Program KB Pria sebagai Syarat Bansos, Dedi Mulyadi Jadi Sorotan

Posted on

Rencana Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang mewacanakan program Keluarga Berencana (KB) bagi pria sebagai syarat penerima bantuan sosial (bansos) memantik perhatian publik. Di tengah rendahnya partisipasi pria dalam program KB, kebijakan ini memicu diskusi hangat, termasuk di Kabupaten Cirebon.

Data dari Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Kabupaten Cirebon menunjukkan bahwa minat kaum pria untuk mengikuti KB masih sangat rendah. Kepala Bidang KBK3 DPPKBP3A, Yati Fironike, menyebut bahwa sejauh ini baru 18 pria yang menjalani vasektomi di Kabupaten Cirebon sejak tahun 2022.

“Target partisipasi pria setiap tahunnya hanya dua orang. Tapi tahun ini awalnya cukup menggembirakan karena sudah ada delapan pria yang melakukan vasektomi,” ujarnya, Rabu (30/4/2025).

Yati menjelaskan, minimnya partisipasi pria dalam KB masih menjadi tantangan. Padahal, KB seharusnya tidak hanya dibebankan kepada perempuan.

Ia menyoroti bahwa tidak semua perempuan dapat menggunakan alat kontrasepsi karena adanya risiko medis seperti hipertensi, jantung, atau reaksi terhadap hormon KB.

“Kaum pria harus mengambil bagian dalam tanggung jawab ini. Vasektomi bisa menjadi pilihan yang aman, efektif, dan tidak mengganggu fungsi seksual pria,” tegas Yati.

Vasektomi sendiri merupakan prosedur kontrasepsi permanen dengan cara memotong atau menyumbat saluran sperma (vas deferens). Prosedur ini memiliki tingkat keberhasilan lebih dari 99% dan menjadi metode kontrasepsi jangka panjang yang praktis serta aman.

Yati menekankan pentingnya perencanaan keluarga yang matang, tidak hanya demi kesejahteraan ekonomi, tetapi juga demi kesehatan ibu dan anak. Ia menyarankan usia ideal untuk melahirkan berada di rentang 20 hingga 35 tahun guna menghindari risiko kesehatan.

“KB bukan hanya soal mencegah kehamilan, tapi juga soal membangun masa depan keluarga yang sehat dan sejahtera,” ungkapnya.

Wacana vasektomi sebagai syarat bansos pun diharapkan dapat menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran pria akan peran pentingnya dalam perencanaan keluarga. Meski menimbulkan pro dan kontra, kebijakan ini dinilai bisa mendorong diskusi lebih luas tentang keadilan peran dalam rumah tangga.

“Dengan tantangan rendahnya partisipasi pria dalam KB, keberanian untuk mulai mengedukasi dan membangun komitmen dari kedua belah pihak menjadi kunci suksesnya program keluarga berencana di masa depan,” tutupnya.