Kontras terasa ketika langkah kaki menyusuri Jalan Braga, yang saat itu masih didominasi oleh kendaraan. Suasana yang berpadu dengan keramaian libur Natal dan Tahun Baru menciptakan kesan seolah pengunjung sedang berjalan di lorong waktu.
Bangunan-bangunan berasitektur anggun berdiri di tengah hiruk-pikuk wisatawan yang datang dari berbagai daerah untuk menikmati Braga. Salah satunya adalah Hana, perantau asal Palembang, Sumatra Selatan.
Bagi Hana, Braga bukan tempat asing. Ia mengaku sudah beberapa kali mengunjungi kawasan ikonik Kota Bandung itu sejak merantau. Kali ini, suasana Braga terasa berbeda. Bertepatan dengan momen Natal dan Tahun Baru (Nataru), kebijakan “Braga Beken” yang biasanya hadir di akhir pekan, kini diterapkan setiap hari. Informasi ini didapat Hana dari informasi dari teman-temannya dan petugas.
Namun, realita di lapangan terkadang tak seindah rencana. Di tengah padatnya pengunjung yang membludak, Hana merasakan keresahan tersendiri.
“Pas Nataru itu pengunjungnya membludak sekali. Jadi seperti ada saja orang di jalan, takutnya kenapa-kenapa karena motor, mobil juga banyak yang lewat. Jadi campur aduk, rasanya seperti satu Indonesia pergi ke Braga,” ujar Hana saat berbincang dengan infoJabar, Jumat (26/12/2025).
Bagi Hana, istilah yang paling tepat menggambarkan Braga saat Nataru adalah Lautan Manusia. Saking padatnya, ia mengaku sebenarnya lebih nyaman jika Braga benar-benar steril dari kendaraan motor atau mobil.
“Lebih enak kalau benar-benar bebas kendaraan. Kita jadi bisa foto-foto di tengah jalan. Kalau lagi desak-desakan begini, kita setidaknya bisa melipir ke tengah jalan dengan aman tanpa takut terserempet,” paparnya.
Meski dengan lautan manusia dan kendaraan yang sesekali masih melintas, kecintaan Hana pada Braga tetap besar. Baginya, Braga memiliki “sihir” yang tidak dimiliki tempat lain di Bandung.
“Sejujurnya, mau bebas kendaraan atau tidak, Braga itu tetap menarik. Sudut-sudutnya estetis semua. Kafe dan tempat jajanannya enak-enak, jadi sebenarnya tidak terlalu berpengaruh terhadap daya tariknya,” ujar Hana.
Jika berkunjung ke sini, Hana sudah punya daftar ritual wajib. Mulai dari menikmati dinginnya Ice Cream Cantina, mampir ke Umbira, berburu aroma di Parfum Sampono, hingga mencicipi Chocomory Tiramisu yang populer. Tak lupa, ia juga mengincar photobooth bertema koran yang sedang digandrungi untuk melengkapi koleksi fotonya.
Sebagai pengunjung setia, Hana menitipkan pesan kecil untuk Pemerintah Kota Bandung terkait pengelolaan Braga Beken ke depannya.
“Menurut saya, lebih baik jalannya ditutup saja, biar kendaraan lewat jalan lain. Mau ditutup atau tidak pun sebenarnya tetap macet, kan? Jadi lebih baik ditutup biar penjagaannya lebih ketat dan pengunjung lebih nyaman. Biar tidak ada kendaraan sama sekali di tengah, biar kita jalannya lebih enak,” usulnya.
Baginya, penutupan total akan memberi keleluasaan bagi pengunjung untuk berfoto atau menghindari desak-desakan saat kondisi terlalu padat.
Hana tetap memberikan jempol untuk pengalaman liburannya tahun ini. Meski penuh sesak, Braga tetap menjadi destinasi nomor satu yang ia rekomendasikan bagi siapa pun yang berkunjung ke Bandung.
“Sangat seru! Liburan di Braga itu wajib kalian coba. Ini rekomendasi sekali. Mau ke sini 50 kali pun rasanya tidak akan pernah bosan,” tutupnya dengan antusias.
Bagi Hana dan ribuan orang lainnya, Braga mungkin penuh sesak, namun di antara sela-sela kepadatan itu, selalu ada ruang untuk menciptakan memori yang estetis. Braga, sekali lagi, membuktikan dirinya sebagai magnet wisata yang tak pernah kehilangan pesona.
Sementara itu, pengunjung lainnya Rhawhouw menilai Kota Bandung memiliki daya tarik yang kuat sebagai destinasi wisata, mulai dari suasana kota, pilihan kuliner, hingga kawasan ikonik seperti Braga. Namun, di balik pesonanya tersebut, ia mengakui kemacetan masih menjadi catatan utama yang kerap dirasakan, terutama saat musim liburan, sehingga menjadi tantangan tersendiri bagi kenyamanan pengunjung yang datang menikmati Bandung.
“Bandung itu sebenarnya bagus, dan aku tertarik untuk berkunjung ke Braga lagi, cocok untuk turis ataupun di luar Bandung cuma macetnya,” ucapnya singkat.







