Pekan lalu, warga Kota Bandung digegerkan dengan tragedi memilukan. Seorang wanita muda terjatuh dari lantai 11 salah satu mal di Jalan Kepatihan pada Senin (15/9) pukul 16.30 WIB.
Di balik kematiannya, ternyata ada cerita yang begitu mengiris hati. Lantas, bagaimana kronologinya? Berikut ini rangkuman sederet faktanya:
Berdasarkan penelusuran infoJabar, korban diketahui berinisial AR (19), mahasiswi baru UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Korban tercatat sebagai mahasiswi Jurusan Jurnalistik UIN SGD Bandung angkatan 2025.
Saat dikonfirmasi, Ketua Prodi Jurnalistik UIN Bandung Aziz Maarif membenarkan soal status korban. Ia mengatakan, korban baru berkuliah 2 pekan di UIN Bandung karena tercatat sebagai mahasiswa baru.
“Betul, almarhumah baru masuk kuliah, baru 2 minggu,” katanya saat dihubungi infoJabar via sambungan telepon, Senin (22/9/2025).
Dalam perbincangannya bersama infoJabar, Aziz Maarif menceritakan, sebuah fakta yang selama ini dipendam oleh korban. Berdasarkan cerita yang ia dapatkan dari pihak keluarga, semasa SMA, AR ternyata pernah menjadi korban bully dan sedang menjalani pengobatan mental.
“Jadi anak itu waktu SMA kena bullying, kemudian mungkin efeknya lama dan dia sempat trauma nggak mau sekolah. Tapi akhirnya Alhamdulillah, dia bisa menamatkan sekolahnya,” ujar Aziz.
Sayangnya, kata Aziz, pihak keluarga belum sempat membuka soal informasi kondisi psikologis korban ke pihak kampus. Padahal menurutnya, jika pihak keluarga membuka kondisi itu, UIN Bandung bakal memberikan pendampingan lewat Unit Layanan Psikologi (ULP).
Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.
“Semenjak kena bullying itu, dia pendampingan pengobatan mental, karena dampaknya luar biasa, parah sekali, dan begitu lama. Jadi sebetulnya, kalau dari segi itu, kita pihak jurusan belum tahu. Kalau si ibu bilang dari awal butuh pendampingan, pasti kita layani. Karena ada ULP khusus untuk menangani hal seperti itu,” ungkapnya.
“Tapi yang jelas, cerita dari si ibunya, almarhumah ini bilang udah betah kuliah di UIN. Pas kami ngelayat, ibunya curhat ke saya enak kuliah di UIN mah, temen-temennya baik, enggak seperti yang dulu. Karena pas dapat kabar meninggal, 40 orang temennya sekelas itu datang ngelayat ke rumah duka,” ujarnya menambahkan.
Dari informasi yang Aziz dapatkan, sebelum kejadian, korban sempat izin ke orang tuanya untuk bermain ke mal tersebut. Orang tuanya pun mengizinkan lantaran kondisi psikologis anak pertama dari dua bersaudara tersebut saat itu mulai membaik.
Tanpa menaruh kecurigaan, kata Aziz, sang ibu akhirnya mengizinkan korban berangkat sendirian. Namun kemudian, korban tak kunjung pulang dan justru kabar memilukan itu yang akhirnya datang.
“Sebelum ada kasus itu, dia minggu depannya mau kontrol lagi pendampingan mental. Tapi entah kenapa, triggernya dari mana, kata ibunya, tiba-tiba dia pengen main sendiri waktu itu. Ibunya membiarkan lah, karena udah mau sembuh kan, enggak curiga, jadi enggak apa-apa, diizinkan sama ibunya. Tapi setelah itu terjadi kasus seperti ini,” ungkap Aziz.
Usai kejadian memilukan ini, korban lantas dinarasikan melakukan tindakan bunuh diri. Aziz pun menyatakan, sang ibu tidak yakin anaknya melakukan tindakan ekstrem seperti itu.
“Si ibunya yakin, entah apa yang terjadi, tapi yakin anaknya tidak bunuh diri. Katanya saya tidak peduli apa kata berita, saya tidak peduli apa yang disampaikan oleh media, termasuk media sosial, karena yang pasti anak saya baik, soleh, penurut, bahkan dia menjaga jilbabnya,” kata Aziz menirukan ucapan ibu korban.
“Saya yang memandikannya, dan saya yakin anak saya tidak bunuh diri. Entah saya juga enggak tahu kenapa itu terjadi, mungkin karena bully itu. Karena saya yang memandikannya, saya tahu, tubuhnya wangi. Mudah-mudahan dengan begitu anak saya meninggal dengan husnul khotimah,” tambahnya.
Terlepas dari apapun itu, Aziz pun memberikan imbauan kepada semua pihak untuk mulai peduli atas pencegahan kasus bullying. Sebab menurutnya, luka secara mental lebih berbahaya dibandingkan dengan luka fisik.
