Pemerintah Kabupaten Sukabumi menegaskan komitmennya dalam memperluas akses layanan kesehatan gratis bagi seluruh warganya, terutama mereka yang benar-benar kurang mampu.
Salah satu langkah yang ditempuh adalah melarang seluruh rumah sakit daerah untuk meminta atau menerima jaminan dalam bentuk apapun dari pasien.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi, Agus Sanusi, menyampaikan hal tersebut saat meninjau langsung ruang kasir RSUD Palabuhanratu pada Selasa (3/6/2025).
Kunjungan dilakukan bersama Kepala Bagian Tata Usaha RSUD Palabuhanratu, Irwan Ruswandi, dan Kasubbag Keuangan Ina Parlina.
“Sesuai arahan Pak Bupati, tidak ada lagi jaminan yang diminta dari masyarakat. Ada caranya nanti, ada sistemnya,” kata Agus kepada salah seorang petugas kasir di ruang pelayanan.
Kebijakan itu muncul menyusul viralnya kasus seorang warga yang menjaminkan STNK mobil pribadi di kasir RSUD Palabuhanratu demi bisa mengakses layanan rawat inap.
Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.
Agus mengatakan, kebijakan tersebut sejatinya telah sesuai dengan instruksi pimpinan daerah agar tidak ada pembebanan biaya bagi masyarakat miskin, baik yang memiliki Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) maupun tidak.
“Pak bupati menginstruksikan pelayanan kesehatan itu harus dilaksanakan secara gratis, baik yang JKN ataupun tidak. Pada intinya itu wajib hukumnya. Baik yang punya JKN maupun tidak, harus mendapatkan layanan yang sama,” ujar Agus saat memberikan keterangan kepada wartawan di ruang Humas RSUD.
Agus memahami kekhawatiran rumah sakit terhadap potensi kerugian akibat beban biaya yang tidak tertutupi. Karena itu, ia berupaya mengusulkan dukungan anggaran melalui skema Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).
“Permasalahan nantinya di rumah sakit, takut ada kerugian dan sebagainya. Sampaikan kembali ke pimpinan. Saya sekarang berusaha menghandle anggaran untuk Jamkesda seperti halnya yang sudah diterapkan di Jampang Kulon,” katanya.
Namun demikian, Agus juga menjelaskan bahwa tantangan utama saat ini adalah belum tercapainya cakupan kesehatan semesta atau Universal Health Coverage (UHC) di Kabupaten Sukabumi. Untuk mencapai UHC, masih dibutuhkan anggaran sekitar Rp 70 miliar per tahun.
“Sekarang kita belum UHC. Kalau mau UHC, kita harus punya tambahan anggaran Rp 70 miliar. Sementara saat ini baru sekitar Rp 170 miliar yang sudah terbayar. Itu belum mencukupi,” ungkapnya.
Di sisi lain, Agus menyebut layanan kesehatan gratis dengan cukup menunjukkan KTP sudah bisa diakses masyarakat di seluruh puskesmas untuk kategori rawat jalan. Namun, untuk layanan rumah sakit, pihaknya masih mencari solusi yang tepat.
“Kalau puskesmas cukup dengan KTP, bisa untuk rawat jalan. Tapi untuk rumah sakit, kita masih berusaha. Pak Bupati juga sedang memikirkan bagaimana agar masyarakat tetap bisa dilayani tanpa harus menanggung beban biaya,” ujar Agus.
Agus menegaskan bahwa bagi masyarakat benar-benar tidak mampu, tidak akan dibebankan biaya.
“Jangan orang datang ngaku tidak mampu padahal kaya. Tapi kalau benar-benar tidak mampu, dengan rekomendasi kepala desa, itu gratis. Saya sudah instruksikan, untuk orang tidak mampu tidak boleh ada penarikan biaya,” katanya.
Sebagai alternatif pengganti jaminan seperti STNK atau KTP, Dinas Kesehatan mengusulkan penerapan surat pernyataan tertulis bermaterai sebagai bentuk pertanggungjawaban pasien yang mengakses layanan umum namun belum terdaftar di JKN.
“Kita bisa gunakan surat pernyataan di atas materai. Kedua, akan dicek lagi, apakah benar-benar layak digratiskan atau tidak. Kalau benar-benar tidak mampu, cukup ada surat keterangan dari kepala desa, bebas. Saya instruksikan, rumah sakit dan puskesmas tidak boleh menarik biaya dari warga yang benar-benar miskin. Bantu mereka,” kata Agus.
Ia juga menjelaskan bahwa saat ini pemerintah daerah masih memiliki utang kepada dua rumah sakit utama.
“Sekarang ada utang pemerintah ke RS Sekarwangi sekitar Rp 5 miliar, dan ke RSUD Palabuhanratu sekitar Rp 800 juta sampai Rp 1,1 miliar,” ucapnya.
Meski persoalan penjaminan sebelumnya tidak bisa serta-merta disalahkan, Agus berharap kejadian ini bisa menjadi bahan perbaikan ke depan.
“Masalah jaminan, mohon maaf ke belakang saya tidak tahu. Tapi anggaplah ini menjadi pengalaman bersama. Ke depan kita bisa lebih tertib. Apakah lewat surat pernyataan, atau verifikasi dari desa, supaya jelas apakah pasien itu memang layak digratiskan atau tidak,” tuturnya.