Di pusat Kota Bandung, tak jauh dari Kiara Artha Park, terdapat sebuah kafe yang memiliki konsep futuristik. Meski sekilas tampak seperti kafe pada umumnya, bila ditelisik lebih jauh, terdapat hal-hal unik di dalamnya.
Mulai dari sejumlah meja yang terbuat dari daur ulang plastik, penggunaan panel surya untuk menyalakan listrik, hingga area masak yang tak lagi menggunakan gas LPG, melainkan gas alam yang instalasinya disimpan di area parkir.
Bahkan, ketika masuk, pengunjung akan dapat melihat pajangan motor Vespa ‘vintage’ yang telah dimodifikasi menjadi motor listrik. Keunikan konsep kedai kopi yang bernama Invalogi Coffee ini tak lain merupakan buah pemikiran dari sang pemilik, Putra Ilham Setiyansyah (30).
Kafe yang mengedepankan konsep energi hijau dan terbarukan ini adalah bagian dari eksperimen idealisme Putra, yang selama lebih dari satu dekade berkecimpung di sektor energi. Sejak 2014, ia dan kakak sepupunya merintis usaha di bidang pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).
Berlatar belakang pendidikan manajemen, ia pun menjalani usahanya tersebut sembari bekerja sebagai konsultan di sejumlah perusahaan yang masih berhubungan erat dengan bidang energi. Termasuk menjalani peran business development di salah satu pabrik panel surya.
Seiring waktu berjalan, Putra kerap merasa jadwalnya untuk bertemu klien bisnis kerap bentrok. Kebutuhan akan tempat bertemu yang nyaman dan aksesibel pun menjadi mendesak.
“Tapi di tiga tahun belakangan ini, saya merasa kadang waktu dalam bekerja itu sering bentrok. Karena dalam business development sering bertemu dengan beberapa orang. Akhirnya berpikir, kenapa tidak bikin tempat pertemuan yang enak dan memadai saja,” ungkapnya saat ditemui infoJabar beberapa waktu lalu.
Dari situlah, ia kemudian merintis kedai kopi bernama Teja Coffee yang didirikan di kawasan Metro, Margahayu, Kota Bandung. Hingga saat ini, kafe pertamanya tersebut masih eksis dan terus bertambah cabang, hingga kerap dijadikan ‘*basecamp* oleh berbagai komunitas, terutama komunitas pelari.
“Teja itu sekarang sudah ada di tiga tempat, dan sekarang merambah ke Invalogi. Desember juga rencananya akan menambah cabang lagi, termasuk menambah brand baru,” terangnya.
Kebutuhan akan tempat untuk menjamu klien dan bertemu dengan berbagai pihak itulah yang melatarbelakangi berdirinya Invalogi Coffee. Berbeda dengan Teja, Invalogi mengadopsi konsep yang mewadahi passion Putra terhadap inovasi teknologi dan energi terbarukan.
“Kalau untuk hobi saya yang olahraga saya tuangkan ke Teja, sementara *passion* saya untuk teknologi saya tuangkan ke Invalogi,” ungkapnya.
Dari membangun bisnis Foods and Beverage (FnB) sebagai bisnis sampingan, Putra kini justru melepaskan pekerjaannya di bidang energi untuk fokus 100% mengembangkan brand FnB-nya tersebut.
Keputusan ini ia ambil setelah kedai kopinya yang semakin lama semakin berkembang. Tenaga kerja yang diserap pun semakin banyak. Meskipun, ia mengatakan, bisnis yang ia rintis di bidang PLTS masih terus berlanjut.
“Awalnya bikin kedai kopi itu iseng, tapi makin ke sini cabangnya bertambah, dan tidak terasa timnya juga semakin besar. Setelah tim sudah ada 50 orang, otomatis tanggung jawab saya harus maksimal di sini. Jadi saya putuskan untuk 100% konsentrasi di perusahaan ini,” tuturnya.