“Ini harus ekstra pengawasan, karena kalau luka fisik itu kelihatan jelas, ini luka mental. Seperti orang sembuh, tapi dia sakit. Korban bully harus ekstra pengawasan juga dari sekolah, termasuk dari semua pihak. Karena dampaknya akan seumur hidup bully ini,” tegasnya.
Sementara itu, lewat unggahan di Instagram, Kepala Sekolah SMA Pasundan 1 Bandung, Cahya, turut mengucapkan bela sungkawa atas meninggalnya AR. Korban sendiri diketahui merupakan alumni SMA tersebut.
Mewakili pihak sekolah, Cahya mengucapkan bela sungkawa. Ia pun memastikan telah bertemu dengan keluarga korban dan persoalan yang berkembang telah dinyatakan selesai.
“Setelah melakukan pertemuan dengan keluarga, persoalan yang berkembang di masyarakat dinyatakan telah selesai. Terima kasih,” kata Cahya sebagaimana dilihat infoJabar dalam unggahan video Instagram SMA Pasundan 1 Bandung.
1. Korban Mahasiswi Baru UIN Bandung
2. Diduga Jadi Korban Bully Semasa SMA
3. Keluarga Tak Sempat Buka Cerita soal Kondisi Korban
4. Diizinkan Pergi ke Mal Karena Kondisi Psikologisnya Membaik
5. Tak Yakin Korban Bunuh Diri
6. Imbauan untuk Cegah Bullying
7. Pihak Sekolah Sebut Kasus Telah Selesai
Dari informasi yang Aziz dapatkan, sebelum kejadian, korban sempat izin ke orang tuanya untuk bermain ke mal tersebut. Orang tuanya pun mengizinkan lantaran kondisi psikologis anak pertama dari dua bersaudara tersebut saat itu mulai membaik.
Tanpa menaruh kecurigaan, kata Aziz, sang ibu akhirnya mengizinkan korban berangkat sendirian. Namun kemudian, korban tak kunjung pulang dan justru kabar memilukan itu yang akhirnya datang.
“Sebelum ada kasus itu, dia minggu depannya mau kontrol lagi pendampingan mental. Tapi entah kenapa, triggernya dari mana, kata ibunya, tiba-tiba dia pengen main sendiri waktu itu. Ibunya membiarkan lah, karena udah mau sembuh kan, enggak curiga, jadi enggak apa-apa, diizinkan sama ibunya. Tapi setelah itu terjadi kasus seperti ini,” ungkap Aziz.
Usai kejadian memilukan ini, korban lantas dinarasikan melakukan tindakan bunuh diri. Aziz pun menyatakan, sang ibu tidak yakin anaknya melakukan tindakan ekstrem seperti itu.
“Si ibunya yakin, entah apa yang terjadi, tapi yakin anaknya tidak bunuh diri. Katanya saya tidak peduli apa kata berita, saya tidak peduli apa yang disampaikan oleh media, termasuk media sosial, karena yang pasti anak saya baik, soleh, penurut, bahkan dia menjaga jilbabnya,” kata Aziz menirukan ucapan ibu korban.
“Saya yang memandikannya, dan saya yakin anak saya tidak bunuh diri. Entah saya juga enggak tahu kenapa itu terjadi, mungkin karena bully itu. Karena saya yang memandikannya, saya tahu, tubuhnya wangi. Mudah-mudahan dengan begitu anak saya meninggal dengan husnul khotimah,” tambahnya.
Terlepas dari apapun itu, Aziz pun memberikan imbauan kepada semua pihak untuk mulai peduli atas pencegahan kasus bullying. Sebab menurutnya, luka secara mental lebih berbahaya dibandingkan dengan luka fisik.
“Ini harus ekstra pengawasan, karena kalau luka fisik itu kelihatan jelas, ini luka mental. Seperti orang sembuh, tapi dia sakit. Korban bully harus ekstra pengawasan juga dari sekolah, termasuk dari semua pihak. Karena dampaknya akan seumur hidup bully ini,” tegasnya.
Sementara itu, lewat unggahan di Instagram, Kepala Sekolah SMA Pasundan 1 Bandung, Cahya, turut mengucapkan bela sungkawa atas meninggalnya AR. Korban sendiri diketahui merupakan alumni SMA tersebut.
Mewakili pihak sekolah, Cahya mengucapkan bela sungkawa. Ia pun memastikan telah bertemu dengan keluarga korban dan persoalan yang berkembang telah dinyatakan selesai.
“Setelah melakukan pertemuan dengan keluarga, persoalan yang berkembang di masyarakat dinyatakan telah selesai. Terima kasih,” kata Cahya sebagaimana dilihat infoJabar dalam unggahan video Instagram SMA Pasundan 1 Bandung.