Perseteruan terbuka antara Wakil Gubernur Jawa Barat Erwan Setiawan dan Sekda Herman Suryatman menuai sorotan dari kalangan akademisi. Pengamat politik dari Universitas Parahyangan (Unpar) Kristian Widya Wicaksono menilai konflik keduanya sebagai cerminan kurangnya profesionalisme di level puncak birokrasi.
“Terbukanya perseteruan antara Wakil Gubernur dan Sekretaris Daerah Jawa Barat menunjukkan kekurang profesionalan puncak birokrasi yang seharusnya menjadi contoh stabilitas dan harmonisasi,” ujar Kristian, Selasa (1/7/2025).
Menurut Kristian, secara teoritik birokrasi adalah organisasi yang bekerja berdasarkan prosedur operasional baku, sehingga stabilitas seharusnya menjadi ciri utama. Namun, dalam kasus ini, dua tokoh kunci justru menampilkan konflik kepentingan yang berpotensi merusak citra pemerintahan.
“Alih-alih menuntaskan berbagai persoalan administrasi publik, kedua pejabat justru menampilkan konflik kepentingan yang berpotensi merusak citra pemerintah dan membingungkan bagi ASN di lingkungan Pemda Provinsi Jawa Barat,” tegasnya.
Ia bahkan menyebut konflik ini lebih menyerupai panggung drama politik ketimbang kepemimpinan birokrasi yang bertanggung jawab.
“Konflik seperti ini lebih menyerupai aktor sandiwara politik daripada pemimpin birokrasi yang bertanggung jawab. Bahkan hal ini menyebabkan birokrasi Pemda Provinsi Jawa Barat terancam terjebak dalam stagnasi permainan kekuasaan yang semu,” lanjut Kristian.
Dalam situasi ini, Kristian mendorong Gubernur Dedi Mulyadi untuk segera turun tangan. Ia menegaskan bahwa Gubernur tidak boleh mengandalkan waktu untuk meredakan situasi.
“Gubernur harus peka dan jangan berharap bahwa masalah akan mereda dengan sendirinya. Ia wajib memanggil kedua pejabat secara langsung dan memberikan penjelasan tentang keputusan yang dibuat sebagai hasil pemanggilan tersebut kepada publik secara konkret,” katanya.
Jika akar konflik tak kunjung terselesaikan, Kristian menilai sanksi administratif hingga penunjukan pelaksana tugas sementara bisa menjadi opsi. Bahkan, perombakan struktur birokrasi bisa dipertimbangkan demi menjaga kredibilitas Pemprov Jabar.
Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.
“Jika akar konflik tidak bisa diurai maka gubernur harus mempertimbangkan sanksi administratif, bahkan bisa melakukan penunjukan pelaksana tugas sementara agar pelayanan publik dapat tetap terjaga dengan baik,” ungkapnya.
“Dalam situasi seperti ini dibutuhkan keberanian mengambil langkah tegas, termasuk evaluasi performa dan perombakan struktur menjadi opsi rasional demi menjaga kredibilitas Pemerintah Provinsi Jawa Barat,” tandasnya.