Keputusan untuk alih fokus tersebut baru ia jalani sejak awal 2025. Hal itu menjadi keputusan besar, mengingat pekerjaannya di bidang energi telah membawa kariernya berkembang. Dengan profesinya, ia telah mengunjungi lebih dari 30 provinsi di Indonesia, termasuk ke daerah pelosok, untuk mengalirkan listrik di desa-desa terpencil.
“Kita melistriki desa-desa remote yang tidak dimasuki oleh PLN, jadi digantilah dengan PLTS. Di sana kita adaptasi belajar sangat cepat, banyak yang harus learning by doing dan langsung diimplementasikan di lokasi,” ujarnya.
Kemampuannya dalam beradaptasi dan bertindak taktis itulah yang membuatnya luwes dalam mengembangkan bisnis FnB padahal berbeda bidang dengan profesi sebelumnya. Tak sekadar berbisnis, ia juga berupaya mewujudkan mimpinya untuk dapat membumikan inovasi teknologi kepada masyarakat.
Di Invalogi, ia beberapa kali telah menyelenggarakan talkshow yang membahas teknologi dengan para pakar di bidangnya. Ia juga berencana untuk menyediakan area showcase untuk memajang hasil-hasil riset.
Tujuannya adalah untuk menjadi jembatan antara periset dengan perusahaan potensial yang tertarik dengan konsep-konsep yang dipamerkan. Pasalnya, ia mengatakan, tak jarang ada penelitian mahasiswa yang potensial namun tidak terekspos.
“Nanti siapa tahu ada perusahaan yang datang ke sini dan melihat peluang kerja sama. Pada akhirnya, hal ini dapat mengakselerasi penerapan teknologi di masyarakat,” lanjutnya.
Walau kini terbilang sukses, ia mengatakan, berpindah haluan karier bukanlah hal yang mudah. Bila sebelumnya ia terbiasa bekerja keras dengan tenggat waktu dan jam kerja yang jelas, saat ini bahkan tak ada hari libur yang bisa dinikmati.
“Kalau dulu di energi kan kita sudah punya tenggat waktu untuk pembangunan, misalnya 3 atau 4 bulan di mana pembangkit ini harus terpasang. Setelah itu ada jeda waktu di akhir atau awal tahun,” ungkapnya.
“Sementara di FnB, tantangannya adalah tidak ada waktu libur dan istirahat. Paling hanya dua hari saat Idul Fitri, sisanya lanjut bekerja lagi. *Weekend* sudah tidak terasa libur,” lanjutnya.
Meski demikian, ia memaparkan, dirinya tetap merasa nyaman dalam menjalani rutinitas barunya tersebut. Setiap pilihan dalam pekerjaan, ia mengatakan, akan memiliki plus-minusnya tersendiri.
“Setiap pekerjaan ada plus-minusnya, tapi kalau kita tekun karena passion, karena ini hobi kita, menikmatinya saja,” jelasnya.
Beralih Fokus Utama
Tak Luput dari Tantangan
Walau kini terbilang sukses, ia mengatakan, berpindah haluan karier bukanlah hal yang mudah. Bila sebelumnya ia terbiasa bekerja keras dengan tenggat waktu dan jam kerja yang jelas, saat ini bahkan tak ada hari libur yang bisa dinikmati.
“Kalau dulu di energi kan kita sudah punya tenggat waktu untuk pembangunan, misalnya 3 atau 4 bulan di mana pembangkit ini harus terpasang. Setelah itu ada jeda waktu di akhir atau awal tahun,” ungkapnya.
“Sementara di FnB, tantangannya adalah tidak ada waktu libur dan istirahat. Paling hanya dua hari saat Idul Fitri, sisanya lanjut bekerja lagi. *Weekend* sudah tidak terasa libur,” lanjutnya.
Meski demikian, ia memaparkan, dirinya tetap merasa nyaman dalam menjalani rutinitas barunya tersebut. Setiap pilihan dalam pekerjaan, ia mengatakan, akan memiliki plus-minusnya tersendiri.
“Setiap pekerjaan ada plus-minusnya, tapi kalau kita tekun karena passion, karena ini hobi kita, menikmatinya saja,” jelasnya.







