Baru setelah jatuhnya Orde Baru tahun 1998, Hari Buruh kembali diperingati secara luas. Serikat buruh yang dulu dilarang mulai bangkit dan menggelar aksi-aksi damai setiap 1 Mei untuk menuntut hak-hak pekerja.

Puncaknya terjadi pada tahun 2013, ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2013 yang menetapkan 1 Mei sebagai hari libur nasional. Kebijakan ini mulai berlaku tahun 2014 dan disambut dengan antusias oleh para pekerja di seluruh Indonesia.

Kini, Hari Buruh bukan sekadar hari libur. Ia menjadi simbol perjuangan panjang yang telah ditempuh oleh para pekerja untuk memperoleh kondisi kerja yang adil dan manusiawi. Aksi-aksi damai dan refleksi tahunan menjadi momentum untuk mengevaluasi kondisi ketenagakerjaan dan mendorong kebijakan yang berpihak pada pekerja.

Meskipun berbagai pencapaian telah diraih, perjuangan buruh belum sepenuhnya selesai. Isu-isu seperti upah minimum, perlindungan terhadap pekerja informal, dan hak atas jaminan sosial masih menjadi agenda penting yang perlu terus diperjuangkan.

Akar Sejarah dari Aksi Buruh di Chicago

Penetapan 1 Mei Sebagai Hari Buruh Internasional

Jejak Hari Buruh di Indonesia